Homili 28 Juni 2016

Hari Selasa, Pekan Biasa XIII
Am 3:1-8.4:11-12
Mzm 5:5-6.7.8
Mat 8:23-27

Pertolongan-Mu begitu berarti bagiku

imageSaya pernah diundang untuk merayakan Misa Syukur untuk kesembuhan seorang ibu. Ia berobat ke Singapore selama hampir sebulan. Mulanya dokter ahli yang menanganinya menyerah karena penyakit mematikan itu sudah merambat ke organ-organ tubuh yang vital. Namun dokter yang tidak seiman dengan ibu ini masih berkata: “Silakan anda berdoa kepada Tuhan-Mu dan mintalah satu mukjizat untuk hidupmu.” Ibu mendengar dan mengaku hanya berkata kepada Tuhan: “Tuhan, tolonglah aku yang sedang sakit ini”. Kalimat ini keluar terus menerus dari mulutnya dengan penuh iman. Setelah dua minggu opname di rumah sakit, situasinya makin membaik. Hal ini tentu mengherankan dokter yang menanganinya. Pada minggu yang ketiga, dokter mengatakan kepadanya bahwa tubuhnya makin membaik sehingga dia bisa kembali dan beristirahat di rumahnya. Ia diperbolehkan mengkonsumsi obat-obat tertentu sesuai dengan resep dokter. Dokter berpesan supaya dia boleh kembali untuk mengecek kondisi tubuhnya setelah mengkonsumsi semua obat. Dokter pun memeriksanya kembali dan tidak menemukan bibit-bibit penyakit pada tubuh ibu itu. Ia pun berkata: “Tuhanmu memang luar biasa. Ia menyembuhkanmu!” Ibu itu kembali ke Indonesia dengan penuh syukur. Itulah sebabnya, ia membuat souvenir kecil bagi umat yang hadir dalam misa syukur dengan tulisan: “Pertolongan-Mu begitu berarti bagiku”.

Kisah sederhana ini menggambarkan bagaimana pergumulan seorang ibu dalam memerangi penyakit ganas yang sedang menguasai tubuhnya. Ia merasa dikuasai oleh ketakutan yang luar biasa, namun ketika mendekatkan dirinya kepada Tuhan dengan doa sederhana “Tuhan, tolonglah Aku yang sedang sakit” maka ia merasa kuat. Ia percaya bahwa Tuhan pasti akan menolongnya. Tuhan memberikan pertolongan-Nya, tepat pada waktunya. Saya mengingat perkataan penulis Kitab Amsal: “Tuhan menyediakan pertolongan bagi orang yang jujur, menjadi perisai bagi orang yang tidak bercela lakunya, sambil menjaga jalan keadilan dan memelihara jalan orang-orang-Nya yang setia” (Ams 2:7-8).

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang menarik perhatian. Penginjil Matius bercerita bahwa Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nya mengikuti Dia. Ini merupakan sebuah berita gembira bagi kita, karena di mana Yesus berada, para murid-Nya juga berada bersamanya. Yesus dan para murid berada dalam satu bahtera yang sama, di mana Dia adalah kepala bagi mereka semua. Para murid diberi kesempatan untuk menimba pengalaman kebersamaan mereka dengan Yesus. Ketika mereka berada di dalam perahu, sekonyong-konyong angin ribut mengamuk, gelombangnya menggoncang perahu yang sedang mereka tumpangi bersama. Suasana ini menegangkan sekaligus menakutkan para murid. Namun Yesus tetap lelap dalam tidur-Nya. Para murid membangunkan-Nya dan memohon: “Tuhan, tolonglah, kita binasa!” (Mat 8:25).

Tuhan Yesus pun bereaksi terhadap para murid-Nya. Ia menegur mereka dengan berkata: “Mengapa kalian takut, hai orang yang kurang percaya!” (Mat 8:26). Yesus bangun dan menghardik angin dan danau sehingga danau menjadi teduh sekali. Para murid yang berada di dalam perahu itu heran dan berkata satu sama lain: “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?” (Mat 8: 26). Tinggal bersama Tuhan Yesus dan mengandalkan pertolongan-Nya akan mendatangkan kebahagiaan. Tidak mengandalkan pertolongan Tuhan berarti tidak mengimani-Nya.

Kisah Injil ini sebebanarnya mengisahkan tentang kehidupan Gereja kita. Tuhan Yesus pernah berkata: “Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Para murid adalah kumpulan orang kebanyakan yang datang kepada Yesus dengan beban-beban hidup dan beraneka pergumulan hidup yang mereka sedang rasakan. Para murid adalah kita saat ini yang mengikuti Yesus dan masuk dalam satu gereja yaitu Gereja katolik. Kita semua memiliki satu motivasi yang sama yaitu tinggal dan mengalami sendiri kehidupan bersama Yesus di dalam Gereja. Tentu saja pikiran kita bahwa tinggal bersama Yesus itu menyenangkan dan membahagiakan. Benar! Ia menghendaki hidup kekal bagi kita semua.

Tuhan Yesus berkata: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat 16:24). Tinggal bersama Yesus di dalam satu perahu yang sama memang menyenangkan namun iman kita akan tetap diuji supaya menjadi matang dan layak bersama-Nya. Apa yang terjadi dalam satu perahu yang sama dengan Yesus? Situasinya kiranya sama dengan sebuah Gereja sebagai bahtera umat. Bahwa dalam sejarah Gereja, gereja sendiri mengalami “sekonyong-konyong ada angin ribut yang mengamuk” baik di dalam gereja mau pun di luar gereja. Banyak martir menumpahkan darahnya karena ada angin ribut di dalam gereja. Banyak orang mengalami penganiayaan hanya karena mengimani Yesus Kristus. Orang lalu mengadili Yesus karena merasa Yesus tidur, dan tidak bertindak terhadap orang-orang jahat yang berlaku tidak adil terhadap para pengikut-Nya.

Untuk mengatasi angin ribut yang menimbulkan aneka gelombang yang dapat menghancurkan gereja sebagai sebuah bahtera maka perlu iman kepada Yesus. Kita hanya menjadi orang yang kaya dengan ketakutan bukan kaya dengan iman. Ketakutan yang berlebihan telah mengerdilkan iman banyak orang. Kita juga tidak hanya sekedar heran dan takjub kepada Yesus. Kita harus mengimani Yesus selama-lamanya dalam satu bahtera yang sama. Kerapuhan dalam iman hendaknya tidak menguasai hidup kita karena hanya dari pada-Nya ada pertolongan yang kekal. Raja Daud pernah berkata: “Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan, yang menjadikan langit dan bumi” (Mzm 124:8).

Pada hari ini kita juga diajak oleh Tuhan untuk membuka diri bagi kerahiman Allah. Pertolongan Tuhan yang sangat berarti bagi hidup kita adalah tanda kerahiman-Nya yang kuar biasa. Mari kita menunjukkan ketakjuban kita kepada-Nya karena besarlah kerahiman-Nya bagi kita semua.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply