Homili 14 Juni 2016

Hari Selasa, Pekan Biasa XI
1Raj 21: 17-29
Mzm 51: 3-4.5-6a. 11.16
Mat 5:43-48

Kerahiman Allah menjadi nyata

imageAda seorang sahabat yang mengaku pernah memiliki seorang musuh. Ia bercerita bahwa pada mulanya mereka adalah teman yang baik, namun relasi pertemanan mereka nyaris putus karena hal sepeleh saja. Namun sejak saat itu semua kelemahannya diceritakan oleh temannya kepada orang-orang lain bahkan melalui media sosial. Ia pun mendadak menjadi tenar bukan karena kebaikannya melainkan karena kelemahan-kelemahannya. Sahabatku ini merasa sangat menderita karena semua hal yang disampaikan dan dibroadcast temannya itu rasanya telah menghancurkan sebagian hidupnya. Kehebatan sahabat saya adalah dia sangat tegar dan mengatakan bahwa dia bukan seperti yang disebarkan dalam media sosial di dunia maya.

Ia selalu merenungkan kata-kata Tuhan Yesus: “Kebenaran memerdekakan kita” (Yoh 8:32). Ia selalu berdoa dan memohon kepada Tuhan Yesus supaya pada suatu saat kebenaran itu benar-benar memerdekakannya, supaya dia juga dapat mengampuni temannya itu. Ia mengaku betapa sulitnya mengampuni temannya yang sudah masuk kategori musuhnya. Namun pada suatu kesempatan ia merasa disadarkan oleh perkataan seorang romo dalam homilinya: “Untuk apa anda merasa dendam terhadap sesama? Bukankah Tuhan kita maharahim kepada semua orang termasuk anda dan saya sehingga Ia menerbitkan matahari bagi orang jahat dan orang baik dan menurunkan hujan bagi semua orang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5: 45).

Pengalaman sahabat ini mengingatkan saya pada tulisan seorang teman di media sosial bunyinya: “Musuh paling sadis adalah teman sendiri”. Saya menduga bahwa ini adalah pengalaman pribadi bersama teman-temanya. Namun apakah benar bahwa teman bisa menjadi musuh yang paling sadis, kawan bisa menjadi lawan yang mematikan. Semua ini sangat tergantung pada kualitas relasi antar pribadi. Ketika ada sikap ingat diri (egois) maka hal-hal yang tidak diinginkan akan datang dengan sendirinya. Mario Teguh pernah berkata: “Seorang sahabat adalah dia yang saat bersamanya, anda bisa sepenuhnya menjadi diri anda sendiri tanpa harus berpura-pura.” Sahabat itu tidak akan mengambil keuntungan apa pun dari diri kita. Dia menjadi dirinya dan kita juga menjadi diri kita sendiri.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengungkapkan antitesis yang keenam. Antitesis ini mengatakan kepada kita bahwa sesuai dengan hukum lama yang berbunyi: “Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu” (Mat 5:43). Namun Yesus mengatakan bahwa sebagai murid-Nya kita harus mengasihi musuh karena mereka juga sesama yang patut dikasihi. Mengapa musuh patut dikasihi? Sebab Tuhan sendiri mengasihi semua orang. Demikian juga orang-orang yang menganiaya diri kita patut didoakan supaya mereka sadar diri untuk tidak menganiaya sesamanya. Bagi Yesus, kita bisa menjadi anak-anak Bapa di surga kalau kita sungguh-sungguh mengasihi. Dia sendiri menunjukkan kasih setia-Nya dengan menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang baik, dan menurunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar. (Mat 5:45).

Tuhan Yesus menghadirkan wajah kerahiman Allah. Ia menujukkan kerahiman-Nya kepada orang-orang yang jahat dan orang baik, orang benar dan orang yang tidak benar. Kerahiman Allah sungguh-sungguh nyata untuk semua orang. Allah saja mengasihi semua orang, mengapa kita masih sulit untuk mengasihi sesama? Kita mengingat kisah dalam bacaan pertama, di mana raja Ahab menunjukkan kejahatannya karena istrinya bersekongkol dengannya untuk membunuh Nabot sang pemilik anggur. Dikatakan persekongkolan karena Izebel membuat surat atas nama Ahab suaminya dan menandatanginya dengan aturan dan strategi untuk membunuh Nabot. Nabot pun dibunuh dan kebun anggurnya dikuasai oleh raja Ahab. Tuhan tidak tinggal diam. Ia memihak orang-orang kecil. Sebab itu Ia menyuruh Elia untuk menjumpai raja Ahab dan menegurnya.

Apakah raja Ahab berubah dari segala kejahatannya? Raja Ahab memang keras kepala namun ia takut akan Tuhan. Ia mulanya tidak menghendaki pertemuan dengan nabi Elia namun Tuhan memiliki rencana untuk menunjukkan kerahiman-Nya. Ahab mendengar semua perkataan Elia dan Tuhan melihatnya rendah hati. Maka Tuhan berubah pikiran terhadap raja Ahab. Ia menunjukkan sikap rendah hati dan takut akan Tuhan. Sebab itu Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya dengan mengampuni semua dosa Ahab karena Ahab bertobat secara radikal. Malapetaka tidak akan turun atas Ahab tetapi turun pada generasi setelah Ahab. Kerahiman Tuhan membaharui setiap pribadi sesuai dengan kehendak-Nya sendiri. Lihatlah, Ahab yang jahat sekali masih dikasihi Tuhan karena ia menyesali dosa-dosanya.

Tuhan Yesus berkata: “Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Para pemungut cukai juga berbuat demikian.” (Mat 5:46). Demikian juga dalam hal memberi salam. Yesus berkata: “Apabila kamu memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari perbuatan orang lain? Orang yang tidak mengenal Allah juga berbuat demikian.” (Mat 5:47). Pada akhirnya Yesus berkata: “Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga sempurna adanya.” (Mat 5:48).

Pada hari ini Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya kepada kita semua. Ia menunjukkannya dengan kasih tanpa batas, mengurbankan Yesus Kristus Putra-Nya kepada kita semua. Dengan demikian kita merasakan kerahiman-Nya dan kita menjadi sesama bagi semua orang. Orang yang merasakan kerahiman Allah akan mengasihi musuh-musuhnya dan mendoakan mereka yang menganiayanya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply