Homili 23 Februari 2016

Hari Selasa, Pekan Prapaskah II
St. Polykarpus
Yes. 1:10,16-20
Mzm. 50:8-9,16bc-17,21,23
Mat. 23:1-12.

Kamu semua adalah saudara!

imageKita merayakan peringatan St. Polykarpus. Beliau dikenal sebagai murid St. Yohanes Penginjil dan terpilih menjadi Uskup Gereja perdana di Smyrna (Turki). Banyak orang memusuhi Gereja ketika beliau menjadi uskup sekitar tahun 155. Akibatnya, ia ditangkap bersama umatnya tanpa memberi perlawanan, malah dengan senyum dan murah hati masih memberi makan kepada orang-orang yang hendak menangkapnya itu. Ia mengatakan kepada mereka bahwa ini merupakan kehendak Tuhan supaya ia ditangkap dan mengalami penderitaan. Ia juga masih meminta untuk berdoa sejenak sebelum dibelenggu dan diarak ke rumah prokonsul untuk diadili. Pada waktu itu ia dipaksa prokonsul untuk mengkhianati Tuhan Yesus dengan menyembah berhala kepada dewa dewi orang Romawi. Polikarpus dengan tegas berkata: “Sudah delapan puluh enam tahun saya mengabdi Kristus, dan tidak pernah saya alami Kristus berbuat salah kepadaku. Bagaimana mungkin saya menghujat Raja dan Penyelamatku? Tuhanku Yesus Kristus tidak hanya berkata: Bertahanlah dan teguhlah dalam imanmu; cintailah sesamamu; berbelaskasihanlah kepada sesamamu dan bersatulah di dalam kebenaran, melainkan Dirinya sendiri dijadikan contoh yang mencolok mata tentang semuanya itu.”

Perkataan Polikarpus ini adalah sebuah bentuk pengakuan imannya kepada Tuhan Yesus Kristus dan menolak segala berhala yakni dewa-dewi orang Romawi. Ia lalu dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Umatnya mencintai dia dan menulis di atas kuburnya: “Dirimu kami cintai melebihi berlian, kami sayangi melebihi emas permata, dan kami baringkan tubuhmu yang suci di tempat yang layak bagimu. Di tempat ini ingin kami berkumpul dengan gembira untuk merayakan ulang tahun wafatmu sebagai martir Kristus yang Jaya.” Polikarpus tetaplah orang kudus yang dikenang dalam Gereja karena keberaniannya untuk mempertahankan imannya, dan itulah kemartirannya.

Kisah kehidupan Santo Polikarpus ini menginspirasikan kita untuk mengerti bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini. Santo Polikarpus adalah seorang gembala yang memimpin umat dengan sederhana dan rendah hati. Ia melayani Tuhan Yesus dengan sukacita sampai tuntas. Ia aalah pemimpin umat yang tidak hanya berbicara muluk-muluk, tetapi menunjukkannya dalam perbuatan-perbuatan nyata. Perkataan dan tindakannya menyatu dalam hidupnya di tengah-tengah umatnya. Semangat kepemimpinan seperti inilah yang dikehendaki Tuhan Yesus bagi kita semua yang mengikuti-Nya. Tuhan Yesus menghendaki pemimpin yang melayani dengan sukacita dan rendah hati. Pemimpin yang tidak hanya banyak berbicara dan mengeritik orang lain tetapi yang suka turba (turun ke bawah), mengetahui situasi dan kondisi orang yang dipimpinnya supaya ia bisa lebih leluasa melayani mereka.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini memberi dorongan kepada kita untuk selalu belajar berbuat baik, mengusahakan keadilan supaya bisa menjadi saudara bagi semua orang. Ini merupakah kehendak Tuhan bagi kita semua selama masa prapaskah ini. Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus memberi kritik sosial kepada para ahli Taurat dan kaum Farisi yang banyak berbicara, bahkan seolah-olah lebih berkuasa dari pada Musa. Yesus bahkan menganggap mereka sebagai pribadi-pribadi yang sudah menduduki kursi Musa. Mereka merasa sangat berkuasa! Biasanya di dalam Sinagoga, ada kursi khusus yang disebut cathedra, diperuntukan bagi Musa. Ini adalah simbol kekuasaan pemimpin  pilihan Tuhan yang selalu mereka kenang. Kini mereka memiliki Musa baru, pemimpin sejati yang lemah lembut dan rendah hati yaitu Yesus Kristus.

Selanjutnya, Tuhan Yesus menghimbau para murid-Nya untuk menjadi pribadi-pribadi yang bijaksana dan pandai membaca tanda-tanda zaman. Inilah perkataan Yesus: “Turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” (Mat 23:3). Pengajaran para ahli Taurat dan kaum Farisi memang bagus, namun mereka tidak melakukannya di dalam hidup setiap hari. Hidup mereka jauh dari apa yang Tuhan kehendaki.

Inilah kelemahan-kelemahan para ahli Taurat dan kaum Farisi yang disebutkan oleh Tuhan Yesus: mereka menambah hal-hal lain yang tidak ada dalam hukum Taurat supaya orang lain lakukan, sedang mereka sendiri tidak melakukannya. Mereka bersikap munafik karena setiap pekerjaan yang mereka lakukan hanya untuk dilihat orang lain. Mereka mengenakan gaun-gaun khusus tidak seperti orang lain. Mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di dalam rumah-rumah ibadat. Mereka suka menerima hormat di pasar dan menyukai sapaan Rabi. Ini adalah semua kelemahan yang dimiliki oleh para ahli Taurat dan kaum Farisi sehingga Tuhan Yesus tidak mau supaya kita mengikuti perbuatan-perbuatan mereka.

Untuk melawan kelemahan-kelemahan para ahli Taurat dan kaum Farisi, Tuhan Yesus lalu melarang para murid-Nya supaya jangan membuka dan membiasakan dirinya dipanggil “rabbi” artinya guru, “bapa” dan “pemimpin”. Bagi Yesus, semua orang beriman adalah saudara. Semua sebagai saudara yang memiliki seorang Rabbi yang satu dan sama yaitu Tuhan. Rabbi bertugas untuk mengajar setiap orang (Yes 54:13; Yoh 6:45-46). Rabbi menulis hukum di dalam hati manusia (Yer 31:34). Para murid sebagai saudara hanya memiliki seorang Bapa yaitu Dia yang di surga. Para murid juga hanya memiliki seorang pemimpin yaitu Kristus.

Wujud persaudaraan yang benar adalah semangat melayani. Menurut Yesus, siapa pun yang terbesar adalah pelayan. Pelayan sejati itu belajar untuk rendah hati seperti Kristus yang meskipun Allah, rela merendahkan diri-Nya. St. Paulus berkata: “Yesus Kristus, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:6-11).

Tuhan melalui nabi Yesaya meminta kepada orang-orang Sodom dan Gomora untuk membasuh, membersihkan diri mereka dari dosa-dosa dan salah mereka. Mereka harus melakukan pertobatan dengan menjauhkan diri mereka dari perbuatan-perbuatan jahat di depan mata Tuhan. Mereka perlu belajar berbuat baik dan mengusakan keadilan di dalam hidup setiap hari. Perbuatan-perbuatan baik dan adil yang membuat mereka bisa menjadi saudara adalah mengendalikan orang-orang kejam, membela hak anak-anak yatim, memperjuangkan perkara janda-janda.

Perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan akan datang kembali kepada kita. Semua dosa dan salah yang kita lakukan akan diperhitungkan oleh Tuhan. Inilah perkataan Tuhan: “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” (Yes 1:18). Masa prapaskah menjadi kesempatan bagi kita untuk menjadi saudara bagi semua orang. Mari kita belajar berbuat baik dan bersikap adil. Mari kita belajar menjadi rendah hati. Sesungguhnya puasa yang benar adalah bertobat dan jangan berhenti berbuat baik kepada semua orang.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply