Homili 14 November 2016

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXXIII
Why 1:1-4; 2:1-5a
Mzm 1:1-4b.6
Luk 18:35-43

Kekuatan sebuah doa

imageAda seorang ibu yang menceritakan pengalamannya bagaimana ia bertahan sebagai seorang single parent dalam membesarkan kedua anaknya. Beginilah sharingnya pada perayaan misa syukur kelulusan anak sulungnya: Ia mulai dengan mengatakan bahwa hidup ini selalu ditandai dengan kehilangan-kehilangan. Ia pernah merasakan sebuah kehilangan yang mengubah seluruh hidupnya hingga saat ini, yakni kematian sang suami dalam sebuah kecelakaan pesawat terbang. Ketika itu anak bungsunya barusan berusia enam bulan. Setelah mengurus penguburan sang suami terkasih, ia benar-benar memulai sebuah petualangan hidup. Sebagai single parent, ia bertindak sebagai ibu dan ayah sekaligus bagi kedua anaknya yang masih kecil. Ia berusaha memaksimalkan segala kemampuannya untuk membesarkan kedua anaknya. Ia bekerja dengan tekun, hidup sederhana, murah hati kepada sesama. Ia juga selalu berdoa bersama kedua anaknya, terutama doa penyerahan keluarga kepada Bunda Maria.

Selanjutnya ia juga merasa hidupnya penuh dengan perjuangan sampai titik darah terakhir! Waktu berlalu begitu cepat, kedua anaknya pun bertumbuh, bahagia, sehat jasmani dan rohani. Anak pertamanya menyelesaikan kuliahnya dengan cepat di sebuah universitas terkemuka. Pada misa syukur kelulusan anak sulungnya, ibu itu mengucapkan rasa syukurnya kepada Tuhan bahwa Tuhan baik dan sungguh baik baginya. Ia percaya bahwa doa-doanya kepada Tuhan memiliki kekuatan yang luar biasa sebab setiap pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat. Kehilangan yang membuat hati terasa sedih sudah berubah menjadi kebahagiaan. Sunguh, sebuah sharing iman yang nyata dan membahagiakan.

Satu hal yang indah dari sharing ini adalah pengakuan pribadi ibu itu bahwa doa memiliki kekuatan yang luar biasa. Doa memiliki kuasa tertentu karena Tuhan bertindak, Tuhan menolong pada saat yang tepat. Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini, terutama bacaan Injil memberikan kepada kita semangat untuk bertumbuh dalam doa dan harapan akan kuasa dan kerahiman Tuhan dalam diri Yesus Kristus.

Dikisahkan oleh Penginjil Lukas bahwa Tuhan Yesus bersama para murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem, dengan melewati kota Yerikho. Sedikit pemahaman kita tentang kota Yeriko. Para arkeolog dalam berbagai penggalian dan penelitiannya menyimpulkan bahwa Yeriko merupakan salah satu kota tertua di dunia. Setiap peziarah yang menuju ke Yerusalem, sering melewati kota tua ini. Mereka menapaki jalan menuju ke Yerusalem sejauh 25.6Km. Tuhan Yesus bersama para murid-Nya hampir tiba di kota Yerikho, ada seorang pengemis bermata buta duduk di pinggir jalan. Suasana di jalanan saat itu sangat ramai, tidak seperti biasanya. Sang pengemis buta itu bertanya kepada orang-orang apa gerangan sedang terjadi. Mereka mengatakan kepadanya bahwa Yesus orang Nazaret sedang lewat.

Kita mengingat bahwa perjalanan Yesus ke Yerusalem adalah perjalanan untuk menyelamatkan seluruh umat manusia. Kalvari akan menjadi intisari cinta kasih Allah bagi manusia. Kita melihat bahwa sang pengemis buta tanpa nama ini membutuhkan Yesus untuk menyelamatkannya. Ia sendiri percaya bahwa Yesus akan menunjukkan kemurahan hati Allah Bapa kepadanya. Pengenalan si pengemis buta akan Yesus juga bertahap yakni dari tahap pengenalan manusiawi ke tahap pengenalan ilahi. Atau ia bertumbuh dari iman yang tidak sempurna menjadi iman yang sempurna.

Pada tahap pengenalan manusiawi, ia mendengar nama Yesus sebagai orang Nazaret. Semua orang mengenal Yesus berdasarkan tempat di mana Ia dibesarkan. Dari pengenalannya ini, sang pengemis buta menunjukkan sesuatu yang lebih dalam arti Yesus bukan hanya orang Nazaret tetapi Dia adalah Anak Daud. Menyebut nama Raja Daud, pikirannya adalah pada sebuah kuasa duniawi yang berasal dari Allah sendiri. Dua kali ia menyapa Yesus sebagai Anak Daud dan memohon belas kasih Allah: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” (Luk 18: 38-39). Dengan memanggil nama Yesus dalam pengenalan manusiawi ini merupakan sebuah doa sederhana. Nama Yesus sudah memiliki sebuah kuasa menyelamatkan.

Sikap Yesus sungguh luar biasa. Ia menunjukkan wajah kerahiman Bapa kepada semua orang. Ia berhenti dan memberi kesempatan kepada si pengemis buta untuk mendekati-Nya. Ia pun menanyakan kepada si pengemis buta apa yang hendak dilakukan-Nya. Si pengemis buta itu berbicara apa adanya: “Tuhan semoga aku melihat!” (Luk 18:41). Di sini, ada dua hal penting yakni, pertama, si pengemis buta beralih dari pengenalan Yesus sebagai manusia menjadi sungguh mengimani Yesus sebagai Tuhan. Seruan Tuhan adalah bentuk iman akan kebangkitan Kristus (paskah). Kedua, si pengemis buta berdoa dengan penuh kepercayaan supaya bisa melihat kembali. Tuhan Yesus melihat imannya dan berkata: “Melihatlah, imanmu telah menyelamatkan dikau”. (Luk 18:42). Sebagai tanda syukur maka si pengemis buta menjadi manusia baru. Ia berjalan mengikuti Yesus dalam jalan menuju ke Yerusalem. Di sanalah ia akan merasakan keselamatan yang sempurna. Dampak dari mukjizat ini adalah semua orang menjadi saksi dan memuliakan Allah.

Kisah si pengemis buta adalah kisah hidup kita setiap hari. Banyak kali kita menjadi buta sehingga tidak mengenal Tuhan dan tidak berempati dengan sesama manusia. Mata hati kita buta sehingga tidak mampu mengasihi. Padahal menjadi buta sangat tragis karena di samping menjadi buta, juga miskin, duduk dan mengemis. Itulah nasib kita yang terlampau mengandalkan diri sendiri dan melupakan Tuhan. Kita bisa juga menghalangi sesama dengan cara hidup, tutur kata supaya mereka tidak berjumpa dan mengalami kasih serta kerahiman Tuhan. Sebab itu kita harus sadar diri betapa dalamnya kita sudah jatuh dalam dosa. Kita harus bertobat (Why 2:5a).

Mari kita berubah. Perubahan itu ditandai dengan usaha untuk mengalami Allah dalam hidup kita. Apa yang kita lakukan? Kita membuka diri kita di hadirat Tuhan, berdoa dan memohon belas kasih-Nya. Kalau kita jujur mengakui diri kita sebagai orang berdosa maka Tuhan akan melihat iman kita. Ia akan mendengar doa-doa kita dan pertolongan-Nya selalu datang tepat pada waktunya. Kita pun akan melihat dengan mata iman kita bahwa Ia sungguh-sungguh mengasihi kita. Allah adalah kasih! Apakah kita sungguh mengimani Tuhan dalam hidup kita?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply