Homili 28 Mei 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa VIII
Sir. 42:15-25
Mzm. 33:2-3,4-5,6-7,8-9
Mrk. 10:46-52.

Aku memuji kebesaran-Mu!

Fr. JohnPada pagi hari ini saya mendengar sebuah lagu rohani berjudul: ‘Aku memuji kebesaran-Mu’. Lirik lagunya seperti ini: “Oh Tuhanku, bila ku terpesona, merenungkan ciptaanMu semua. Kusaksikan bintang, guruh, angkasa, tanda kebesaranMu semua. Aku memuji kebesaranMu, sungguh besar Kau Allahku, (ajaib Tuhan, ajaib Tuhan). Aku memuji kebesaran-Mu, sungguh besar Kau Allahku, (ajaib Tuhan, ajaib Tuhan).” Meskipun lagunya sudah ‘jadoel’ namun pada hari ini saya merasa bahwa lagu ini inspiratif. Saya memulai hari baru dengan memandang kebesaran dan keagungan Tuhan. Saya berjumpa dengan seorang Allah yang menciptakan segala sesuatu bagi umat manusia. Saya terpesona dengan seorang Allah di dalam diri Yesus Kristus yang begitu empati dengan orang-orang yang menderita, dan membutuhkan jamahan kesembuhan. Semua ini Tuhan lakukan dengan penuh kasih.

Setelah mendengar lagu ini, saya merasa dibantu untuk mengingat kasih dan kebaikan Tuhan dalam meditasi harianku. Saya mengingat Sabda Tuhan di dalam Kitab Ratapan: “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, besar kasih setia-Mu” (Rat 3:22-23). Setiap hari Tuhan selalu membaharui kasih-Nya kepada manusia. Tuhan kita memang luar biasa karena pertolongan-Nya selalu datang pada waktunya. Dia memiliki kuasa untuk melakukan karya-karya-Nya di dunia ini dan di dalam hidup setiap orang. Hal ini sejalan dengan perikop Kitab Putra Sirak dalam bacaan pertama mengatakan: “Dengan kebesaran-Nya la menebalkan awan-awan, dan terpecahlah batu-batu es. Kepada orang-orang-Nya yang kudus Tuhan tidak memberikan kemampuan untuk menceritakan segala buatan-Nya yang mengagumkan, yang telah ditentukan Tuhan alam semesta, supaya jagat raya didukung dengan kemuliaan-Nya.” (Sir 42: 15.17).

Kitab Putra Sirakh juga menggambarkan Tuhan yang menunjukkan kekuasaan-Nya sebagai pencipta semesta alam seperti: menaburkan embun beku sehingga orang merasa dingin, memberitahukan segala sesuatu yang sudah dan akan terjadi, dingin bisa mengatasi panas sehingga ada kesegaran, samudera raya diteduhkan, pulau-pulau ditanam-Nya. Para utusan Tuhan berhasil dan Firman-Nya memiliki daya untuk merapikan segala sesuatu. Setiap ciptaan Tuhan mengatakan kemulian-Nya sebagai pencipta.

Dengan membaca perikop dari Kitab Putra Sirak ini, kita bisa menangkap satu ide cemerlang tentang kemuliaan Tuhan yang terpancar di dalam segala ciptaan-Nya. Tuhan menunjukkan kemuliaan-Nya melalui segala ciptaan-Nya. Tuhan menunjukkan kemuliaan-Nya dalam diri manusia yang percaya kepada-Nya. Dialah designer yang hebat yang menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan (creatio ex nihilo). Musa pernah berkata tentang kemuliaan Tuhan: “Sesungguhnya, Tuhan, Allah kita, telah memperlihatkan kepada kita kemuliaan dan kebesaran-Nya, dan suara-Nya telah kita dengar dari tengah-tengah api. Pada hari ini telah kami lihat, bahwa Allah berbicara dengan manusia dan manusia itu tetap hidup.” (Ul 5:24).

Perkataan Musa ini mengingatkan saya pada St. Ireneus yang pernah melawan para bidaah dengan mengatakan bahwa manusia yang hidup menghadirkan kemuliaan Tuhan Allah sendiri. Kemuliaan Tuhan Allah memberi hidup kepada manusia, maka barangsiapa melihat Tuhan akan menerima kehidupan. Orang yang menerima kehidupan akan berpartisipasi di dalam kehidupan Tuhan sendiri. Berpartisipasi dalam kehidupan Tuhan berarti patuh kepada kehendak-Nya. Nah, menjadi pertanyaan bagi kita adalah, apakah kita juga menampakkan kemuliaan Tuhan?

Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus menghadirkan keagungan dan kemuliaan Tuhan Allah Bapa-Nya melalui mujizat penyembuhan Anak Timeaus (Batimeus) yang buta di Yeriko. Ia duduk dipinggir jalan, tidak diperhatikan oleh kebanyakan orang yang lewat dalam kehidupannya. Mungkin saja ada orang yang memberinya sedekah tetapi itu hanya memberi saja belum termasuk kategori empati. Ketika mendengar Yesus lewat dalam kehidupannya, ia tidak takut untuk memanggil nama Yesus: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (Mrk 10:47). Meskipun sesama boleh menghalanginya namun imannya kepada Yesus tidak akann dihalangi oleh siapa pun. Ia tetap memanggil nama Yesus dengan seruan manusiawi “Anak Daud” dan memohon belas kasihan.

Dari semua orang yang lewat dalam kehidupannya, hanya Yesus, satu-satunya orang yang berempati dengannya. Yesus bisa berhenti sejenak, dan menyuruh orang untuk memanggilnya. Orang yang berempati atau berbela rasa itu selalu ada waktu untuk orang lain. Ia memiliki waktu untuk bersama dan mendengar sesamanya. Yesus memang sedang melakukan perjalanan ke Yerusalem tetapi Ia masih mempunyai waktu untuk Bartimeus. Ketika berjumpa dengan Yesus, Bartimeus sudah rela melapaskan jubahnya, hidup lamanya. Ia meminta supaya bisa melihat dan Tuhan melakukannya karena Ia melihat iman Bartimeus. Bartimeus pun mengikuti Yesus dalam perjalanan ke Yerusalem. Ia siap menderita bersama Yesus.

Bartimeus artinya Anak Timeus atau Putra yang terhormat (Son of honorable). Jadi sebenarnya si buta di Yeriko ini tidak memiliki nama sebenarnya, hanya orang dekatnya yang tahu nama aslinya. Mungkin karena dia buta maka mereka mengatakan nama ayahnya yang bertanggung jawab atasnya. Hal ini sejalan dengan kebiasaan jaman dahulu untuk menyebut nama orang tuanya biar lebih dikenal. Tuhan Yesus hadir dan mengubah seluruh hidup si buta ini sehingga bisa mencerminkan namanya “Bartimeus” artinya putra yang terhormat atau putra yang mulia. Dia menjadi putra Allah. Dialah Yang Mulia dan memuliakan segalanya. Tuhan juga memuliakan diri kita saat ini. Bartimeus adalah kita yang sedang berusaha untuk menjadi Putra dan Putri Yang Mulia.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply