Homili 29 Mei 2015

Hari Jumat, Pekan Biasa VIII
Sir. 44:1,9-13
Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a
Mrk. 11:11-26

EKB: Emangnya Kamu Berdoa

Fr. JohnSaya mempunyai dua pengalaman yang sangat mendidikku tentang bagaimana bertumbuh dalam iman dengan tidak melekat pada hal-hal yang menghalangi perjumpaan dengan Tuhan. Pertama, pada suatu hari saya merayakan Ekaristi di sebuah sekolah. Saya merasa bahwa perayaan Ekaristi berjalan dengan baik dan lancar. Sepertinya tidak ada sesuatu yang terjadi yang menggangu perayaan suci itu. Tetapi ternyata setelah perayaan Ekaristi, guru agama di sekolah itu menyampaikan beberapa pesan dan salah satu pesan yang menarik perhatianku adalah dalam bentuk pertanyaan: “Emangnya kamu berdoa?” Mengapa ia bisa bertanya demikian? Karena ia memperhatikan bahwa ada banyak siswa dan siswi di sekolah Katolik tersebut tidak mengikuti perayaan Ekaristi dengan baik. Mereka tidak berdoa! Mereka ngobrol satu sama lain, saling mengganggu, bermain gadget dan kurang berkonsentrasi. Kedua, ketika saya masih menjadi pastor di paroki, kantorku bersebelahan dengan Plaza Maria. Saya memperhatikan orang-orang yang datang untuk berdoa di depan patung Bunda Maria. Apa yang terjadi? Ada yang berdoa dengan penuh devosi, ada yang sambil berdoa masih bisa melihat gadget dan menjawab telpon. Tangan sebelahnya memegang gadget, tangan yang lainnya memegang rosario. Nah, pertanyaannya sama: “EKB: Emangnya Kamu Berdoa?”

Mengapa orang-orang katolik bisa berubah perilaku demikian di hadapan Tuhan? Mengapa hati dan pikirannya bisa mendua demikian? Di satu pihak secara fisik, mereka hadir di hadapan Allah untuk berdoa, di lain pihak hati dan pikiran mereka ada di gadget. Boleh dikatakan bahwa pada saat yang sama mereka berada di hadirat Tuhan dan “mamon”. Banyak orang sudah semakin berakar dalam kebiasaan ini sehingga sangat sulit untuk berubah. Hati mereka sulit untuk keluar dari penjara gadget sehingga menyandingkannya dengan Tuhan dalam doa.

Penginjil Markus mengisahkan bahwa Tuhan Yesus dan para murid-Nya sedang berada di Yerusalem. Ketika hari sudah malam, mereka kembali ke Betania untuk menginap. Pada hari berikutnya, mereka kembali ke Yerusalem. Dari Betania, mereka pasti melewati Betphage yang berarti rumah ara. Konon saat itu Yesus sedang lapar maka Ia melihat sebatang pohon ara yang daunnya rindang. Ia coba mendekatinya karena berpikir bahwa ada buahnya, tetapi ternyata pohon itu hanya berdaun saja, tidak menghasilkan buah. Ia pun mengutuk pohon ara itu sehingga pohon itu menjadi kering hingga akar-akarnya.

Peristiwa lain yang diceritakan Tuhan Yesus menyucikan Bait Allah. Tuhan Yesus tiba bersama para murid-Nya di dalam Bait Allah. Ia mengusir orang-orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. Meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dibalikkan-Nya, dan Ia tidak memperbolehkan orang membawa barang-barang melintasi halaman Bait Allah. (Mrk 11:15-16). Setelah melakukan semuanya ini, Ia berkata: “Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!” (Mrk 11:17). Tindakan Yesus ini menimbulkan rasa benci dan amarah dari para imam kepala dan ahli-ahli Taurat sehingga mereka mau membinasakan Yesus.

Yesus mengakhiri pengajaran-Nya dengan menekankan tentang pentingnya iman kepada Tuhan. Dengan iman kepada Tuhan, apa saja yang sulit terjadi bisa terjadi dengan mudah. Yesus juga menekankan pentingnya berdoa dengan baik. Ia berkata: “Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu.” (Mrk 11:24-25).

Banyak orang katolik itu seperti pohon ara yang berdaun hijau, rindang tetapi tidak berbuah. Mengapa demikian? Karena orang itu hanya bisa mengaku beragama katolik tetapi belum beriman kristiani. Ia mengaku melayani tetapi hanya untuk mencari popularitas saja di dalam Gereja. Ketika dikritik, orang itu tidak mau melayani lagi. Orang boleh saja pergi ke Gereja tetapi belum tentu berdoa. EKB: Emangnya kamu berdoa? Mungkin di Gereja orang hanya bermain gadget, hadir secara fisik tetapi hati dan pikirannya bukanlah untuk berdoa dan bersyukur kepada Tuhan. Ada orang yang datang ke gereja untuk misa sekaligus mencari mangsa untuk menipu dan merampok. Gereja bukan lagi tempat untuk berdoa, tetapi tempat untuk mempersalahkan orang entah dari mimbar atau di antara sesama umat.

Kita juga diingatkan untuk bertumbuh dalam iman. Iman yang diwariskan oleh orang tua kita masing-masing. Kitab Putra Sirak mengatakan: “Dan sekarang kami hendak memuji orang-orang termasyhur, para nenek moyang kita menurut urut-urutannya.” (Sir 44:1). Para nenek moyang itu sudah menerima Yesus Kristus dan mewariskan kepada kita semua. Apa yang mereka dengar dan imani di sampaikan secara turun-temurun. Dengan demikian mereka patut dihormati. Apakah kita pernah bersyukur dan mendoakan orang-orang yang berjasa karena memperkenalkan Yesus kepada kita? Atau kita melupakan jasa baik orang yang membawa kita kepada Kristus.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply