Homili 29 Februari 2016

Hari Senin, Prapaskah III
2Raj 5:1-15
Mzm 42: 2-3; Mzm 43: 3-4
Luk 4:24-30

Pengalaman tidak dihargai

imageAda seorang pewarta awam yang merasa kecewa dengan persekutuan doa di parokinya karena tidak pernah memanggilnya untuk membawakan pengajaran iman tertentu di dalam persekutuan doa parokinya. Padahal dia merupakan salah satu utusan dari paroki untuk mendapat pembinaan khusus sebagai pewarta awam. Namanya juga terdaftar sebagai pewarta awam di keuskupannya. Sementara itu persekutuan doa di paroki-paroki lain selalu memanggilnya dan ia melayani mereka dengan baik. Ketika mendengar sharingnya, saya diam sejenak kemudian mengatakan kepadanya bahwa bukan dia orang pertama yang merasakan seperti itu. Tuhan Yesus adalah orang pertama yang merasa tidak dihargai di tempat asalnya. Saya yakin bahwa banyak di antara kita juga merasakan hal yang sama. Pengalaman tidak dihargai dan pengalaman penolakan lebih banyak datang dari orang-orang di sekitar kita. Sikap mengapresiasi sesama dalam keluarga dan komunitas sangat terbatas dibandingkan dengan kesukaan mengapresiasi orang-orang lain.

Pada hari ini kita berjumpa dengan figur Tuhan Yesus. Ia merasa kecewa dengan orang-orang Nazaret yang mendengar Sabda dan menyaksikan pekerjaan-pekerjaan-Nya tetapi tidak membuka hati untuk percaya dan menerima-Nya sebagai Tuhan dan Penyelamat. Ketika Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa di Nazaret, orang-orang malah heran dan mempertanyakan kemampuan-Nya, karena mereka hanya mengenal Yesus sebagai manusia biasa. Mereka mengenal keluarga dan pekerjaan yang selama itu digeluti-Nya. Maka ketika Ia tampil beda di hadapan mereka, penolakan dan tidak menghargai menjadi pengalaman hidup-Nya di tempat asal-Nya. Puncak pengalaman penolakan Yesus adalah ketika Ia dijual oleh Yudas Iskariot, salah seorang rasul-Nya seharga tiga puluh perak. Dan juga orang-orang yang membuat-Nya menderita hingga wafat di kayu salib adalah kaum Yahudi yang merupakan saudara-saudara-Nya sebangsa.

Untuk membuka wawasan orang-orang Nazaret saat itu maka Tuhan Yesus mengambil dua figur penting di dalam Kitab Perjanjian lama yaitu nabi Elia dan Elisa. Mereka ikut menghadirkan Allah sebagai penyelamat bagi semua orang. Nabi Elia menghadirkan Allah yang mahabaik kepada seorang janda dan anaknya di Sarfat (1Raj 17:7-24). Nabi Elisa menyembuhkan Naaman orang Siria yang mengidap Lepra dengan menyuruhnya untuk membenamkan tubuhnya di sungai Yordan (2Raj 5:1-15). Janda dari Safat di Sidon berkata kepada nabi Elia rasa syukurnya: “Sekarang aku tahu, bahwa engkau abdi Allah dan firman Tuhan yang kauucapkan itu adalah benar.” (1Raj 17:24). Nabi Elisa juga mengalami hal yang sama dengan Naaman. Naaman berkata kepada Elisa: “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel.” (2Raj 5:15). Pengalaman pelayanan belas kasih Elia dan Elisa nantinya menjadi ciri khas misi gereja kepada kaum kafir dan bangsa-bangsa asing yang belum mengenal Kristus Yesus.

Contoh pelayanan belas kasih Elia dan Elisa didengar dengan baik oleh orang-orang di dalam rumah ibadat di Nazaret. Mereka tersinggung dan marah kepada Yesus. Mereka semua bangun dan menghalau-Nya ke luar kota dan mau melemparkan-Nya dengan batu namun Yesus pergi dengan melewati mereka. Orang yang tidak mampu melayani sesamanya, tidak akan merasakan kehadiran Tuhan di dalam hidup pribadinya. Yesus hanya akan lewat saja di dalam kehidupannya.

Sabda Tuhan pada hari ini membuka wawasan kita semua untuk menyadari hidup pribadi, dan juga tugas dan tanggungjawab kita sebagai sesama manusia. Kita semua mengakui diri sebagai pengikut Yesus Kristus maka dengan bangga kita menyebut diri sebagai orang Kristen. Orang Kristen berarti Kristus kecil yang sedang menghuni dunia. Masalahnya adalah apakah hidup kita mencerminkan arah panggilan kekristenan kita? Kita merasa sudah dibaptis, rajin ke Gereja untuk berdoa namun apakan kita sungguh-sungguh Kristiani?

Kita menjadi Kristen kalau hidup serupa dengan Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristus mengasihi kita maka kita juga mengasihi serupa dengan-Nya. Tuhan Yesus Kristus mengampuni maka kita juga mengampuni seperti-Nya. Tuhan Yesus Kristus mengajar kita untuk menerima semua orang apa adanya, yakni mereka yang lapar, haus, orang asing, orang sakit dan yang berada di dalam penjara. Apabila kita sadar dan melakukannya, kita melakukannya untuk Yesus sendiri (Mat 25:40). Mari kita belajar untuk menghargai dan menerima sesama apa adanya. Orang harus memuliakan Tuhan dan merasakan keselamatan karena pelayanan kita tanpa pamrih. Maka penolakan atau pengalaman tidak dihargai janganlah menghambat pelayanan kita. Teruslah melayani sampai tuntas.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply