Homili Hari Minggu Biasa ke-XXX/C – 2016

Hari Minggu Biasa ke-XXX/C
Sir 35:12-14. 16-18
Mzm 34: 2-3.17-18.19.23
2Tim 4: 6-8.16-18
Luk 18:9-14

Aku mengandalkan Kerahiman Allah

imageHari ini kita merayakan hari Minggu Misi. Paus Fransiskus mengatakan bahwa pusat misi kita adalah Yesus Kristus maka pewartaan injil menuntut pemberian diri yang total.

Bagaimana pengalaman misioner saya? Saya pernah mengunjungi sebuah keluarga yang cukup lama dikucilkan oleh umat karena dianggap sebagai keluarga yang jahat. Saya tidak tahu persis alasan mengapa label itu diberikan umat kepada keluarga ini. Pada waktu itu saya berprinsip mengunjungi keluarga ini karena tugas dan pelayanan saya sebagai abdi Tuhan Allah. Salah seorang pengurus lingkungan sempat menanyakan alasan saya mengunjungi keluarga ini dan saya menjawab: “Saya adalah hamba-hamba yang tidak berguna; saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan” (Luk 17:10). Ketika mendekati rumah keluarga itu, saya melihat seorang bapa sedang duduk sambil menikmati hidangan tertentu di atas meja. Ia berteriak dengan suara nyaring, “Tuhan Yesus datang mengunjungi kita”. Istri dan anak-anaknya keluar dari dalam rumah dan yang mereka lihat adalah saya, padahal mereka mungkin berpikir bahwa Tuhan Yesus yang datang mengunjungi mereka.

Pertemuan kami berlangsung sangat ramah, penuh persaudaraan. Uneg-uneg selama bertahun-tahun diungkapkan apa adanya dan situasainya menjadi cair. Mereka berniat untuk membuka lembaran baru dalam hidup mereka. Sebelum saya kembali ke komunitas, bapa itu mengatakan: “Meskipun kami dikucilkan tetapi kami masih mengandalkan Tuhan yang maharahim. Kami sekeluarga masih percaya bahwa Tuhan Allah mengasihi kami apa adanya”. Saya kembali ke komunitas dengan sukacita karena pengalaman iman yang luar biasa.

Refleksi saya saat itu adalah banyak kali komunikasi kita dengan sesama seakan terputus. Penyebab utamanya adalah bahwa setiap pribadi memiliki pandangan sendiri-sendiri tentang dirinya, tentang Tuhan dan tentang sesamanya. Banyak orang menilai sesamanya dari tampak luarnya saja. Ada yang tidak percaya bahwa manusia itu bisa berubah menjadi lebih baik. Dengan demikian pikiran negatif terhadap sesama menjadi sangat kuat, pikiran positif menjadi lemah. Inilah realitas hidup kita sebagai makluk sosial. Apakah sikap dan pengalaman-pengalaman seperti ini tetap dipertahankan dalam hidup kita sebagai makluk sosial? Kalau ada orang berprinsip seperti ini maka kita tidak akan bertumbuh sebagai makluk sosial yang terbaik. Dengan kata lain, kita bukanlah pengikut Kristus yang baik.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Biasa ke-XXX/C ini membantu kita untuk hidup sebagai orang beriman yang menerima sesama apa adanya, mengandalkan kerahiman Tuhan dan setia dalam hidup doa kita.

Dalam bacaan pertama dari Kitab Putra Sirak, kita mendapat peneguhan yang luar biasa dari Tuhan. Tuhan digambarkan sebagai Allah yang maharahim kepada semua orang. Ia tidak memihak dalam perkara orang miskin, tetapi doa orang yang terjepit didengar-Nya. Ia mengindahkan jeritan yatim piatu dan para janda. Ia berkenan kepada siapapun yang dengan sebulat hati berbakti kepada-Nya, dan doanya naik sampai ke awan. Awan adalah shekina, simbol tempat Tuhan bersemayam. Ini berarti doa orang ini benar-benar didengar Tuhan.

Kita semua percaya bahwa Tuhan Allah kita adalah maharahim kepada semua orang. Sebab itu siapapun yang menyampaikan doanya dengan tulus dan sepenuh hati akan dikabulkan oleh-Nya. Maka dalam Kitab Putra Sirak juga dikatakan bahwa doa orang-orang miskin akan menembus awan dan ia tidak akan terhibur sebelum mencapai tujuannya. Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa orang-orang miskin itu hanya mengandalkan Allah di dalam hidupnya. Yesus mengatakan, bagi merekalah Kerajaan Allah dan mereka layak disebut berbahagia. Tuhan Allah menganugerahkan kasih karunia kepada semua orang yang dikasihi-Nya tanpa menghitung prestasi atau jasa baik kita. Tuhan menyelamatkan kita karena kasih karunia dan kerahiman-Nya semata-mata.

Kerahiman Allah menjadi nyata dalam hidup kita setiap hari terutama melalui pengalaman-pengalaman pertobatan yang terus menerus di dalam diri kita. Kesombongan diri berlawanan dengan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Tuhan Yesus mengajar kita untuk merendahkan diri serupa dengan diri-Nya. Merendahkan diri membuat kita lebih mampu mengasihi Tuhan dan sesama. Hidup dalam kesombongan hanya akan menjauhkan kita dari kasih Tuhan.

Dalam bacaan Injil Lukas, Tuhan Yesus memberi perumpamaan tentang dua orang yang pergi untuk berdoa di dalam Bait Allah. Orang pertama adalah seorang Farisi. Ia berdoa dengan menghitung-hitung segala kebaikan yang sudah dilakukannya. Misalnya ia membandingkan dirinya sebagai orang yang lebih baik dan benar dari pada orang lain: ia bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan seperti pemungut cukai. Ia berpuasa dua kali seminggu dan setia memberi perpuluhan dari penghasilannya. Orang Farisi ini memang berpikir bahwa semua yang dilakukannya itu baik adanya, tidak sama dengan orang lain. Mungkin saja fakta hidupnya demikian tetapi satu kesalahannya adalah ia sombong, angkuh di hadapan Tuhan dan sesama.

Orang kedua adalah seorang pemungut cukai. Ia sadar diri dan mengungkapkannya seadanya saja. Ia berdiri jauh-jauh, bahkan tidak berani menengadah ke langit, sambil memukul dadanya, ia berkata: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini”. Pemungut cukai ini rendah hati dan dibenarkan oleh Allah. Sungguh, orang sombong akan direndahkan dan orang yang rendah hati akan ditinggikan.

Figur kedua orang yang berdoa di dalam bait Allah ini masih ada dalam kehidupan manusia masa kini. Kita selalu berjumpa dengan orang-orang yang kelihatan baik, suka menolong tetapi pertolongan mereka itu tidak dengan tulus hati. Boleh dikatakan bahwa pada kebaikan mereka itu melekat juga sisi kejahatan. Mengapa demikian? Karena mereka mampu menolong, menyumbang tetapi kemudian menceritakan kepada orang lain perbuatan yang sudah mereka lakukan itu. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Tetapi jika engkau memberi sedekah, jangan diketahui oleh tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” (Mat 6:3). Kalau anda sudah menyumbang, diamlah karena anda juga hanya meneruskan apa yang Tuhan titip kepadamu demi kebaikan sesama. Ada juga orang yang berpikiran negatif terhadap sesamanya padahal sedang berada di dalam Gereja. Pada saat komuni kudus, ia melihat dan mengadili sesamanya di dalam hati. Itulah orang Farisi modern yang tidak mengandalkan kerahiman Allah.

Kita masih bisa bersyukur karena memiliki orang-orang tertentu seperti pemungut cukai. Orang-orang ini sadar diri dan berani mengandalkan kerahiman Allah di alam hidupnya. Kesadaran diri sebagai orang berdosa membawanya kepada harapan untuk mengalami keselamatan abadi. Sebab itu mereka mendekati sakramen tobat, dan menunjukkan pertobatannya sebagai tanda keinginan untuk merasakan kerahiman Allah. Apakah anda masih mengandalkan sakramen tobat?

Apa yang harus kita lakukan?

St. Paulus dalam bacaan kedua membagikan pengalaman pribadinya dalam mengandalkan kerahiman Tuhan. Ia mengatakan kepada Timotius bahwa darahnya sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematiannya sudah dekat. Ia bangga telah melayani Kristus yang lebih dahulu berbelas kasih kepadanya. Ia berkata: “Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir, dan aku telah memelihara iman.” (2Tim 4:7). Paulus mengungkapkan isi hatinya demikian karena ia percaya bahwa hanya kerahiman Allah saja yang dapat menyelamatkannya. Ia berkata: “Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku sehingga aku masuk ke dalam kerajaan-Nya di surga.” (2Tim 4:18).

Kita belajar dari St. Paulus yang dalam keadaan menderita sekalipun masih mengandalkan kerahiman Allah. Ia tidak bersungut-sungut tetapi merasa bangga sebagai rasul Yesus Kristus. Ia tidak mempedulikan darah yang tercurah dalam tubuhnya karena ia percaya bahwa Tuhan akan tetap berbelas kasih kepadanya.

Sabda Tuhan pada hari ini menolong kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Kita bersyukur dengan rendah hati dalam doa-doa kita kepada-Nya. Kita belajar untuk berbuat baik kepada sesama seperti Tuhan sendiri sudah lebih dahulu berbuat baik kepada kita. Kita mengadalkan kerahiman Tuhan Allah. Satu hal nyata yang dapat kita lakukan adalah mengakui dosa-dosa kita.

Selamat hari Minggu Misi. Jadilah saksi Kristus!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply