Homili 11 Januari 2016

Hari Senin, Pekan Biasa I
1Sam. 1:1-8
Mzm. 116:12-13,14,17,18-19
Mrk. 1:14-20

Aku juga berharga bagimu!

imagePada hari ini saya menulis status di medsos: “Tidak ada satu keluarga pun yang sempurna di dunia ini. Kita bisa saja beradu pendapat, berantam satu sama lain. Ada saja saat tertentu di mana kita tidak berbicara satu sama lain. Namun pada akhirnya, keluarga tetaplah keluarga. Kasih selalu menjadi segalanya.” Banyak teman memberi komentar dan jempol tertentu untuk status ini. Saya sendiri mengalami situasi ini dalam komunitas hidup bakti. Kami semua yang menghuni satu komunitas bertemu di saat dewasa, dengan latar belakang yang berbeda-beda. Kini kami membentuk sebuah komunitas untuk membangun persekutuan dan persaudaaan. Banyak kali kami sempat beradu pendapat, berantam, tidak berbicara satu sama lain. Ini semua adalah benang kusut dalam membangun relasi persaudaraan. Namun, kasih selalu menjadi segalanya. Semua orang berjumpa dengan kasih dan berkata satu sama lain: “Aku juga berharga bagimu.”

Pada hari ini kita berjumpa dengan sebuah keluarga dengan berbagai persoalan yang mereka miliki, bagai benang kusut yang tidak indah. Dikisahkan dalam Kitab Pertama Samuel bahwa Elkana dari daerah Remataim-Zofim di pegunungan Efraim, memiliki dua istri. Istri pertama bernama Hana dan kedua bernama Penina. Hana sudah memasuki usia senja tetapi belum dikarunia anak. Ia bahkan mendapat label “rahimnya sudah ditutup oleh Tuhan”. Ia hidup saleh dan selalu berharap kepada Tuhan. Penina dikarunia anak, tetapi sifatnya sombong sehingga selalu merendahkan Hana sebagai istri Elkana yang sah. Tentu saja perlakuan Elkana sebagai suami juga berubah. Ia pasti memiliki kecenderungan untuk memperhatikan Penina dan anak-anaknya.

Elkana memiliki kebiasaan mempersembahkan kurban kepada Tuhan di Silo. Pada waktu itu imam yang melayani di Silo adalah anak-anak Eli yakni Hofni dan Pineas. Setiap kali Elkana mempersembahkan kurban, ia memberikan kepada Penina dan anak-anaknya laki-laki dan perempuan, masing-masing satu bagian. Hana sebagai istri yang sah juga hanya mendapat satu bagian. Hana merasa diperlakukan tidak adil oleh Elkana suaminya. Penina juga menyakiti hati Hana dan membuatnya gusar. Ia sempat menangis di rumah Tuhan di Silo dan tidak mau makan. Sebagai suami yang bertanggung jawab, Elkana berkata kepada Hana: “Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?” ( 1Sam 1:8).

Pengalaman keluarga Elkana merupakan cerminan banyak keluarga masa kini, terutama keluarga yang karena tidak saling setia lalu menjadi poligama atau poliandri. Ada saja pribadi-pribadi yang menjadi korban ketidakadilan sosial dalam masyarakat. Seandainya orang bisa berubah dan saling menerima apa adanya maka nilai-nilai kehidupan sesama manusia bisa dihargai. Sifat egois dan kesombongan akan mudah menghancurkan keluarga-keluarga manusia.

Tuhan Yesus dalam Injil mendapat tugas istimewa untuk mewartakan Injil di Galilea. Dalam pewartaan-Nya, Ia menekankan dua aspek penting yang harus dilakukan manusia karena urgensi Kerajaan Allah, yakni bertobat dan percaya kepada Injil. Bertobat berarti berubah. Berubah dalam cara berpikir, berprilaku, disposisi batin dan pilihan hidup sehingga Tuhan Yesus bisa menjadi Kristus dan Guru dalam hidup kita. Dengan berubah kepada Kristus maka tidak ada dosa, ingat diri yang berlebihan, dan rakus. Pertobatan yang benar mengandaikan perubahan dalam hati menjadi suci dan murni (Mzm 51:17).

Percaya berarti menerima Yesus dalam Sabda-Nya, dan mengenal kasih Allah kepada kita. Allah yang memberikan putra-Nya yang tunggal untuk menebus dosa setiap orang. Kita percaya bahwa Allah mengasihi kita dengan cara yang istimewa yakni mengorbankan Putra-Nya di atas kayu salib. Percaya berarti ikut berjalan bersama Kristus dan masuk di dalam kehidupan-Nya. Dia yang lebih dahulu mengasihi kita maka kita pun mengasihi Dia dan sesama kita. Dengan bertobat dan percaya maka kita akan berharga di hadirat Tuhan.

Tuhan Yesus juga memilih para murid yang nantinya dijadikan rasul untuk melanjytkan karya-Nya di dunia. Para murid adalah orang-orang sederhana, para nelayan di pantai danau Galilea. Tuhan mengetahui dan mengenal mereka maka Ia memanggil mereka dan menjadikan mereka mitra kerja yang benar. Mereka beralih profesi dari penjalan ikan menjadi penjala manusia. Mereka adalah Petrus dan Andreas, juga Yakobus dan Yohanes yang merupakan anak-anak dari Zebedeus. Ciri khas dari para murid pertama adalah kesediaan untuk mengikuti Yesus dari dekat. Mereka segera meninggalkan segalanya dan bersatu dengan Kristus.

Sikap para murid perdana ini melambangkan sikap bertobat dan percaya kepada Kristus. Mereka berubah dalam hidup pribadinya dan percaya kepada semua rencana Tuhan Yesus Kristus. Bertobat dan percaya kepada Injil tetaplah menjadi kekuatan bagi kita semua sebagai gereja. Dengan bertobat dan percaya kepada Injil maka kita akan menghargai sesama manusia. Perintah pertama dan utama yakni kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama akan menjadi bagian dalam kehidupan kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply