Homili 7 Juni 2016

Hari Selasa, Pekan Biasa X
1Raj 17:7-16
Mzm 4:2-3.4-5.7-8
Mat 5:13-16

Setiap orang harus melihat perbuatanmu yang baik!

imageAda seorang Kepala Sekolah yang pernah bertindak sebagai seorang pendidik, pembina dan bapak yang baik bagi semua siswa. Setiap siswa yang pernah belajar di sekolah itu memiliki kesan yang sama seperti ini: “Bapak kepala sekolah adalah figur seorang bapa yang baik, karena ia selalu memberi nasihat-nasihat yang baik dan bagus”. Ada seorang mantan siswa di sekolah itu pernah diminta untuk memberi kesaksian pada kesempatan syukur ulang tahunnya yang ke-85. Inilah kesaksiannya yang masih saya ingat: “Saya selalu mengenang bapak Kepala Sekolah di dalam hidup saya. Ada satu kalimat yang beliau selalu mengulanginya ketika memberi wejangan kepada kami para siswa saat itu: ‘Kalian harus selalu berbuat baik. Setiap orang harus melihat perbuatanmu yang baik kapan dan di mana saja kalian berada’. Perkataan ini selalu saya ingat dan saya berusaha untuk berbuat baik. Beliau memang memberi nasihat seperti ini karena ia sendiri selalu berbuat baik kepada semua orang”

Tuhan menghendaki agar kita semua berbuat baik. Saya mengingat seorang pilot wanita pertama dari Amerika Serikat bernama Amelia Earhart pernah berkata: “Satu perbuatan baik menebar akar ke segala penjuru dan akar-akar itu tumbuh menjadi pohon baru.” Kata-kata yang sederhana memiliki makna yang mendalam bagi kita semua. Perbuatan baik akan merambat ke mana-mana, bertumbuh dengan subur dan mengubah kehidupan banyak orang. Mereka dapat mengenal Tuhan  dan percaya kepada-Nya sebagai sumber segala kebaikan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk mengerti dengan baik makna rohani dari sebuah perbuatan baik. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah perjumpaam nabi Elia dengan seorang janda di Sarfat. Pada waktu itu langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan (Luk 4:25), akibatnya Sungai Kerit menjadi kering. Orang tidak bisa bercocok tanam sehingga bahaya kelaparan menjadi ancaman yang serius. Tuhan mengutus nabi Elia untuk pergi dan berdiam di Sarfat, daerah Sidon. Daerah Sarfat sendiri berada di luar komunitas Yahudi. Orang-orang Yahudi bahkan beranggapan bahwa di luar daerah mereka tidak ada keselamatan. Mereka dianggap masih kafir!

Tuhan tentu tidak mau mencelakakan utusan-Nya. Mesikpun daerah Sarfat adalah daerah orang asing tetapi seorang janda telah disiapkan Tuhan untuk berbuat baik kepada nabi Elia. Perbuatan baik janda ini akan kembali kepada janda dan anaknya yang tunggal sehingga mereka bisa bertahan hidup dalam waktu yang lama. Artinya, Tuhan sendiri memberi diri-Nya menjadi santapan bagi mereka, melalui Sabda dan kehendak-Nya.

Apa yang terjadi? Perjumpaan nabi Elia dengan janda Sarfaat tidak terjadi di dalam Sinagoga, tetapi di tempat di mana janda itu sedang bekerja, mencari nafkah untuk kelangsungan hidup anak laki-laki dan dirinya. Nabi Elia adalah seorang asing, mendekati janda itu untuk meminta minum dan makan. Wanita itu menjawabi permintaan nabi Elia dengan mengatakan bahwa ia tidak memiliki sepotong roti. Ia hanya memiliki sedikit tepung dan minyak di dalam buli-buli. Pada saat itu ia sedang mengambil kayu bakar untuk menyiapkan roti dan menurutnya, setelah mereka makan roti itu maka mereka akan mati karena tidak ada lagi makanan.

Elia sebagai utusan Tuhan tetap meyakinkannya untuk tidak merasa takut untuk membuat roti baginya. Setelah Elia makan roti baru ia boleh membuat roti untuk anaknya dan dia. Nabi Elia mengulangi perkataan Tuhan Allah Israel bahwa: “Tepung dalam tempayan itu takkan habis, minyak dalam buli-buli tak akan berkurang sampai tiba saatnya Tuhan menurunkan hujan ke atas muka bumi”. Wanita itu belajar untuk berbuat baik di saat-saat ada kesulitan besar sedang berada di hadapannya. Ia membuat roti untuk nabi Elia, anaknya dan dirinya sendiri. Mukjizat terjadi sebagai buah dari kerahiman Tuhan yakni nabi Elia, anak laki-laki dan janda itu bertahan hidup sampai Tuhan mengirim hujan ke bumi. Perkataan nabi Elia mengandung kebenaran dan janji keselamatan yang datang dari Tuhan sendiri. Lihatlah bahwa perbuatan baik janda di Sarfat itu seperti bumerang atau akar pohon yang menebar untuk menumbuhkan sebuah pohon yang baru.

Dalam bacaan Injil kita semua mendengar penjelasan dan usaha Yesus untuk mengkonkretkan Sabda Bahagia bagi kehidupan manusia. Ia mengajar para murid-Nya bahwa mereka adalah garam dan terang dunia. Garam berguna untuk memberi rasa nikmat kepada makanan, dan mengawetkan makanan, sehingga kalau garam kehilangan rasa asinnya maka akan dibuang ke jalan-jalan supaya diinjak orang. Garam memberi kepada kita hikmat yang luar biasa. Garam bisa berguna ketika ia rela kehilangan wujudnya, merembes masuk ke dalam makanan dan dari dalam makanan itu ia memberi rasa nikmat pada makanan dan mengawetkannya.

Yesus juga mengatakan kepada kita untuk menjadi terang dunia. Terang ada karena ada kegelapan. Terang datang ke dunia dalam diri Yesus Kristus tetapi dunia masih menyukai kegelapan. Namun demikian terang Kristus mengalahkan kegelapan dunia dengan perbuatan baik-Nya. Yesus mengharapkan supaya orang selalu melihat perbuatan baik yang kita lakukan, dan dengan demikian nama Tuhan Allah semakin dimuliakan di atas bumi.

Sabda Tuhan pada hari ini memanggil kita untuk bersyukur kepada Tuhan. Kita bersyukur karena Tuhan lebih dahulu bebuat baik kepada kita. Kita bersyukur karena di dalam Gereja kita belajar untuk selalu berbuat baik kepada sesama manusia. Nah, Tuhan lebih dahulu berbuat baik bagi kita, mengapa kita masih sulit untuk berbuat baik? Kita telah menyembunyikan pelita di bawah gantang bukan meletakkannya di atas kaki dian sehingga nama Tuhan tidak dikenal dan dimuliakan. Ingat, hendaknya semua orang melihat perbuatanmu yang baik dan nama Tuhan dimuliakan. Mari kita berubah dengan memohon kerahiman Allah.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply