Homili 16 November 2015

Hari Senin, Pekan Biasa XXXIII
1Mak 1:10-15.41-43.54-57.62-64
Mzm 119:53.61.134.150.155,158
Luk 18:35-43

Mengapa anda masih setia?

imageSaya barusan mendapat telepon dari salah seorang mantan romo. Ia mengaku masih punya andil untuk mendukung panggilan hidup bakti di dalam Gereja katolik. Oleh karena itu ia berdoa dan ikut mempromosikan panggilan termasuk panggilan untuk kongregasi kami. Saya menanyakan kepadanya alasan mengapa sekarang ia rajin mencari panggilan sementara dirinya sendiri keluar dari jalur panggilan imamat. Ia menjawabku, “Kesetiaan itu mahal! Setelah saya bukan lagi hidup sebagai imam tertahbis saya masih merasa bahwa kesetiaan itu mahal. Sekarang ini saya sudah menjadi awam dan berkeluarga masih merasa bahwa kesetiaan itu mahal. Saya baru sadar bahwa kesetiaan itu mahal karena kesetiaan itu adalah bagian dari Tuhan Allah sendiri”. Sebelum menutup telepon, ia bertanya kepadaku: “Mengapa anda masih setia?” Saya merenungkan pertanyaannya dan merasa bahwa apa yang disharingkan mantan pastor ini baik adanya.

Beberapa hari yang lalu saya mengunjungi rumah seorang bapa yang sudah lansia. Ia sedang sakit keras. Opa itu meminta melalui anaknya untuk menjadi katolik. Ia pernah tidak setia di dalam hidup perkawinan. Ia menjauh dari keluarganya, membiarkan istri dan anak-anaknya menderita. Ada luka bathin yang mendalam dari istri dan anak-anak terhadapnya. Tetapi setelah tujuhbelas tahun ia sakit keras dan dikembalikan oleh istri mudanya ke rumah istrinya yang pertama. Sama seperti anak yang hilang, ia diterima dengan baik. Ketika saya membaptisnya ia berkata: “Pastor, saya mempunyai banyak dosa tetapi saya mencintai Yesus 200 persen”. Istrinya belum menjadi orang katolik tetapi ia berkata kepadanya: “Bertobatlah, saya juga mengampunimu”. Anak-anaknya juga dengan tulus menerima dan merawatnya. Saya melihat bahwa kesetiaan itu memang mahal. Hanya orang yang beriman dapat menghayati kesetiaan hidup dalam panggilan selama-lamanya.

Pada hari ini kita mendengar kisah dari bacaan pertama dari Kitab Makabe di mana orang-orang Israel pada abad kedua menunjukkan ketidaksetiaan mereka kepada Allah yang benar. Dikisahkan bahwa ada beberapa orang jahat yang meyakinkan Israel dengan kata-kata ini: “Marilah kita mengadakan perjanjian dengan bangsa-bangsa sekeliling kita. Sebab sejak kita menyendiri, maka kita ditimpa banyak malapetaka”. Raja Antiokhus Epifanes menerima usul orang jahat ini bahkan mereka diberi hak khusus untuk mengikuti adat istiadat bangsa lain. Gelanggang olahraga mereka dirikan. Dalam situasi seperti ini raja membuat dekrit yang mengharuskan semua warga Israel untuk menjadi satu bangsa. Konsekuensinya adalah banyak orang harus mengikuti arus mayoritas yakni mengikuti adat istiadat bangsa lain. Kebiasaan-kebiasaan baik untuk menyembah Allah yang benar ditiadakan dan harus menyesuaikan diri dengan titah raja. Raja pun dipuja menyerupai Tuhan.

Dosa-dosa Israel semakin menjadi-jadi. Banyak orang berpindah agama dan keyakinan mengikuti kehendak raja. Mereka menyembah berhala dengan mempersembahkan hewan kurban, hari sabat dicemarkan, patung berhala ditempatkan di mana-mana supaya dapat dipuja. Mezbah-mezbah pun didirikan untuk menyembah berhala. Kitab Taurat disobek dan orang dihukum mati. Namun demikian, ada diantara mereka yang masih setia kepada Yahwe. Mereka memilih lebih baik mati dari pada berbuat dosa. Dengan demikian murka Allah menyelimuti Israel, tetapi orang-orang yang setia kepada Allah diselamatkan.

Bacaan pertama membicarakan hal-hal yang konkret di dalam kehidupan kita. Kesetiaan itu mahal harganya. Orang yang setia adalah orang yang memiliki iman dan harapan kepada Tuhan. Orang yang setia akan memilih lebih baik mati dari pada berbuat dosa. Orang-orang yang tidak setia akan mudah menjadi murtad, tidak bertahan dalam derita, mencari pola hidup gampang, tetap berada di zona nyaman. Murka yang hebat akan menimpah diri mereka. Cobalah kita memeriksa bathin kita. Mungkin saja ada banyak berhala-berhala di dalam hidup ini. Berhala-berhala yang menghalangi kita untuk bersatu dengan Tuhan. Mari kita singkirkan berhala-berhala itu dan menyembah Allah yang benar.

Di dalam bacaan Injil, kita mendengar kisah penyembuhan yang dilakukan Yesus terhadap seorang buta di Yerikho. Ia seorang pengemis, miskin dan buta dan selalu duduk di pinggir jalan raya. Ketika mendengar banyak orang lewat, ia menunjukkan rasa ingin tahunya dengan bertanya apa gerangan yang sedang terjadi. Orang mengatakan kepadanya bahwa Yesus orang Nazareth sedang lewat. Ia dengan tidak malu-malu memanggil Yesus pada level yang manusiawi: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Orang-orang yang berjalan bersama Yesus menghalanginya dengan teguran: “Diamlah!’ Namun Yesus berhenti dan menyuruh orang mengantarnya kepadaNya. Yesus bertanya kepadanya keinginannya. Ia menjawab : “Tuhan semoga aku melihat”. Yesus pun berkata: “Melihatlah, imanmu telah menyelamatkan dikau.” Sejak saat itu ia menjadi sembuh dan memuliakan Allah. Ia pun melihat terang dalam diri Yesus. Orang-orang yang hanya ikut ramai pun melihat mukjizat dan memuliakan Allah.

Kisah orang buta ini merupakan gambaran diri banyak orang yang mencari Tuhan. Mereka memiliki mata namun tidak melihat. Kerinduan untuk mencari dan menemukan Tuhan dimulai dari hal-hal yang sederhana dan manusiawi. Si buta tanpa nama ini memanggil Yesus, Anak Daud, nama yang menunjukkan bahwa Yesus masuk dalam keluarga manusia. Semakin lama ia sadar dan mengenal Yesus sebagai Tuhan. Ia pun berkata, “Tuhan, semoga aku dapat melihat”. Lihatlah arah pertumbuhan imannya kepada Yesus. Dia beranjak dari pengalaman sederhana, manusiawi akhirnya mengenal Yesus sebagai Tuhan. Si buta ini juga mengalami halangan untuk berjumpa dengan Yesus. Ia ditegur sesama di sekitarnya tetapi ia tetap berani memanggil nama Tuhan. Ia menjadi simbol pendoa yang tidak jemu-jemu. Berdoalah kapan dan dimana pun anda berada, dalam situasi apa saja. Tuhan pasti akan mendengar seperti yang dilakukan Yesus sendiri. Pertumbuhan iman orang buta ini menjadi inspirasi bagi kita. Kita harus bertumbuh dalam iman! Kita harus berusaha untuk melihat terang. Terang sejati adalah Yesus sendiri. Kita semua pasti merindukanNya!

Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk hidup sebagai orang benar. Hidup sebagai orang benar berarti memiliki prinsip hidup setia kepada Tuhan karena Tuhan juga setia kepada manusia. Orang yang setia akan terus mencari dan menemukan Yesus dalam kehidupannya setiap hari. Bagaimana dengan anda dan saya? Apakah kita dapat menjadi orang yang setia, yang mengalami kesembuhan dan keselamatan dari Tuhan? Mari, bertumbuhlah sebagai orang yang setia.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply