Homili Peringatan Arwah Semua Orang Beriman (Misa III)

Peringatan Arwah Semua Orang Beriman
Keb 4:7-15
Mzm 122:1-2.4-5.6-7.8-9
2Tim 2:8-13
Yoh 6:51-58

Ekaristi menyelamatkan kita

imageSaya pernah mendampingi seorang lansia yang sakit-sakitan selama beberapa tahun. Ketika itu saya membantu pastoral di sebuah paroki, khusus untuk mengunjungi orang-orang sakit dan para lansia pada setiap hari Minggu sore. Bapak yang sudah memasuki usia lanjut dan sakit-sakitan itu mengaku masih bertahan hidup bukan hanya karena mengkonsumsi obat-obatan dari dokter tetapi karena komuni kudus yang diterimanya. Ia merasakan lawatan Tuhan di rumahnya, ada kekuatan Tuhan melalui komuni kudus dan kadang sakramen pengakuan dosa. Kedua sakramen ini membuat hatinya tenang dan bahagia. Saya mengingat tatapannya penuh sukacita dan berpasrah kepada Tuhan di usia senjanya. Nabi Musa sendiri pernah berdoa kepada Tuhan yang dimaninya sebagai tempat perlindungan yang kekal seperti ini: “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan sebab berlalunya buru-buru dan kami melayang lenyap” (Mzm 90:10). Doa Musa menggambarkan realita hidup manusia di hadirat Tuhan sebagai ciptaan yang fana. Ada waktu untuk memasuki usia senja, penuh penderitaan dan berlalunya buru-buru. Itulah saudara kematian.

Pada Misa ketiga hari peringatan arwah semua orang beriman, Tuhan menyapa kita dengan Sabda-Nya bahwa Ekaristi, dalam hal ini Tubuh dan Darah Kristus adalah sumber keselamatan kita. Penginjil Yohanes melaporkan bahwa di dalam rumah ibadat di Kapernaum, Yesus berkata kepada banyak orang bahwa Dialah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan roti ini, ia akan hidup untuk selama-lamanya. Roti yang diberikan Yesus adalah daging-Nya sendiri, yang diberikan-Nya untuk hidup dunia. Banyak orang Yahudi saat itu masih berpikir bahwa Yesus sedang mengatakan roti sebagaimana adanya, atau sekurang-kurangnya sama dengan Mana yang telah disantap oleh nenek moyang mereka dan sudah meninggal dunia pula. Padahal roti yang turun dari surga adalah pribadi Yesus sendiri. Ini merupakan perkataan Yesus yang membingungkan mereka namun Ia akan meyakinkan mereka bahwa diri-Nya benar-benar roti hidup yang turun dari surga.

Sebagaimana saya sudah mengatakan sebelumnya bahwa orang-orang Yahudi menjadi bingung dengan pemahaman mereka akan konsep roti surga yang diajarkan Yesus. Sebab itu Yesus lebih jelas lagi berkata: “Sungguh, jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunya hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkannya pada akhir zaman. Sebab dagingku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku benar-benar minuman” (Yoh 6: 53-56). Pikiran orang-orang Yahudi tentu makin kacau. Mereka belum memahami semua perkataan Yesus dalam hubungannya dengan Paskah-Nya sendiri. Roh Kudus belum membuka pikiran dan hati mereka untuk memahami semua perkataan Yesus ini. Perkataan Yesus juga semakin membuat mereka resah. Mereka membayangkan para canibalis yang memakan dan meminum darah manusia. Sebab itu hati mereka belum sepenuhnya terbuka kepada Kristus. Mereka memberontak melawan-Nya.

Selanjutnya, Yesus mengatakan bahwa barangsiapa memakan daging-Nya dan meminum darah-Nya maka orang itu akan tinggal di dalam Yesus dan Yesus sendiri tinggal di dalamnya. Orang yang menyantap Tubuh-Nya akan hidup oleh Kristus. Roti yang turun dari surga akan memberi hidup kekal kepada orang yang percaya dan menyantap tubuh dan darah-Nya. Sakramen Ekaristi membantu manusia untuk merasakan kasih karunia Tuhan. Di dalam sakramen Ekaristi, kita dengan iman menyantap Tubuh dan Darah Kristus dan sebagai jaminannya adalah kehidupan kekal. Paskah Kristus menyelamatkan semua orang. Paskah Kristus membuka mata iman kita untuk memiliki kerinduan akan Paskah abadi di surga kelak.

Pertanyaan bagi kita adalah apakah kita benar-benar mengikuti Ekaristi? Apakah kita memiliki perhatian yang besar selama Ekaristi berlangsung? Mungkin banyak di atara kita hanya hadir di dalam Gereja tetapi belum mengikuti Ekaristi dengan baik. Kita mestinya percaya seratus persen bahwa Ekaristi itu menyelamatkan kita. Ekaristi ini membantu kita untuk memiliki orientasi akan Paskah abadi, perjauman dan hidup kekal di surga.

Dalam bacaan pertama kita semua mendapat peneguhan bahwa kualitas hidup kita sebagai manusia itu bukanlah ditentukan oleh panjang dan pendeknya suatu waktu kehidupan melainkan bagaimana orang itu hidup di hadirat Tuhan sebagai orang kudus. Menurut Kitab Kebijaksanaan, orang benar akan mendapat istirahat meskipun ia mati sebelum waktunya. Usia lanjut itu adalah hidup kudus, tanpa cacat dan cela di hadirat Tuhan. Orang yang hidup suci atau hidup sebagai orang benar di hadirat Tuhan akan dikasihi oleh Tuhan sendiri. Tuhan juga melimpahkan kasih dan kerahiman-Nya kepada orang-orang yang berani menghindari dirinya dari dosa-dosa di dunia ini.

Bacaan pertama mengorientasikan kita kepada Allah yang maharahim dan besar kasih setia-Nya. Tuhan Allah mengetahui dunia yang dikuasai dosa dan salah. Itu sebabnya manusia pun dihadapkan pada pilihan untuk tetap setia kepada Allah atau menjauh dari Tuhan dan bergaul dengan dosa dan para pendosa. Pilihan yang tepat adalah tetap memihak kepada Tuhan supaya hidup kekal yang dijanjikan-Nya melalui Yesus Kristus dapat terlaksana dengan sempurna dalam hidup kita. Kekudusan hidup adalah sebuah pengalaman hidup kekal. Apakah anda berusaha untuk memiliki hidup yang kudus di hadirat Tuhan?

Hidup kekal yang menjadi orientasi seluruh hidup kita di dunia ini kepada Tuhan mengandaikan iman yang kuat kepada-Nya. Mengapa? Sebab orientasi hidup kita adalah bersatu selama-lamanya dengan Tuhan. St. Paulus dalam bacaan kedua membagi pengalaman penderitaannya dengan Timotius. Karena cintanya kepada Yesus dan Injil-Nya maka ia berusaha untuk tetap kuat dan teguh dalam pewartaannya. Ia menyerahkan dirinya secara total kepada Tuhan. Ia memang dibelenggu secara fisik sebagai seorang tawanan tetapi baginya Sabda Tuhan tidak boleh terbelenggu.

Pengalaman akan kasih Kristus membuat Paulus semakin teguh dalam iman dan harapan. Ia berkata: “Jika kita mati dengan Kristus Yesus, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya” (2Tim 2: 11-13). Kematian merupakan tanda kesetian kita kepada Tuhan sang pencipta dan komitmen kasih Pencipta bagi kita yang dicipta-Nya. Inilah persekutuan kekal yang dijanjikan Tuhan dan yang kita harapkan.

Pada misa ketiga ini, Sabda Tuhan mengorientasikan kita kepada kehidupan kekal. Ekaristi yang kita rayakan bersama membuka pintu keselamatan bagi kita, sebab kita akan mengalami Ekaristi abadi di surga. Tuhan Yesus menjadi Imam Agung yang mempersembahkan diri-Nya satu kali untuk selama-lamanya merayakan Ekaristi abadi bersama kita semua. Sebab itu kita harus berusaha untuk hidup dalam kekudusan. Kita berusaha untuk merasakan kasih dan kerahiman-Nya selama-lamanya mulai dari hidup di dunia saat ini. Kita juga berdoa semoga arwah semua orang beriman memperoleh peristirahatan dan damai abadi di surga.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply