Homili Hari Raya St. Petrus dan Paulus – 2015

Solemnitas St. Petrus dan Paulus
Kis. 12:1-11
Mzm. 34:2-3,4-5,6-7,8-9
2Tim. 4:6-8,17-18
Mat. 16:13-19

Mengalami Allah dalam hidup

Fr. JohnPada hari ini kita merayakan Hari Raya St. Petrus dan Paulus. Dua rasul yang hidup dalam masa yang sama tetapi situasi yang berbeda. Perayaan ini dirayakan berdasarkan Depositio Martyrum pada tahun 354, ketika itu ada perayaan St. Petrus di Katakombe St. Sebastianus di jalan Appia, sedangkan perayaan St. Paulus di jalan Ostiene. Pada abad ke-VII dilakukan perayaan dalam dua hari yang berbeda, karena komemorasi St. Paulus dipindahkan ke tanggal 30 Juni.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Raya kedua orang kudus ini menggambarkan jati diri Petrus dan Paulus sebagai rasul yang mengalami Allah sepanjang hidup mereka. Bacaan pertama dan bacaan Injil, menggambarkan kisah kehidupan Petrus dan pengalamannya akan Allah. Di dalam bacaan Injil, kita mendengar bagaimana Petrus mengalami Yesus dan mengakuinya sendiri di hadapan-Nya. Tuhan Yesus telah mengutus para murid-Nya dan setelah kembali dari perutusan mereka, Ia mengumpulkan dan menanyakan kesan-kesan orang dan kesan pribadi tentang Yesus. Orang kebanyakan melihat Yesus dan mengenalnya sebagai Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia atau salah seorang nabi. Menilai dan mengakui seseorang berdasarkan pandangan orang lain memang sangatlah mudah. Pertanyaan menjadi lebih sulit ketika Yesus bertanya tentang kesan pribadi mereka tentang diri-Nya. Hanya Petrus yang mengalami kasih karunia Bapa mengakui imannya dengan berkata: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat 16:16).

Reaksi Yesus adalah menyapa Simon Petrus dengan kata berbahagia dan memberi tugas dan tanggungjawab kepadanya. Yesus berkata: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:17-19). Simon berbahagia karena berubah menjadi Kefas atau Petrus, dan mendapat tugas penting bagi jemaat Yesus.

Di sini ditampilkan tiga simbol penting di sini, pertama batu wadas dihubungan dengan nama yang diberikan Yesus kepada Simon yakni Kefas (Mat 16:18). Perubahan nama dalam bahasa semitis mengandaikan perubahan tujuan dan realitas hidup manusia. Simon menjadi Petrus, di mana Tuhan mendirikan jemaat-Nya. Petrus selamanya menjadi batu penjuru. Kedua, Kunci. Merupkan simbol tanggung jawab dan kekuasaan atas sebuah rumah (Mat 16:19). Kekuasaan ilah dari Tuhan Yesus diberikan kepada Petrus. Dialah yang bertanggung jawab atas Gereja di dunia ini. Ketiga, mengikat dan melepaskan (Mat 16:19). Hal ini berhubungan dengan janji-janji dan larangan-larangan yang berhubungan dengan magistero dan kehidupan moral. Petrus dipanggil untuk menginjili, mengajar dan memutuskan kualitas moral dari pilihan-pilihan manusiawi dalam terang Sabda Kristus (Yoh 20:23).

Lukas dalam Kisah Para Rasul mengisahkan bahwa Raja Herodes menyuruh untuk menahan Petrus dan memenjarakannya, pada hari raya Roti Tidak Beragi. Orang-orang dibagi dalam empat regu, masing-masing empat prajurit yang menjaganya. Pada saat Petrus berada di penjara, jemaat mendoakannya dengan tekun kepada Allah. Maka meskipun tangannya terbelenggu dengan rantai, dan para prajurit-prajurit pengawal sedang berkawal namun hadirnya seorang malaikat Tuhan berhasil membebaskannya secara ajaib. Malaikat itu berkata: “Ikatlah pinggangmu dan kenakanlah sepatumu!” “Kenakanlah jubahmu dan ikutlah aku!” (Kis 12:8). Petrus pun mengikuti petunjuk malaikat itu dengan baik. Ia tidak tahu bahwa apa yang dilakukan malaikat sungguh-sungguh terjadi bukan hanya sebuah penglihatan saja. Pada akhirnya Petrus berkata: “Sekarang tahulah aku benar-benar bahwa Tuhan telah menyuruh malaikat-Nya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi.” (Kis 12:13).

Lukas mengangkat kisah ini untuk menunjukkan kepada kita bahwa Allah yang kita imani selalu peduli dengan kehidupan kita. Dalam situasi penderitaan dan kemalangan pertolongan-Nya selalu datang tepat pada waktunya. Petrus mengalami kasih dan kebaikan Allah di dalam penjara. Kita pun mengalami kasih dan kebaikan Tuhan dalam situasi yang sulit, manakala ada penganiayaan, penderitaan dan kemalangan. Ia tidak akan membiarkan kita lenyap tetapi pertolongan yang menyelamatkan.

Bagaimana dengan pengalaman akan Allah di dalam diri St. Paulus? Ia menceritakan pengalamannya dalam perjalanan ke Damaskus. Ia melihat cahaya yang kuat dari langit, terjatuh dari kudanya dan berdialog dengan Tuhan Yesus yang bangkit mulia. Ia menjadi buta dan disembuhkan Tuhan melalui Ananias. Pengalaman ke Damaskus ini merupakan awal yang akan mengubah hidupnya dari Saulus menjadi Paulus. Dalam seluruh hidupnya ia merasakan kehadiran Kristus. Ia berkata: “Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2Kor 12:10).

Ia mengakui pengalamannya akan Allah dengan mencurahkan darahnya sebagai persembahan sampai kematian datang menjemputnya. Ia mengakui bahwa: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya.” (2Tim 4:7-8). Pengalaman rohani Paulus ini luar biasa. Ia melewati sebuah perjalanan rohani yang keras, menyenangkan, menyusahkannya tetapi kini ia sudah berada di garis akhir. Baginya, mahkota kebenaran dari Tuhan akan dirasakannya. Kemartirannya merupakan pengalaman rohaninya yang tertinggi.

Sambil merenung masa-masa sulit yang pernah dilewatinya, Paulus berkata: “Tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa. Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga. Bagi-Nyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin.” (2Tim 4:17-18).

Sambil merayakan kemenangan rasul Petrus dan Paulus, kita semua dikuatkan oleh Tuhan untuk ikut merasakan kasih dan kebaikan-Nya. Pengalaman akan Allah ditandai dengan perubahan radikal di dalam hidup. Dari Simon menjadi Petrus, dari Saulus menjadi Paulus. Bagaimana dengan anda?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply