Homili Pesta Salib Suci – 2016

Pesta Salib Suci
Bil 21: 4-9
Mzm 78: 1-2.34-35.36-37.38
Flp 2:6-11
Yoh 3:13-17

Salib adalah  tanda kerahiman Allah

imagePada hari Gereja Katolik merayakan pesta Salib Suci (In Exaltatione Sanctae Crucis). Pesta ini dirayakan secara liturgis di dalam Gereja Katolik untuk mengenang penemuan Salib Yesus oleh St. Helena, ibunda dari Kaisar Konstantinus pada tanggal 18 Agustus 320. Konon pada saat itu ada proyek penggalian di lokasi penyaliban Yesus di Yerusalem. Para penggali menemukan tiga buah salib. Mereka mengingat sejarah penyaliban Yesus bahwa ketika itu Ia disalibkan bersama dua orang penjahat. Namun mereka mengalami kesulitan untuk menentukan manakah salib Yesus yang sebenarnya. Ketika itu ada seorang wanita yang sedang sakit dan ada seorang yang lain meninggal dunia dan hendak dikubur. Mereka mengambil dua salib pertama dan menyentuh orang sakit dan yang meninggal tetapi tidak ada pengaruh apa-apa. Salib ketiga ternyata bisa menyembuhkan si sakit dan membangkitkan orang yang mati. Mereka lalu berkesimpulan bahwa salib ketiga adalah salib Yesus. Ini menjadi awal penghormatan terhadap salib suci Yesus Kristus.

Setelah salib Tuhan Yesus ditemukan oleh St. Helena maka putranya Kaisar Konstantinus mendirikan sebuah Basilika di atas makam kudus Yesus di Yerusalem. Basilika itu selesai dan ditahbiskan pada tanggal 14 September 335. Pentahbisan Basilika dilakukan oleh para uskup dan Bapa Gereja yang barusan selesai mengikuti Konsili Tirus. Sehari setelah pentahbisan Basilika ini, salib Yesus ditunjukan kepada seluruh umat. Selanjutnya kayu salib itu dibagi-bagi sebagai reliki di gereja-gereja besar saat itu. Perayaan liturginya dimulai oleh gereja-gereja Timur dan di gereja barat dimulai sejak abad ketujuh.

Pada hari pesta ini saya terinspirasi oleh perkataan dua figur inspiratif tentang salib Tuhan Yesus:

Pertama, saya terinspirasi oleh perkataan St. Theresia dari Kalkuta ini: “Ketika kamu melihat salib, kamu memahami betapa Yesus sangat mencintaimu”. Kita semua sering melihat salib Tuhan Yesus. Ada di antara kita yang mengenakannya pada bagian tubuh tertentu. Pertanyaan kita, apakah ketika memandang salib itu kita mengerti dan percaya bahwa Yesus sangat mencintai kita? Atau pikiran kita seperti orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus?

St. Paulus berkata: “Kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah” (1Kor 1: 23-24). Saya mengingat perkataan seorang sahabat seperti ini: “The symbol of love is not heart, but the cross. For the heart stops beating, but the man on the cross never stop loving”.

Kedua, Paus Fransiskus mengatakan bahwa salib itu bukan sebuah hiasan (ornament), atau hanya simbol saja. Salib adalah misteri kasih Allah, yakni bahwa Dia telah wafat karena dosa-dosa kita. Pada kesempatan lain beliau mengatakan bahwa dari salib-Nya, Kristus mengajar kita untuk mengasihi bahkan mengasihi mereka yang tidak mengasihi diri kita. Perkataan Paus Fransiskus mengingatkan kita supaya jangan hanya memandang salib sebagai hiasan atau simbol keagamaan belaka. Salib haruslah menjadi simbol kasih yang tiada berkesudahan dari Tuhan Yesus bagi kita. Salib menjadi sumber kasih dan kerahiman Allah bagi kita semua. Salib adalah kasih universal Tuhan bagi manusia.

Apa kata Tuhan melalui Sabda-Nya pada hari Pesta ini? Bacaan-bacaan Kitab Suci yang kita dengar pada hari ini membantu kita untuk mengerti tentang kasih dan kerahiman dari Tuhan Allah bagi kita melalui Yesus Kristus yang menunjukkan wajah kerahiman Bapa secara penuh. Yesus mengungkapkan kasih dan kemurahan Bapa kepada manusia dalam percakapan-Nya dengan Nikodemus. Yesus menjelaskan jati diri-Nya kepada Nikodemus dengan sebuah contoh dalam dunia perjanjian Lama. Mula-mula Yesus berkata: “Tidak seorang pun yang telah naik ke surga selain Dia yang telah turun dari Surga yaitu Anak Manusia”. (Yoh 3:13). Perkataan ini tentu membingungkan Nikodemus. Meskipun dia seorang guru besar namun belum mampu memahami kuasa Tuhan secara menyeluruh. Apalagi saat ini ia sedang berdialog bersama dengan Yesus sang Guru yang Mahaagung.

Untuk membuka wawasan-Nya maka Yesus mengingatkan Nikodemus akan kisah dalam dunia Perjanjian Lama: “Sama seperti Musa meniggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:14-15). Kisah Musa yang dikutip Yesus ini sangat menarik perhatian kita. Pada waktu itu orang-orang Israel bersungut-sungut melawan Musa dan Tuhan. Mereka bersungut-sungut tentang makanan dan minuman karena seolah-olah Tuhan mau menelantarkan mereka di padang gurun. Sebab itu Tuhan menyuruh ular tedung untuk memagut mereka sehingga banyak orang Israel meningal dunia dengan tragis. Mereka meminta Musa untuk berdoa supaya Tuhan menjauhkan ular-ular itu. Tuhan Allah menununjukkan kerahiman-Nya untuk menyelamatkan mereka. Musa pun membuat ular tembaga sesuai perintah Tuhan dan meletakannya di tempat yang tinggi. Setiap orang yang dipagut ular, dengan cukup memandang patung ular dari tembaga itu maka ia akan selamat (Bil 21:4-9).

Kisah ular tembaga dalam Kitab Bilangan ini dipakai Yesus untuk menjelaskan tentang keselamatan yang dianugerahkan Tuhan Allah. Allah menyelamatkan manusia melalui misteri salib. Dengan memandang salib kita memandang kasih dan kerahiman Bapa. Yesus mengungkapkannya seperti ini: “Karena begitu besar kash Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16). Yesus menyelamatkan dunia dengan salib-Nya yang kudus. Salib adalah kasih dan kerahiman Tuhan bagi setiap orang yang ingin memperoleh keselamatan.

Pada hari ini kita belajar dari Yesus dan Misteri Salib-Nya. St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi mengungkapkan imannya tentang Yesus Kristus bahwa walaupun dalam rupa Allah namun Yesus sendiri tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia justru berkenosis (mengosongkan diri-Nya sendiri), mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia dalam segala hal kecuali dosa dan salah. Ia juga merendahkan diri-Nya, taat sampai mati di kayu salib. Karena ketaatan-Nya ini maka Tuhan Allah sangat meninggikan-Nya dan mengaruniakan nama di atas segala nama. Segala makhluk tunduk pada kuasa-Nya dan mengakui-Nya sebagai Tuhan.

Ketaatan Yesus untuk memikul salib membuahkan penebusan berlimpah bagi kita semua. Salib kudus-Nya mengalirkan kasih dan kerahiman Allah laksana sungai kehidupan yang menyucikan setiap pribadi. Pesta ini mengundang kita untuk belajar memikul salib dan mengikuti-Nya dari dekat serta ikut serta mewartakan kerahiman Allah kepada sesama terutama yang miskin dan menderita. Salib Kristus menyelamatkan semua orang.

Saya mengakhiri homili ini dengan sebuah doa: “Ya Tuhan, salib-Mu kami sembah, kebangkitan-Mu yang suci kami muliakan dan kami puji, sebab berkat salib itu seluruh bumi dipenuhi sukacita.” Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply