Homili 13 Mei 2016

Hari Jumat, Pekan Paskah VII
Kis 25 13-21
Mzm 103:1-2.11-12.19-20ab
Yoh 21:15-19

Berani mati untuk memuliakan Tuhan

REGINADELLAPACETertulianus adalah seorang Bapa Gereja, pernah berkata: “Il sangue dei martiri è il seme dei cristiani” (Da Apologeticum, 50, 13). Artinya “Darah para martir adalah benih kristiani”. Jadi darah para martir yang tidak bersalah itu menyuburkan iman Kristiani. Kardinal Kurt Koch, selaku pejabat Negara Vatikan untuk oikumene mengubah sedikit perkataan Tertulianus ini dengan berkata: “Il sangue dei martiri cristiani è un grande dono per la chiesa” (Darah para martir kristiani adalah hadiah terbesar bagi Gereja). Kardinal Kurt mengatakannya sebagai hadiah terbesar karena darah mereka dapat mempersatukan seluruh Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Pada saat ini banyak saudari-saudara kita di tempat tertentu mengalami penindasan, dibunuh secara tidak manusiawi. Mereka adalah Yesus Kristus yang hidup saat ini. Mereka sangat mencintai Yesus, mengikuti-Nya sampai tuntas. Itulah para martir Kristus di dunia saat ini.

Pada hari ini seluruh Gereja Katolik juga memperingati Bunda Maria dari Fatima. Ini adalah tahun ke-99 Bunda Maria menampakkan dirinya kepada tiga anak gembala yang miskin yakni Lucia de Jesus (10), Francisco Marto (9) dan Jacinta Marto (7). Salah satu pesan istimewa dari Bunda Maria melalui ketiga gembala kecil ini adalah supaya kita rajin berdoa untuk kepentingan diri, gereja dan dunia. Bunda Maria melalui ketiga gembala kecil, menunjukkan visi gereja masa depan yang mengalami banyak penderitaan. Selalu ada bayang-bayang kemartiran di dalam gereja. Maka dengan berdoa, bermatiraga dan laku tapa bisa membuat dunia menjadi sebuah paguyuban penuh kedamaian.

Dari bacaan-bacaan liturgi, kita berjumpa dengan dua orang rasul besar yakni Petrus dan Paulus. Kedua-duanya akan menunjukkan dirinya sebagai martir karena mengorbankan diri selama masih hidup sampai wafat bagi Yesus Kristus. Petrus dipanggil ketika masih bekerja sebagai seorang nelayan. Ia segera meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus dan Yesus menjadikannya sebagai penjala manusia. Tuhan Yesus melihat kemampuannya melebihi teman-temannya maka ia pun diangkat menjadi kepala atas para rasul dan jemaat. Ia sendiri mengakui Yesus sebagai yang Kudus, Anak Allah dan berjanji untuk menyerahkan nyawanya bagi Yesus. Namun kemanusiaannya masih lebih unggul. Ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali.

Tuhan Yesus selalu melakukan pendekatan pertama untuk memulihkan relasi. Setelah bangkit dari kematian-Nya, Ia datang, mendekati para murid-Nya, menyiapakan sarapan pagi bagi mereka. Setelah sarapan bersama, Ia meminta Petrus untuk membaharui kaul atau janji setianya untuk menjadi seorang gembala yang mengasihi Tuhan lebih dari segalanya. Mula-mula Yesus bertanya apakah Simon Petrus mengasihi Yesus lebih dari teman-temannya yang lain. Ia menjawab apa adanya dengan mengatakan bahwa benar adanya dan Tuhan Yesus sendiri tahu bahwa ia mengasihi-Nya. Petrus mendapat mandat untuk menggembalakan “kambing-kambing kecil” milik Yesus. Jadi, Petrus sebagai gembala bertugas untuk memperhatikan orang-orang kecil, mereka yang baru memulai ziarah iman mereka bersama Kristus. Ini harus menjadi optio fundamental bagi Petrus.

Untuk kedua kalinya Yesus mengulangi pertanyaan tentang kasih kepada Simon Petrus dengan mengurangi kalimat “lebih dari mereka ini”. Petrus memberi jawaban yang sama. Sekali lagi Tuhan Yesus memberi mandat kepadanya untuk menggembalakan domba-domba milik Yesus. Kali ini ia naik tingkat dari kambing ke domba. Yesus sendiri turun tingkat dalam dialog-Nya supaya Petrus bisa mengerti maksud-Nya. Untuk ketiga kali Yesus bertanya tentang kasih dan Petrus semakin sadar diri sehingga ia sedih dan mengakui bahwa ia mengasihi Yesus. Tuhan Yesus tetap pada pendirian untuk memberi mandat kepada Petrus sebagai gembala. Tuhan Yesus diakui Petrus sebagai Dia yang mengetahui segala sesuatu.

Tuhan Yesus tidak berhenti pada penugasan Petrus sebagai gembala di dalam Gereja-Nya. Masa depannya sebagai pemimpin dan gembala langsung disampaikan Yesus kepadanya. Ketika masih muda, Petrus leluasa mengatur diri dan orang lain. Ia bisa pergi ke mana-mana, namun ketika memasuki usia senja, ia akan mengulurkan tangannya dan membiarkan orang lain membawanya ke tempat yang dia tidak kehendaki. Yohanes Penginjil mengatakan bahwa Tuhan Yesus sedang meluruskan masa depan Petrus. Ia juga akan mengikuti Yesus sebagai martir.

Bagaimana dengan St. Paulus? Kita mengenal sepak terjang St. Paulus dari Kisah Para Rasul dan surat-suratnya. Hidup dalam kegelapan dimulainya dengan menganiaya banyak oang Kristen. Namun dalam perjalanan ke Damaskus, ia ditangkap oleh Kristus yang bangkit mulia.  Cahaya yang diterimanya dari Yesus melampaui segalanya dan mengubah seluruh hidupnya menjadi baru. Ini adalah awal perubahan hidup St. Paulus. Ia melakukan perjalanan misionaris sebanyak tiga kali untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Banyak penderitaan dan kemalangan dialaminya.

Paulus mengakui dirinya sebagai tawanan roh tetapi kini ia benar-benar menjadi tawanan. Alasannya adalah Paulus sangat vocal dalam pewartaannya tentang Yesus dari Nazaret. Yesus memang sudah wafat tetapi dengan iman ia sangat percaya bahwa Yesus yang sama sudah bangkit dari kematian dan hidup di tengah-tengah mereka. Yesus sendiri bahkan sudah menampakkan diri kepadanya seperti seorang anak yang lahir sebelum waktunya (1Kor 15:8).

St. Petrus dan Paulus wafat sebagai martir dan memuliakan Allah. Hidup Kristiani akan bermakna kalau kita juga berani menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Yesus dari dekat. Maka kita membutuhkan Roh Kudus untuk menguatkan dan memberanikan kita dengan kebijaksanaan Allah. Kita butuh Bunda Maria, mempelai Roh Kudus untuk menuntun kita kepada Yesus Puteranya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply