Homili Hari Jumat Agung – 2016

Hari Jumat Agung
Yes 52:13-53:12
Mzm 31: 2.6.12-13.15-16.17.25
Ibr 4:14-16; 5:7-9
Yoh 18:1-19:42

Memandang Tubuh Yesus yang tersalib

From-Jesus-with-LoveAda seorang sahabat pernah bercerita tentang pengalamannya bersama Tuhan Yesus. Ia mengaku bahwa banyak kali ia meragukan dan mempertanyakan apakah Tuhan Yesus ada atau tidak ada. Ia sendiri merasa menderita ketika harus bergumul dengan pertanyaan tentang Tuhan Yesus. Pada suatu hari ia mengikuti acara paskah bersama di tempat kerjanya, dan masing-masing mereka menerima kupon dengan nomor undian tertentu yang akan diundi untuk mendapatkan hadiah-hadiah istimewa. Kebetulan nomornya dipanggil dan ia mendapat hadia sebuah patung Tuhan Yesus tersalib. Salibnya sangat bagus dan mempesona. Ia membawanya ke rumah dan meletakannya di kamar tidurnya. Setiap hari ia memandang Tuhan Yesus tersalib yang sama dan lama kelamaan ia merasakan kehadiran Tuhan Yesus di dalam hidup pribadinya. Lama kelamaan semua keraguan dan pertanyaan tentang Tuhan Yesus pun hilang dengan sendirinya karena ia merasakan kehadiran Tuhan Yesus. Dengan memandang Yesus yang tersalib, ia menemukan satu-satunya Penyelamatnya yakni Tuhan Yesus Kristus dan sejak saat itu ia tidak meragukan-Nya lagi.

Pada hari Jumat Agung ini kita semua coba mengangkat kepala dan memandang Yesus tersalib. Sambil memandang Tuhan Yesus tersalib, kita memandang seorang Pribadi ilahi yang amat mengasihi kita, dan kasih-Nya itu tidak berkesudahan. Kasih-Nya itu kekal, selama-lamanya. Pada hari ini kita semua mengenang Tuhan Yesus yang menderita dan wafat di kayu Salib, sambil kita secara pribadi, sesuai dengan peraturan Gereja, melakukan puasa dan pantang. Puasa dan pantang kita adalah usaha sederhana yang secara lahiria menunjukkan partisipasi kita pada penderitaan Yesus Kristus. Kita menunjukkan diri sebagai pribadi yang belajar dari Kristus yang menderita.

Tuhan Yesus tersalib muncul sebagai gambaran hamba Tuhan yang menderita sebagaimana diwartakan para nabi. Dia adalah Anak Domba yang dipersembahkan bagi banyak orang. Salib menjadi simbol terpenting selama perayaan hari Jumat Agung ini. Salib adalah takhta ilahi bagi sang Penebus yang mulia, tanda kemenangan bagi semua umat beriman. Hari Jumat Agung bukanlah hari di mana kita merana dan bersedih melainkan hari di mana kita semua bersukacita karena pengurbanan Yesus Putra Allah. Dari Salib-Nya mengalir terang kebangkitan-Nya yang mulia dan jaya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk berefleksi dengan memandang Kristus tersalib sebagai sumber keselamatan. Di dalam bacaan pertama kita mendengar himne hamba Tuhan yang menderita (Yes 53). Tuhan melalui Yesaya mula-mula memberi nuansa optimisme: “Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil! Ia akan ditinggikan, disanjung, dan dimuliakan!” Pikiran kita terarah pada Tuhan Yesus Kristus. Ia pun pernah mengalami ditinggikan di atas kayu salib dan semua orang memandang-Nya bahkan jati diri-Nya menjadi sempurna karena disanjung dan dimuliakan.

Selanjutnya Yesaya melukiskan hamba Tuhan yang menderita dengan wajahnya yang begitu buruk, tidak seperti manusia lagi. Artinya, Hamba Tuhan itu benar-benar menderita, wajah-Nya berlumuran dan tak seorang pun mengenalnya yang sedang menderita. Semua bangsa dan para pemimpin tercengang memandang Hamba Tuhan itu. Hamba Tuhan itu mengalami penghinaan yang keji, seorang yang penuh kesengsaraan. Orang pun tidak tertarik memandang Dia karena nenderita dengan keji.

Apakah Hamba Tuhan itu menderita karena kesalahannya? Dia menderita bukan karena kesalahannya. Sesungguhnya penyakit kita yang ditanggungnya, kesengsaraan kita yang dipikulnya. Dia tertikam karena pemberontakan kita. Hamba Tuhan adalah orang benar dan dialah yang akan membenarkan banyak orang. Hamba Tuhan itu menderita dan berpasrah kepada Penciptanya.

Dalam kacamata Kristiani, hamba Tuhan adalah gambaran Tuhan Yesus Kristus sendiri. Dia adalah Anak Allah yang menderita bagi kita semua. Kita semua mendengarnya dalam kisah sengsara menurut penginjil Yohanes. Dalam kisah sengsara Tuhan Yesus menurut Yohanes memang terdapat banyak persamaan dengan apa yang digambarkan para penginjil Sinoptik, namun ada hal-hal khusus yang di gambarkan oleh Penginjil Yohanes. Misalnya dialog antara Yesus dan Pilatus tentang kebenaran. Hal lain yang diungkapkan oleh Pilatus: “ecce homo” yang sebenarnya mengingatkan kita pada Yesus sebagai sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Yesus juga mengingatkan Pilatus bahwa ia tidak memiliki kuasa apa pun terhadap-Nya.

Namun ada satu bagian dari kisah sengsara Yesus yang sangat bermakna yaitu pakain Yesus tidak dibagi-bagi tetapi mereka membuang undi sehingga jubah Yesus itu tetap utuh. Ini adalah simbol persekutuan gereja Kristus. Demikian juga penyerahan bunda Maria kepada Yohanes dan Yohanes kepada bunda Maria juga merupakan simbol gereja. Lambung Yesus ditikam sehingga keluar darah dan air juga merupakan lambang sakramen-sakramen di dalam Gereja khususnya Pembaptisan dan Ekaristi.

Mengapa Tuhan Yesus memberi diri-Nya sebagai kurban tebusan bagi banyak orang. Surat kepada umat Ibrani memberikan gambaran yang indah bahwa Yesus Anak Allah adalah Imam Agung kita. Ia mengalami banyak penderitaan selama hidup-Nya. Ia telah belajar menjadi taat, dan menjadi pokok keselamatan abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya. Yesus Kristus sungguh-sunguh manusia karena bisa menderita hingga wafat di kayu salib. Ia sungguh-sungguh Allah karena bangkit dengan mulia dari kematian-Nya.

Pada hari ini kita boleh bersukacita kemandang Kristus tersalib. Dari salib-Nya mengalir sungai kerahiman Allah. Dosa dan kelemahan kita lenyap, hidup baru dan martabat baru kita alami sebagai anak-anak Allah. Dengan salib suci Tuhan Yesus telah menebus anda dan saya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply