Homili 25 September 2015

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXV
Hag. 2:1b-9
Mzm. 43:1,2,3,4
Luk. 9:19-22

Belajar untuk mengakui iman

imagePada suatu hari saya mengunjungi beberapa tahanan di penjara yang membutuhkan asistensi rohani. Saya menyiapkan waktu yang cukup untuk duduk dan mendengar mereka. Salah seorang tahanan menceritakan pengalaman masa lalunya yang begitu gelap. Ia merasa malu karena pernah mengalaminya. Kini ia merasakan kerinduan yang besar untuk tinggal bersama Tuhan. Ia sudah bertekad untuk bertobat dan mau tinggal dekat dengan Yesus secara rohani. Saya mendengar sharing-nya dengan penuh perhatian. Saya bertanya kepadanya, “Apakah anda percaya kepada Tuhan?” Dia menjawabku, “Saya percaya dan mengasihi-Nya”. Saya berkata kepadanya, “Kalau anda sungguh percaya kepada Tuhan silakan buktikan itu di dalam hidupmu sekarang ini dan nanti di luar LAPAS ini.” Ia berjanji akan berubah menjadi lebih baik. Kini ia sudah keluar dari penjara, menunjukkan semangat pertobatan dan pengakuan imannya dengan melayani Gereja lokal. Ada yang mengatakan bahwa dia seorang mantan penghuni LAPAS. Dia dengan rendah hati mengatakan kepada mereka bahwa ia sudah merasa dikasihi Tuhan dan dirinya pun bisa berubah! Ia sungguh berubah.

Saya mengingat dan menceritakan kembali pengalaman ini kepada kita, untuk mengatakan bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang hidupnya seperti ini. Mereka pernah mengalami dan melakukan dosa dan salah tertentu, pernah merasakan ruang tahanan yang gelap dan dingin, juga kekerasan fisik dan verbal. Di antara mereka ada yang semakin jauh dari Tuhan, tetapi ada juga yang justru semakin mendekatkan diri mereka kepada Tuhan dan mengakui imannya sebagai pengikut Kristus. St. Paulus mengenal dirinya maka ketika memberi kesaksian tentang kebangkitan Yesus, ia berkata: “Dan yang paling akhir dari semuanya adalah Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya.” (1Kor 15:8).

St. Paulus mengakui imannya dengan tidak merasa malu karena masa lalunya. Ia bertobat dan menjadi baru dalam Kristus karena imannya. Iman adalah anugerah dari Tuhan secara cuma-cuma kepada kita. Oleh karena itu tugas kita adalah menerima, menumbuhkan, mengembangkan dan menunjukkannya dalam hidup yang nyata. Kita harus berani mengungkapkan dan mengakui iman kita di hadapan Tuhan dan sesama.

Penginjil Lukas menceritakan bahwa pada suatu ketika Yesus sedang berdoa seorang diri dan para murid datang kepada-Nya. Ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk berbicara dengan mereka dari hati ke hati. Pada waktu itu Yesus mengungkapkan dua pertanyaan kepada mereka sebagai berikut:

Pertama: “Kata orang banyak, siapakah Aku ini? Pertanyaan ini tergolong pertanyaan yang mudah maka mereka pun dengan cepat menjawabnya. Mereka mendengar dan melihat sekeliling bukan melihat diri mereka sendiri. Mereka pun mengulangi pengakuan iman orang lain dan sifatnya masih sangat manusiawi yakni ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, Elia atau salah seorang nabi zaman dahulu telah bangkit.

Kedua: “Menurut kalian, siapakah Aku ini?” Ini adalah pertanyaan yang sulit. Para murid saling memandang satu sama lain, menggarukkan kepalanya seakan tidak mampu menjawabnya. Petrus dengan bantuan dari Bapa di surga, membuka mulutnya dan berkata, “Engkaulah Kristus dari Allah”. Artinya Yesus adalah Kristus, Dia yang dikuduskan, ditahbiskan berasal dari Allah. Yesus adalah Allah sendiri.

Yesus adalah Kristus dari Allah. Ini sebuah jawaban yang benar tetapi Yesus menambahkan bahwa Ia adalah Kristus yang akan menanggung banyak penderitaan, mengalami penolakan bahkan dibunuh tetapi dibangkitkan pada hari yang ketiga. Konsekuensinya adalah setiap orang yang mengakui imannya bahwa Yesus adalah Tuhan harus bersedia untuk menjadi serupa dengan-Nya. Ia harus menyangkal dirinya, memikul salib dan mengikuti-Nya dari dekat.

Pada zaman ini salah satu tantangan bagi kita adalah bagaimana mengakui iman kita secara pribadi. Tuhan Yesus selalu bertanya kepada anda dan saya: “Menurut anda, siapakah Aku ini”. Banyak kali kita sulit menjawabnya karena kita belum beriman, hanya beragama saja. Kita hanya mengaku beragama katolik tetapi belum beriman kristiani. Itu sebabnya kita belum bisa menjawabi pertanyaan Yesus secara pribadi kepada kita. Namun demikian, modal kita adalah iman yang Tuhan berikan secara gratis kepada kita. Iman adalah meterai yang sudah menempel di hati kita. Mari kita berusaha untuk menumbuhkan, mengembangkan dan menunjukkannya dalam perbuatan-perbuatan yang nyata supaya semua orang bisa memuliakan Tuhan sang pemberi iman.

Doa: Tuhan Yesus, Engkau selalu bertanya kepada kami “Siapakah Aku ini bagimu? Bantulah kami supaya bisa menjawabnya dengan baik dan benar melalui hidup kami yang nyata di hadirat-Mu. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply