Homili Hari Minggu Biasa XII/C – 2016

Hari Minggu Biasa XII/C
Zak 12: 10-11;13:1
Mzm 63: 2abcd.2e-4.5-6.8-9
Gal 3:26-29
Luk 9:18-24

Merenungkan Wajah Kerahiman Allah saat ini

imageKita memasuki hari Minggu Biasa ke-XII/C dalam Masa Biasa. Hari Minggu ini juga bertepatan dengan sebuah peringatan popular yakni hari ayah (father’s day) yang banyak dirayakan oleh saudara-saudara di gereja yang lain. Hari ayah dikenang pada setiap hari minggu ketiga dalam bulan Juni. Mengapa? Perayaan ini di mulai pada awal abad ke-20 di Amerika Serikat, untuk melengkapi perayaan hari ibu. Perayaan hari untuk para ayah dilakukan pertama kali pada tanggal 19 Juni 1910, di Spokane, Washington oleh Sonora Smart Dodd. Ketika itu ia mendengar adanya perayaan peringatan hari ibu pada tahun 1909, sehingga ia meminta kepada pendetanya untuk memulai perayaan hari untuk ayah. Ia terdorong untuk merayakannya dengan meriah demi mengenang ayahnya, seorang pria hebat karena dapat membesarkan enam orang anaknya, meskipun dia seorang single parent. Di banyak negara yang lain mereka merayakan hari ayah pada tanggal yang berbeda. Kita mengucapkan selamat kepada para ayah. Paus Yohanes XXIII pernah berkata: “Lebih mudah bagi seorang ayah untuk memiliki anak dari pada anak untuk memiliki seorang ayah yang sebenarnya”.

Terlepas dari perayaan hari ayah yang tidak berhubungan dengan liturgi gereja kita, pada hari ini kita juga mendapat gambaran Allah sebagai seorang ayah yang baik dan penuh kerahiman dari bacaan-bacaan Kitab Suci. Ia menunjukkan wajah kerahiman-Nya pada Yesus Kristus anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita. Kita merasakan kerahiman-Nya dan berusaha untuk menghayati hidup sebagai orang Kristen sejati. Kita tidak hanya menerima sakramen pembaptisan tetapi harus menghayati nilai hidup Yesus di dalam diri kita sebagai orang yang sudah dibaptis.

Di dalam bacaan pertama kita mendengar Tuhan bernubuat melalui nabi Zakharia bahwa ada sebuah nada perkabungan yang besar di Yerusalem. Seluruh kota itu akan meratap. Ini berarti ada penderitaan yang besar yang dialami oleh umat Allah. Namun penderitaan itu akan mendatangkan berkat Tuhan bagi mereka. Inilah perkataan Tuhan: “Aku akan mencurahkan roh kasih dan roh permohonan atas keluarga Daud dan atas penduduk Yerusalem. Mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam, dan meratapi dia seperti meratapi anak tunggal; mereka akan menangisi dia dengan pedih seperti menangisi anak sulung” (Za 12:10).

Nubuat Tuhan ini mengingatkan kita pada Tuhan Yesus Kristus Tuhan. Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa ada seorang dari para prajurit menikam lambung Yesus dengan tombak, dan segera darah dan air mengalir keluar (Yoh 19:34). Kita mengenang hati Yesus yang mahakudus ditikam karena dosa dan salah kita. Darah dan air yang keluar dari lambung Yesus melambangkan sakramen-sakramen di dalam Gereja, yang menyelamatkan kita. Pada saat ini kita memandang Yesus dengan hati-Nya yang Mahakudus, hati-Nya yang tertikam karena dosa-dosa dan salah kita. Kita memandang wajah kerahiman Allah dalam diri Yesus Kristus Putra-Nya.

Dalam bacaan Injil, kita mendengar gambaran situasi komunitas Yesus. Pada suatu kesempatan, Ia berdoa seorang diri. Para murid mendatangi-Nya. Ini menjadi kesempatan Yesus menanyakan pengenalan dan iman mereka kepada-Nya. Mulanya Ia bertanya secara umum tentang pengenalan orang kebanyakan akan diri-Nya. Ini merupakan pertanyaan yang gampang maka mereka mudah menjawabnya: “Ada orang mengatakan bahwa Dia adalah Yohanes Pembaptis, Elia atau seorang nabi zaman dahulu yang bangkit”. Yesus memandang mereka dan bertanya lagi, siapakah diri-Nya menurut mereka sendiri. Hanya Petrus sebagai kepala para rasul yang dapat menjawab pertanyaan ini karena rahmat dari Bapa. Petrus mengakui Yesus sebagai Mesias, Anak Allah.

Tuhan Yesus mendengar pengakuan Simon Petrus. Ia tidak menunjukkan sebuah kebanggaan tersendiri. Ia malah membuka pikiran mereka untuk memandang-Nya sebagai Mesias yang menderita laksana Hamba Yahwe yang menderita, bukan Mesias yang jaya sebagaimana dipikirkan manusia. Sebab itu Ia berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan, dan ditolak oleh tua-tua, oleh para imam kepala dan para ahli Taurat, lalu dibunuh, dan dibangkitkan pada hari yang ketiga.” (9:22). Tuhan Yesus menunjukkan wajah kerahiman Bapa melalui penderitaan-Nya. Dalam peristiwa paskah-Nya, Ia menunjukkan Allah yang maharahim, yang menebus semua dosa dan salah kita.

Tuhan Allah selalu menunjukkan wajah kerahiman-Nya kepada manusia. Kita menemukan banyak orang yang menderita, merasakan perlakukan yang tidak adil, merasakan pelecehan martabat mereka. Pada wajah-wajah mereka yang sedih ini, kita semua hadir sebagai Gereja untuk menunjukkan wajah kerahiman Bapa kepada mereka. Tuhan Yesus bahkan meminta kita untuk menyangkal diri dan memikul salib setiap hari. Ia juga meminta kita untuk rela kehilangan nyawa karena diri-Nya, dan saat ini bagi kaum miskin dan papa yang menderita. Sikap heroik dan penuh kemartiran ini haruslah menjadi kekuatan bagi kita untuk berkurban dalam melayani Tuhan dan sesama yang menderita. Kita terpanggil untuk ikut menunjukkan wajah kerahiman Allah.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan kita bahwa kita ini adalah anak-anak Allah karena iman kepada Yesus Kristus. Kita semua telah mengenakan Kristus berkat adanya sakramen pembaptisan. Sakramen Pembaptisan membantu kita untuk tetap bersekutu dengan saudari dan saudara seiman, tanpa membedakan siapakah orang itu. Di dalam Yesus kita semua bertumbuh sebagai saudara dan bertugas untuk menunjukkan wajah kerahiman Allah Bapa kepada semua orang dalam karya dan pelayanan kita.

Kita bersyukur kepada Tuhan karena Sabda-Nya selalu menunjukkan jalan untuk merasakan kerahiman dan kasih-Nya. Marilah kita membuka diri untuk menjadi orang kristiani yang baik, dalam kata dan perbuatan kita setiap saat.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply