Homili Hari Minggu Biasa ke XVII/C – 2016

Homili Hari Minggu Biasa ke-XVII/C
Kej 18:20-33
Mzm 138: 1-2a. 2bc-3.6-7ab.7c-8
Kol 2:12-14
Luk 11:1-13

Memohon Kerahiman Allah

imagePada pagi hari ini saya membaca kembali beberapa tulisan tangan saya berupa kutipan-kutipan penting dari dokumen atau tokoh-tokoh tertentu. Saya menemukan sebuah kutipan dari Ensiklik Evangelii Gaudium, tepatnya nomor 24, dikatakan: “Gereja memiliki keinginan tak terhingga untuk menunjukkan kerahiman, buah dari pengalamannya sendiri akan kuasa kerahiman Bapa yang tak terhingga”. Saya membaca dan merenungkannya seperti ini: Dalam semangat Konsili Vatikan II, kita semua adalah Gereja. Sebab itu, kita mendapat sebuah panggilan yang sama untuk meniru kerahiman Bapa yang sudah lebih dahulu kita alami sendiri secara pribadi. Jadi, menerima kerahiman Allah merupakan hal yang mendasar bagi kita sebagai Gereja.

Sambil membaca dan merenungkan kutipan ini saya membayangkan negosiasi antara Abraham dan Tuhan sebagaimana dikisahkan dalam bacaan pertama. Abraham adalah Bapa bagi banyak bangsa. Dia sekaligus menjadi Bapa bagi semua orang beriman. Hidupnya berkenan di mata Tuhan. Tuhan pun berbicara kepadanya tentang situasi terakhir kota Sodom dan Gomora yang memiliki banyak dosa berat. Tuhan menyampaikan rencana kunjungan-Nya kepada Abraham. Ini menjadi kesempatan bagi Abraham untuk berbicara dari hati ke hati. Ia percaya kepada Allah yang maharahim sehingga berani bertanya kepada-Nya: “Apakah Engkau akan membinasakan orang benar bersama orang fasik?” Bagi Abraham, di kota Sodom dan Gomora terdapat orang benar dan orang fasik. Kalau hanya orang fasik yang berdosa, bagaimana mungkin Tuhan mau membinasakan orang benar yang hidup berkenan kepada-Nya?

Negosiasi pun terjadi antara Abraham dan Allah. Abraham mengandaikan jumlah tertentu dari orang benar di kota Sodom dan Gomora dan membiarkan Tuhan bereaksi sebagai Pencipta dan Maharahim. Mulai dari angka 50 orang benar, 45 orang benar, 40 orang benar, 30 orang benar, 20 orang benar dan 10 orang benar. Abraham dengan rendah hati memohon kepada Tuhan. Dia merasa diri sebagai debu dan abu di hadapan-Nya. Tuhan konsisten dengan kehendak-Nya dengan berkata: “Aku takkan memusnakan kota Sodom dan Gomora demi orang-orang benar.” Tuhan meninggalkan Abraham seorang diri. Abraham pun kembali ke kemahnya.

Kisah perjumpaan dan dialog antara Abraham dan Tuhan menunjukkan kedekatan, keakraban antara Abraham dan Tuhan. Relasi Abraham dan Tuhan adalah sebuah relasi persahabatan yang mendalam. Tuhan maharahim maka meskipun manusia sudah jatuh dalam dosa namun Ia tetap menunjukkan kerahiman-Nya. Rencana-Nya untuk menghancurkan Sodom dan Gomora dapat ditunda karena suara sumbang dari Abraham untuk memperhitungkan orang benar di hadirat Tuhan. Relasi antara Abraham dan Tuhan, hendaknya menjadi sebuah relasi kita sebagai Gereja dan Tuhan kita. Gereja harus menjadi tanda kerahiman Allah bagi manusia.

St. Paulus dalam bacaan kedua mengatakan kepada kita tentang kerahiman Allah bagi kita semua yang sudah dikuduskan melalui sakramen Pembaptisan. Melalu sakramen Pembaptisan kita sudah dikuburkan. Kita mati karena dosa-dosa kita. Bersama Kristus kita juga dibangkitkan karena iman kepada-Nya. Tuhan Allah menghidupkan kita bersama Kristus sesudah Ia mengampuni segala dosa dan pelangaran kita. Hal yang menarik perhatian kita di sini adalah kerahiman Allah ditunjukkan dalam semangat pengampunan atas dosa-dosa dan salah kita. Sakramen tobat merupakan sarana di mana setelah kita menerima kerahiman Allah melaluinya, kita pun dipanggil untuk menyalurkannya kepada sesama, sehingga di mana pun Gereja hadir, kerahiman Bapa harus menjadi nyata (Misericordiae Vultus, no.12).

Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus mengajar para murid-Nya untuk berdoa. Mereka meminta Yesus untuk mengajar mereka karena mereka sadar bahwa mereka melihat Yesus berdoa. Ia selalu mempunya waktu-waktu tertentu untuk berdoa. Kita dapat membayangkan luar biasanya Yesus. Ia adalah Anak Allah tetapi masih memiliki waktu untuk berdoa. Kita tentu merasa malu ketika kita tidak berdoa.

Apa yang Tuhan Yesus lakukan? Ia mengatakan kepada para murid-Nya: “Apabila kamu berdoa, katakanlah”. Yesus mengajar para murid-Nya untuk menyapa Allah sebaga Bapa. Dengan demikian kita menjadi saudara dengan Yesus. Bapa yang kita imani adalah Bapa yang kudus. Kita memuji nama-Nya dan memohon supaya kerajaan-Nya sungguh-sungguh nyata. Kita memohon kepada-Nya segala sesuatu yang kita butuhkan dan pengampunan yang berlimpah. Kita pun harus mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Kita memohon supaya Tuhan membebaskan kita dari segala pencobaan.

Setelah mengajar doa Bapa kami, Tuhan Yesus mengatakan dua hal yang lain yakni ketika berdoa, kita harus berdoa dengan tekun. Kita berani meminta apa yang kita butuhkan di dalam hidup bukan apa yang kita sukai. Hal yang paling kita butuhkan di dalam hidup kita adalah Roh Kudus. Ia akan memberikan Roh Kudus bagi mereka yang meminta kepada-Nya.

Kerahiman Allah menjadi nyata di dalam hidup kita karena kita memintanya melalui doa. Berdoa tanpa henti, berdoa dengan penuh iman dan kepercayaan. Kita berdoa dan menyapa Allah sebagai Bapa yang maharahim, yang memberikan Roh Kudus untuk menguduskan hidup kita, mengajar dan menyadarkan kita akan Yesus Kristus Putra Allah yang menunjukkan wajah Kerahiman Bapa. Bagaimana kehidupan doa kita? Apakah doa merupakan sebuah kebutuhan?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply