Homili 29 Juli 2016

Hari Jumat, Pekan Biasa XVII
Yer 26:1-9
Mzm 69: 5.8-10.14
Mat 13:54.55.56b-58

Kembalilah ke tempat asalmu!

imageGereja Katolik merayakan peringatan St. Marta. Marta adalah saudari dari Maria dan Lazarus. Nama ketiga orang ini disebutkan dalam Injil sebagai sahabat-sahabat akrab Tuhan Yesus. Mereka tinggal di Betania, sebuah kampung dekat Betfage, tidak jauh dari Yerusalem. Rumah mereka menjadi tempat persinggahan komunitas Yesus setiap kali mereka ke Yerusalem untuk berziarah. Dikisahkan bahwa pada suatu kesempatan Yesus dan para murid-Nya singgah di Betania. Marta (namanya berarti sang pemilik rumah) menerima Yesus di rumah dan sibuk melayani, sedangkan Maria adiknya duduk dekat kaki Yesus dan mendengar-Nya. Marta meminta Yesus untuk menyuruh Maria membantunya. Namun Yesus menegur Marta bahwa ia khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya ada satu hal yang perlu yakni Maria telah memilih yang terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya. (Luk 10:41-42). Hal terbaik dari Maria adalah ia duduk dan mendnegar setiap perkataan Yesus. Apakah ini berarti Yesus memihak Maria dan tidak menolak Marta? Yesus hendak mengatakan kepada Marta dan kita yang membaca Sabda saat ini bahwa sebuah pelayanan yang baik kepada Tuhan dapat dilakukan ketika kita mampu mendengar sabda Tuhan, merenungkan dan melakukannya dengan tekun dan setia dalam hidup. Ketika kita tidak mampu mendengar Sabda, merenungkannya dengan baik maka pelayanan-pelayanan kita hanya penuh dengan bersungut-sungut, dan intensi pelayanan kita menjadi keliru. Marta menyadarinya dan mengakui imannya kepada Yesus bahwa Yesus adalah Anak Allah yang hidup (Yoh 11:27). Yesus senantiasa menunjukkan wajah Kerahiman Allah kepada manusia untuk menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang mendengar dan melakukan sabda-Nya.

Penginjil Matius mengisahkan bahwa pada suatu hari Yesus kembali ke Nazareth, tempat asal-Nya. Kembali ke Nazaret tentu mengingatkan Yesus pada masa kecil bersama orang tua-Nya. Yusuf adalah seorang tukang kayu yang sibuk di bengkelnya, Maria seorang ibu rumah tangga yang sederhana. Ia memiliki banyak saudara sepupuh yang dikenal di kalangan orang Nazaret. Nazaret sebagai tempat asal Yesus, tempat di mana untuk pertama kali Malaikat Gabriel menyampaikan Khabar Sukacita kepada Maria bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus (Luk 1:26). Nazaret menjadi tempat kediaman keluarga kudus (Luk 2:39) dan menjadi model bagi setiap keluarga di dunia saat ini. Nazaret adalah tempat Yesus berada dalam asuhan orang tua-Nya. Ia bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia (Luk 2:51-52).

Kedatangan Yesus kali ini sunggu membuat orang-orang Nazaret mengubah cara pandangnya kepada Yesus. Mereka melihat-Nya dengan mata manusiawi bukan dengan mata rohani. Apa yang terjadi? Orang-orang Nazaret takjub memandang Yesus karena semua pekerjaan, tanda-tanda heran dan Sabda-Nya. Mereka tetap melihatnya sebagai seorang Nazaret, anak tukang kayu, ibunya Maria dan saudara-saudara-Nya mereka kenal yakni Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas. Ketika Yesus tampil beda seperti ini maka mereka mempertanyakan Yesus: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?” (13:56b).

Yesus menerima semua perkataan dan anggapan mereka. Dia adalah Tuhan yang mengetahui segala kelemahan manusia. Hati manusia degil dan selalu meremehkan manusia yang lain. Sebab itu Yesus berkata: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya” (Mat 13:57). Mereka tidak percaya maka mukjizat pun sedikit terjadi di sana.

Kisah perjalanan “kembali ke tempat asal” memiliki makna yang sangat mendalam bagi kita semua. Pertama, kita sebagai pengikut Kristus diundang untuk kembali ke tempat asal kita yaitu Tuhan. Dia menciptakan kita baik adanya, Dia tidak merencanakan dosa bagi kita. Ia berkehendak supaya kita menjad kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Apakah kita bersedia kembali kepada Tuhan, dengan membangun semangat pertobatan? Kedua, keluarga-keluarga dipanggil untuk kembali ke Nazaret. Di sana keluarga-keluarga akan bertemu dengan keluarga model yakni keluarga kudus. Para bapa akan menjadi serupa dengan Yusuf. para ibu akan serupa dengan Maria. Anak-anak akan menjadi sahabat Yesus dan menyerupai-Nya dalam segala hal. Ketiga, Kembali ke tempat asalah untuk menjadi “sungguh-sungguh manusia” Kita mengalami berbagai penolakan, prasangka jelek dan semuanya ini menjadi peluang bagi kita untuk menjadi lebih baik lagi. Keempat, Kita belajar untuk mengikuti Yesus bukan untuk kecewa dan menolak-Nya. Kita membutuhkan Yesus di dalam hidup ini.

Dalam bacaan pertama kita mendengar pengalaman kenabian Yeremia. Ia adalah nabi yang mendapat panggilan dan perutusan Tuhan secara istimewa. Semua perkataan Tuhan diharapkan dapat memiliki pengaruh yang besar kepada mereka. Pengaruh yang dimaksud adalah pertobatan total kepada Tuhan. Sebab itu Tuhan berkata: “Mungkin mereka mau mendengarkan dan masing-masing mau berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, sehingga Aku menyesal dan mencabut kembali malapetaka yang Kucanangkan terhadap mereka karena perbuatan-perbuatannya yang jahat” (Yer 26: 3). Yeremia melakukan tugas kenabiannya dengan baik tetapi ditanggapi secara negatif oleh seluruh rakyat, para imam dan para nabi. Mereka bahkan menangkap Yeremia dengan ancaman hukuman mati.Yeremia mengalami penolakan sebagaimana dialami Yesus dalam dunia perjanjian baru.

Mari kita kembali kepada diri kita sendiri. Mungkin kita yang hidup pada zaman ini juga merupakan bagian masa lalu di mana kita menolak Tuhan Yesus secara terang-terangan. Mari kita bertobat dan memohon pengampunan dari Tuhan. Mungkin kita juga adalah Yesus dan Yeremia yang hidup pada saat ini di mana mengalami penolakan dan penderitaan. Ketika mengalami pengalaman Yesus dan Yeremia maka kita berdoa seperti Daud berdoa kepada Tuhan: “Orang-orang membenci aku tanpa alasan lebih banyak dari rambut di kepalaku.Terlalu besar jumlah orang yang hendak membinasakan aku, yang memusuhi aku tanpa sebab. Maka demi kasih setia-Mu yang besar, jawablah aku, ya Tuhan” (Mzm 69:5). Andalkanlah Tuhan dan rasakanlah kerahiman-Nya. Mari kita kembali kepada Tuhan sebagai asal kehidupan kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply