Homili, 5 Januari 2016

Hari Selasa, Setelah Penampakan Tuhan
1Yoh. 4:7-10
Mzm. 72:2,3-4ab,7-8
Mrk. 6:34-44

Milikilah hati yang berbelas kasih!

imageAda seorang pemuda, pernah merasa heran dengan seorang bapa yang menjadi tetangga barun di lingkungannya. Ia mulanya merasa segan bercampur takut ketika bertemu untuk pertama kalinya. Penampilan fisiknya menakutkan karena kelihatan kasar, rambutnya kriting, badan kekar dan tinggi berkulit gelap. Ia pernah nyaris jatuh ketika bersepeda di depan rumahnya. Pada suatu hari ia merasa sangat membutuhkan bantuan orang lain untuk mengangkat barang-barang berat di rumahnya. Ia berdiri di depan pintu rumahnya, berjalan kesana kemari di halaman rumahnya dan tiba-tiba ada suara yang berasal dari tetangganya. Bapa itu bertanya, “Nak, apakah anda sedang menunggu seseorang?” Pemuda itu menjawab, “Saya tidak menunggu seseorang om.” Bapa itu berkata, “Anda kelihatan gelisa, apakah sedang memiliki masalah?” Pemuda itu menjawab, “Saya sedang mencari orang untuk membantuku memindahkan barang-barang di dalam rumah.” Bapa itu menawarkan dirinya untuk membantu, dan dalam waktu singkat semua barang sudah tertata rapih. Pemuda itu merasakan sebuah pengalaman yang luar biasa yakni, semua penilaian negatif terhadap bapa itu hilang dengan sendirinya, dan merasakan kasih serta kebaikan Bapa itu.

Banyak kali, kita juga memiliki pengalaman yang mirip dengan pemuda ini. Kita mudah menilai kehidupan orang dari “cashing-nya” saja, seperti penampilan fisiknya, cara dia berbicara dan berpakaian atau lingkungan di mana ia tinggal. Kita sebenarnya harus jujur dengan diri sendiri bahwa kita memang membutuhkan waktu dan kesempatan untuk mengenal dengan baik sesama, menerima mereka apa adanya dan mengasihi mereka. Sesama adalah anugerah terbaik dari Tuhan untuk kita kasihi. Mereka juga memiliki meterai kasih di dalam hidup mereka dan akan mengasihi kita juga.

Dalam masa Natal ini, kita belajar dari Tuhan Allah, bagaimana Ia mengasihi manusia secara sempurna. Ia tidak memandang kita sebagai orang berdosa saja, Ia justru mengasihi kita apa adanya dan memulihkan kita dari dosa dan salah yang kita perbuat. Ia mengasihi orang berdosa dengan menghancurkan dosa-dosa mereka. Para Penginjil bersaksi bahwa orang-orang yang datang kepada-Nya adalah orang-orang yang tidak sempurna dan bersedia untuk disempurnakan oleh Yesus. Mereka sakit secara jasmani dan rohani dan mereka semua merasakan kesembuhan. Keselamatan sungguh terjadi dan mereka mengalaminya. Ia sendiri memiliki hati yang penuh kasih sayang kepada manusia. Penginjil Markus menyebutnya, “hati yang tergerak oleh belas kasih”. Tuhan Yesus menampilkan wajah Bapa yang berbelas kasih kepada manusia yang berdosa. Ia laksana gembala yang baik yang memperhatikan domba-dombanya.

Apa yang dilakukan Tuhan Yesus kepada mereka saat itu? Penginjil Markus menekankan dua hal yang kita dengar bersama pada hari ini. Pertama, Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka. Isi ajaran-Nya adalah Injil sebagai sebuah khabar sukacita kepada mereka yang miskin dan papa. Kedua, Ia mengajarkan mereka untuk mewujudkan kasih dengan saling berbagi dalam dunia kehidupan. Kedua hal ini menjadi satu kesatuan. Artinya, sambil mengajarkan banyak hal, Ia juga berbagi dengan mereka, bahkan berbagi kehidupan yang amat memuaskan hidup mereka. Ia memberi diri-Nya secara total kepada manusia.

Hal yang kiranya berlawanan dengan kehendak-Nya untuk menampilkan wajah Bapa yang berbelas kasih adalah sikap para murid yang sangat manusiawi. Mereka datang dan meminta-Nya untuk menyuruh banyak orang yang menerima pengajaran-Nya supaya pergi mencari makan dan minum sendiri di daerah terdekat, padahal tempatnya sunyi dan hari sudah mulai malam. Para murid tentu menyadari ketidakberdayaan mereka untuk memberi makan kepada banyak orang, lagi pula mereka hanya memiliki sedikit persediaan makanan. Ketidakberdayaan itu ada karena mereka belum percaya sepenuhnya kepada Yesus. Ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk mengajar mereka bagaimana bisa berbagi sambil bersyukur. Ia menyuruh mereka untuk memberi banyak orang itu makan, dengan apa yang sedang mereka miliki yaitu lima roti dan dua ekor ikan. Jumlahnya memang sedikit tetapi berkualitas untuk banyak orang, yakni memuaskan lapar dan dahaga mereka. Mereka pun duduk berkelompok dan dalam jumlah tertentu seperti seratus dan lima puluh orang.

Tuhan Yesus lalu berekaristi bersama mereka: “Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, supaya dibagi-bagikan kepada orang-orang itu; begitu juga kedua ikan itu dibagi-bagikan-Nya kepada semua mereka. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang.” (Mrk 6:41-42). Para murid Yesus dan orang banyak yakni lima ribu orang laki-laki, belum terhitung perempuan dan anak-anak merasakan kepuasaan yang luar biasa. Mereka merasakan kelimpahan rahmat dan kasih Allah, ditandai dengan sisa roti dan ikan sebanyak dua belas bakul penuh.

Kisah Injil ini membuka jalan bagi kita untuk merasakan kasih Allah dan membaginya kepada sesama manusia. Tuhan Yesus di dalam Injil, tidak hanya mengajar dengan berbicara tetapi dengan berbuat. Ia tidak hanya mengajar orang untuk mengasihi tetapi Ia lebih dahulu mengasihi mereka. Para murid merasakannya. Dengan sedikit yang mereka miliki, tetapi ketika mereka bisa bermurah hati dengan berbagi kepada sesama maka kasih dan kebaikan itu akan melimpah dan dirasakan oleh banyak orang. Demikian juga kasih Allah akan turun dan berlimpah bagi banyak orang.

Apa yang harus kita lakukan?

Tuhan Allah sudah lebih dahulu mengasihi kita melalui Yesus Putra-Nya, maka kita pun mengasihi. Yohanes dalam suratnya mengajak kita supaya saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Karena baginya, barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. (1Yoh 4:7-8). Hakikat Allah adalah kasih maka kasih itu adalah bagian dari kehidupan kita. Kita semua lahir dan hidup dari Allah sebagai sumber kasih. Kasih Allah nyata dalam diri Yesus Kristus.

Yesus adalah Sabda yang menjadi daging dan tinggal bersama kita (Yoh 1:14). Ini adalah bukti nyata kasih Allah yang tiada berkesudahan bagi kita semua. Kita bisa hidup karena kasih Allah. Dosa dan salah kita pun diampuni-Nya. Yesus sendiri menununjukkan wajah Allah yang berbelas kasih kepada kita semua. Pada masa natal dan juga tahun kerahiman ilahi ini, marilah kita belajar mengalami Allah, merasakan kasih-Nya dan membagi kasih-Nya kepada sesama yang sangat membutuhkan. Kita dipanggil untuk memiliki hati yang berbelas kasih kepada semua orang karena Allah kita adalah kasih.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply