Homili 10 September 2016

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke XXIII
1Kor 10: 14-22a
Mzm 116: 12-13.17-18
Luk 6:43-49

Bersekutu dengan Kristus

imageBeberapa bulan yang lalu saya diundang oleh seorang Romo di Paroki untuk merayakan misa bagi anak-anak yang komuni pertama. Saya memperhatikan anak-anak dan orang tuanya datang dengan pakaian yang lebih bagus, lebih rapi dibandingkan dengan hari Minggu yang lainnya. Semuanya mereka mengenakkan gaun berwarna putih. Ada orang tua yang jarang ke gereja menjadi lebih rajin ke gereja, dan mereka mau mengaku dosa. Ada yang berjanji kepada Tuhan untuk lebih aktif melayani Gereja. Perayaan misa berlangsung dengan meriah. Usai misa diadakan pesta di setiap rumah. Ini menjadi kesempatan keluarga-keluarga berkumpul, mereka yang sempat tidak berkomunikasi bisa kembali membangun komunikasi satu sama lain. Perayaan komuni pertama benar-benar memiliki makna yang bagus dan indah bagi mereka. Anak-anak bersekutu dengan Tuhan Yesus, keluarga-keluarga bersekutu sebagai saudara.

Hari ini kita mendengar santo Paulus melanjutkan diskursusnya dengan orang-orang di Korintus. Kali ini ia mengajak jemaat untuk menjauhkan diri dari penyembahan berhala. Menyembah berhala berarti meninggalkan Tuhan, berjalan jauh dari Tuhan dan memilih allah-allah lain untuk menyembahnya. Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri dari Paulus. Orang-orang Korintus sudah menerima Yesus dan Injil-Nya namun hidup mereka jauh dari Tuhan karena menyembah berhala. Paulus lalu mengarahkan mereka kepada misteri Ekaristi Kudus. Di dalam Ekaristi Kudus kita menerima sumber kehidupan yang satu dan sama. Piala syukur mempersatukan kita dengan darah Tuhan Yesus Kristus. Roti yang dibagi-bagikan merupakan tanda persekutuan dengan tubuh Kristus. Maka menurut Paulus, karena roti itu hanya satu maka kita ini sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, karena kita mendapat bagian dalam roti yang satu dan sama.

Untuk lebih menguatkan jemaat di Korintus, Paulus mengambil contoh-contoh tertentu tentang nenek moyang mereka yakni bangsa Israel ketika masih berjalan di padang gurun. Mereka menyembah berhala dengan mempersembahkan persembahan kepada roh-roh jahat dan melupakan Tuhan Allah. Hati mereka keras seperti batu dan tengkuk mereka tegar. Maka Paulus mengingatkan jemaat di Korintus supaya berani memilih yang terbaik. Mereka harus berani memilih Tuhan dan bukan roh-roh jahat. Ia berkata: “Kalian tidak dapat mengambil bagian dalam perjamuan dengan Tuhan dan sekaligus juga dalam perjamuan roh-roh jahat.”

Wejangan Santo Paulus ini masih sangat berharga bagi kita semua yang hidup saat ini untuk mengusahakan persekutuan bersama Tuhan dan sesama. Kita dibantu untuk memiliki kepekaan dengan orang-otang miskin yang ada di sekitar kita. Kita berhadapan dengan pertanyaan: “Apa perbuatan baik yang sudah anda lakukan bagi Tuhan dan sesama hari ini?” Ini menjadi sebuah pertanyaan untuk direfleksikan oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus. Bersatu dengan Kristus dan menolak kekuasaan setan atau roh jahat.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil memberi perumpamaan-perumpamaan tertentu untuk meneguhkan hati banyak orang yang masih rapuh. Mereka yang masih memiliki suara hati yang belum jernih. Kita melihat perbuatan mereka tidak sinkron dengan apa yang mereka selalu katakan. Tuhan Yesus berkata: “Tidak ada pohon baik yang menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak ada pohon tidak baik menghasilkan buah yang baik. Setiap pohon dikenal dari buahnya.” Untuk lebih membuka wawasan mereka maka Yesus mengatakan bahwa dari semak duri, orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri orang tidak memetik buah ara. Yesus menyebut nama buah ara, buah ini merupakan simbol damai di hati setiap orang. Buah anggur merupakan simbol sukacita yang boleh dialami oleh setiap orang. Kedua jenis buah ini menginspirasikan sikap para murid yang mencari kedamain dan sukacita. Yesus menyebut nama semak duri, yang hanya akan dikumpulkan lalu dibakar pada musim panen. Hanya Yesus saja yang berkuasa untuk menilik hati setiap orang.

Dalam kehidupan setiap hari, kita berjumpa dengan satu masalah yang serius yaitu pembinaan suara hati. Banyak orang yang sudah tidak merasa berdosa lagi. Ada orang yang sulit sekali mengatakan maaf ketika melakukan kesalahan tertentu. Ada orang yang suka mengumpat orang lain, suka mengatakan kata-kata kotor dan kasar. Hati yang suci dan murni merupakan perjuangan! Tuhan Yesus berkata: “Berbahagalah orang yang murni hatinya karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8). Orang yang hatinya tembus pandang akan melihat Tuhan yang berbelas kasih. Berkaitan dengan suara hati, Yesus mengatakan bahwa orang yang baik akan mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik. Sebaliknya orang jahat mengeluarkan barang-barang jahat dari perbendaharaan hatinya yang jahat. Semua yang keluar dari mulut itu berasal dari dalam hati.

Untuk memurnikan hati nurani kita maka kita perlu mendengar sabda Tuhan dan melakukannya di dalam hidup setiap hari. Sabda Tuhan itu ibarat fondasi yang kuat untuk mendirikan sebuah bangunan. Hidup kita akan sungguh Kristiani dan bersekutu selalu dengan Tuhan kalau kita akrab dengan Tuhan dalam sabda-Nya. Kalau kita tidak memiliki Sabda Tuhan sebagai dasar maka sia-sia hidup kita. Kita sama saja dengan orang bodoh yang mendirikan rumah di atas pasir sehingga mudah hancur.

Sabda Tuhan pada hari ini menuntun kita untuk bersekutu selamanya dengan Tuhan. Persekutuan dalam Ekaristi di mana kita meminum dari piala yang satu dan sama. Kita juga makan roti yang satu dan sama yakni Tubuh Kristus sendiri. Persekutuan dengan Tuhan membantu kita untuk memurnikan hati nurani dan sebagai wadas yang kuat untuk membangun kemah rohani, tempat persekutuan Allah dan kita sebagai anak-anak-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply