Homili 5 September 2016

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXIII
1Kor 5:1-8
Mzm 5:5-6.7.12
Luk 6:6-11

Tuhan sembuhkanlah tangan kananku!

imageAda seorang bapa sudah bertahun-tahun mengalami sakit di persendian tangan kanannya. Ia sudah berusaha mendapatkan perawatan dan pengobatan seperlunya tetapi belum pulih secara total. Pada suatu kesempatan ia membangun niatnya untuk memperoleh kesembuhan dengan mengubah pola makannya, mencari tindakan medis yang cocok dan berdoa. Baginya ketiga hal ini merupakan satu kesatuan dan ia pasti akan sembuh. Ia meminta nasihat ahli gizi untuk mengatur pola makannya, mendapat obat yang sesuai dengan nasihat dokter, berdoa dan aktif dalam kegiatan kegerejaan. Ia merasa bahwa perlahan-lahan sakit yang dirasakannya mulai berkurang dan tangannya mengarah kepada kesembuhan. Ia merasa bersyukur karena niat saja tidak cukup, ia harus berusaha dan percaya kepada Tuhan. Saya mendengar pengalaman iman bapa ini dan mengatakan kepadanya bahwa mukjizat itu nyata. Orang harus memulai dari dirinya sendiri dan mampu mempercayakan dirinya kepada Tuhan untuk disembuhkan.

Dalam bacaan Injil hari ini kita mendengar Tuhan Yesus membuat sebuah mukjizat pada hari Sabat. Ketika itu Yesus masuk ke dalam sebuah rumah ibadat untuk mengajar. Dari kerumunan orang itu terdapat seorang yang mati tangan kanannya. Orang ini tidak memiliki nama khusus untuk mewakili semua orang yang mengharapkan kesembuhan dari Tuhan. Tangan kanan adalah simbol kekuasaan atau power, simbol kerja dan kehidupan.Tangan kanan mati berarti orang ini tidak berkekuatan maka dengan sendirinya ia tidak bisa bekerja untuk hidup. Yesus melihat kebutuhan orang ini maka Ia menunjukkan kasih dan kerahiman Allah untuk menyembuhkannya.

Namun sebelum tindakan penyembuhan ini terjadi, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat lebih dahulu mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat dan nantinya sebagai alasan untuk mempersalahkan Dia. Yesus mengetahui hati dan pikiran jelek orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Yesus bereaksi dengan memanggil orang yang sakit sebelah tangannya itu untuk disembuhkan. Ia diminta untuk mengulurkan tangannya dan saat itu tangannya yang terulur itu sembuh. Ini adalah reaksi Yesus atas kemunafikan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Mereka pun marah besar terhadap Yesus, dan berusaha untuk membunuh-Nya.

Kita semua berhadapan dengan tiga figur inspiratif pada hari ini:

Pertama, Tuhan Yesus Kristus. Ia selalu berjalan dalam lorong-lorong kehidupan manusia untuk menyelamatkan mereka. Ia tidak memperhitungkan dosa manusia tetapi mempertimbangkan seberapa besar kualitas kasihnya kepada Tuhan dan sesama yang menderita. Dialah yang mengambil inisiatif pertama untuk menyelamatkan manusia. Dia memanggil orang yang sakit sebelah tangannya untuk disembuhkan. Tangan kanannya perkasa kembali dan ia bisa bekerja untuk hidupnya. Ini adalah perbuatan baik dari Tuhan Yesus. Ia menunjukkan kasih dan kerahiman Bapa kepada manusia. Ia menyembuhkan orang yang sakit tangan kanannya berarti memberi kehidupan kepada orang itu. Ia akan menggunakan tangannya untuk bekerja dan mencapai masa depan yang lebih baik.

Kedua, orang yang sakit tangan kanannya. Namanya tidak disebutkan. Ia mengetahui kelemahannya dan membutuhkan Tuhan. Sebab itu ia datang kepada Yesus dan berharap supaya Tuhan Yesus menyembuhkannya. Tangan kanan adalah simbol kekuatan kerja, kehidupan dan damai. Ia membutuhkan Tuhan untuk memulihkannya. Mukjizat itu nayata. Ia sembuh karena mengulurkan tangan, tanda dia berdoa dan memohon pertolongan dari Tuhan.

Ketiga, Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat bersikap munafik. Mereka hanya mengamat-amati dan mencari kesalahan Yesus. Mereka sangat legalis dan pada akhirnya marah kepada Yesus karena melakukan mukjizat pada hari Sabat. Banyak kali kita juga legalis, munafik, suka mencari kesalahan orang lain. Kita menjadi orang Farisi modern karena sering lupa bahwa kita pun memiliki banyak kelemahan.

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan pertama mengecam orang-orang Korintus yang mengalami degradasi moral. Mereka tidak merasa malu untuk berbuat cabul, yakni ada orang hidup dengan istri ayahnya. Orang seperti ini lupa diri sehingga menjadi sombong di depan Tuhan dan sesamanya. Seharusnya menurut Paulus, orang-orang di Korintus harus malu, berdukacita dan menyingkirkan orang itu dari tengah-tengah mereka. Paulus sendiri merasa malu dengan cara hidup seperti ini. Ia mengatakan kehadirannya secara rohani di tengah jemaat. Bersama dengan Paulus mereka menyerahkan pencabul itu kepada iblis dalam nama Tuhan Yesus supaya binasa tubuhnya tetapi rohnya diselamatkan oleh Tuhan.

Paulus menasihati jemaat untuk tidak menyombongkan diri. Mereka harus berani membuang ragi yang lama, yakni hidup dalam kegelapan dan dosa dengan hidup baru dalam Kristus. Ragi lama harus dilenyapkan karena merupakan ragi keburukan dan kejahatan. Kita seharusnya memiliki roti yang tidak beragi yaitu kemurnian dan keberanian. Kita membutuhkan Tuhan Yesus di dalam hidup kita. Hanya melalu Dia kita merasakan kasih dan kerahiman Allah.

Kita berdoa, Tuhan sembuhkanlah tangan kananku supaya aku tetap hidup di hadirat-Mu dengan kemurnian dan kekudusan hidup.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply