Homili 23 November 2015

Hari Senin, Pekan Biasa XXXIV
Dan. 1:1-6,8-20
MT Dan. 3:52,53,54,55,56
Luk. 21:1-4

Berani berbagi, siapa takut?

imageSaya pernah mengunjungi seorang rekan imam di sebuah Paroki yang terletak di pinggiran kota. Saya menunggu di ruang tamu sambil memperhatikan kalender kegiatan pastoral di paroki itu. Arah pandangan saya berhenti sejenak pada sebuah tulisan: “Berani berbagi, siapa takut?” Ini adalah sebuah tema rekoleksi bersama Orang Muda Katolik (OMK) dari sebuah lingkungan di paroki itu. Saya menduga bahwa ada kemungkinan mereka sedang mencari dana untuk kegiatan ini. Pertemuan berjalan lancar hingga saatnya saya kembali ke komunitas. Saya tetap memikirkan tema rekoleksi ini, membayangkan kesibukan panitia dan peserta yang semuanya adalah orang muda katolik, harapan gereja kita. Saya merasa optimis bahwa orang muda katolik di lingkungan yang menyelenggarakan kegiatan ini akan belajar untuk berbagi, mereka berani berbagi tanpa takut atau membuat sebuah perhitungan untung dan ruginya. Mereka akan menjadi generasi yang suka bermurah hati.

Salah satu kelemahan kita dalam berbagi adalah selalu membuat perhitungan tertentu. Misalnya, kita melihat siapa yang hendak dibantu dan apa latar belakang kehidupannya. Kita suka menceritakan kepada sesama semua jenis bantuan, mungkin ada tujuannya supaya mendapat pengakuan dan pujian seperlunya. Mungkin kita semua lupa bahwa segala yang kita miliki di dunia ini sifatnya sementara, hanya barang pinjaman saja dari Tuhan. Maka hal yang harus kita lakukan adalah bermurah hati kepada sesama. Tuhan Yesus berkata: “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.” (Luk 6:36). Di tempat lain, Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang murah hatinya karena mereka akan beroleh kemurahan.” (Mat 5:7). Orang yang suka menceritakan bantuan yang diberikan kepada sesama masih memiliki keterikatan hati dan harta sebab di mana hartanya berada, di situ hatinya juga berada (Mat 6:21).

Tuhan Yesus senantiasa bersabda untuk membuka mata hati kita, menjadikan kita sebagai pribadi-pribadi yang murah hati dan suka memberi. Hanya kesadaran kita untuk bermurah hati dan berani berbagi masih lemah. Dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus memberi sebuah contoh praktis tentang orang-orang kaya dan seorang janda miskin yang sama-sama masuk ke dalam Bait Allah untuk berdoa dan memberi pesembahan dalam peti persembahan. Orang-orang kaya memasukan persembahan mereka, tanpa sadar mereka memamerkan sejenak biar ada orang yang tahu bahwa mereka sedang memberi persembahan. Perasaan bathin mereka sangat berbeda dengan seorang janda miskin yang saat itu juga memasukan dua peser ke dalam peti itu (Luk 21:1-2). Yesus memandang janda itu sebagai pribadi yang memiliki kasih yang besar dan tulus kepada Tuhan dan sesama.

Reaksi Yesus terhadap pengalaman ini adalah segera menyadarkan para murid-Nya untuk menjadi murah hati dan suka memberi. Ia berkata kepada mereka: “Sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.” (Luk 21:3-4). Artinya Yesus menunjukkan model orang yang memberi dengan sukacita meskipun dia sendiri sebenarnya sedang membutuhkan dua peser itu. Memang janda miskin tanpa nama ini juga sadar diri bahwa dengan memberi maka ia juga akan menerima lebih dari itu. Kotak-kotak persembahan itu nantinya juga dialokasikan untuk kaum papa dan miskin termasuk para janda dan anak-anak.

Sekarang marilah kita memikirkan hidup kita di hadirat Tuhan dan sesama dalam Gereja. Ketika kita pergi ke Gereja untuk beribadat, kita memberi kolekte atau derma dalamm kotak-kotak yang sudah disiapkan. Ketika ada hari Raya Natal atau Paskah, kita juga memberi derma. Masih ada kartu tertentu untuk pastoran dan aneka kebutuhan Gereja. Ada juga gerakan ayo sekolah dan ayo kuliah. Semuanya berujung pada duit. Nah umat mudah sekali mengatakan bahwa segala bentuk sumbangan itu untuk menghidupkan para pastor. Dalam banyak hal, umat tidak mengetahuinya dan suka salah sangka. Pada prinsipnya kolekte itu bukan untuk menggaji para pastor. Kolekte itu dari umat, oleh umat dan untuk umat. Kolekte itu dialokasikan untuk memberi hosti, anggur, lilin, perlengkapan di dalam gereja, dana bagi kaum miskin, kematian, stipendium untuk pastor tamu, perawatan gereja, menggaji karyawan, keperluan orang muda katolik dan lain sebagainya.

Para pastor yang mengabdi di paroki-paroki dan lembaga milik keuskupan mendapat uang saku dari keuskupan dalam jumlah tertentu. Selebihnya ia hidup dari pelayanannya. Ia menerima stipendium dan iura stole yang nantinya dipergunakan dalam pastoran secara bersama-sama sesuai dengan aturan yang berlaku di keuskupan. Oleh karena itu, umat jangan memberinya sembunyi-sembunyi karena isi amplop itu bukan untuk pastor tetapi untuk keperluan Gereja dan Pastoran. Semua ini tetap dilaporkan kepada dewan keuangan di setiap keuskupan. Maka kalau memberi derma, berilah dengan murah hati dan jangan main hitung-hitungan karena Tuhan juga tidak pernah main hitungan dengan kita.

Dalam bacaan pertama, kita berjumpa dengan orang-orang yang murah hati dan pandai untuk mengabdi. Raja Nebukadnezar meminta kepada Aspenas kepala istana untuk membawa pemuda-pemuda keturunan raja atau bangsawan yang cakap untuk bekerja dalam istana raja. Mereka adalah Daniel, Hananya, Misael dan Azarya. Mereka dididik selama tiga tahun dan mendapat kebijaksanaan yang luar biasa. Hal yang bagus adalah mereka tidak menajiskan diri mereka. Artinya mereka tetap hidup kudus di hadirat Tuhan dan penuh kebijaksanaan sebagaimana terungkap dalam perikop kita: “Dalam tiap-tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja kepada mereka, didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya.” (Dan 1:20).

Hal yang menarik perhatian kita adalah keempat pemuda ini berani memberi diri tanpa takut kepada raja Nebukanezar. Mereka mau menunjukkan kepada raja, iman dan kasih mereka kepada Yahwe. Tuhan pun memberikan kebijaksanaan kepada mereka. Orang yang mural hati akan mendapat kemurahan dari Tuhan.

Pada gari ini kita mendapat kekuatan dari figur janda miskin salam injil yang memberi dennen sukacita, kita juga berjumpa dengan Daniel, Hanna, Misael dan Azarya. Mereka adalah orang-orang yang setia kepada Tuhan. Mari kita mengikuti jalan Tuhan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply