Food For Thought: Ketakutan adalah peluang bukan rem!

Nilai positif ketakutan

P. John SDBAda seorang pemuda yang membagi pengalamannya pada sore hari ini. Ia sudah dua tahun bekerja di sebuah perusahaan ternama. Selama setahun ini ia menunjukkan prestasi yang gemilang dan membanggakan. Sebab itu ia mendapat promosi dalam pekerjaannya. Baginya promosi merupakan sebuah kesempatan untuk bersyukur dan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi dalam bekerja. Namun ia juga mengalami sebuah ketakutan tersendiri. Ia merasa ada sesuatu yang aneh di dalam ruangannya. Hal ini terjadi karena para karyawan yang lebih senior memandangnya dengan sebelah mata. Kadang-kadang mereka mengeluarkan kata-kata sindiran tertentu kepadanya atau meragukan kemampuannya.

Apa yang ia lakukan untuk menetralisir situasi ini?

Ia mengaku belajar menjadi lebih sabar lagi di dalam hidupnya. Ini tentu tidaklah mudah bagi dia namun ia berusaha untuk melakukannya dengan baik. Ia merasa yakin bahwa hanya dengan bersabar ia dapat memenangkan jiwa teman-temannya. Ia juga berusaha untuk menjadi “tuli” dan “buta” dalam hal-hal tertentu, namun ia tetap memiliki prinsip untuk membantu rekan-rekannya. Ia mengubah ketakutannya menjadi sebuah keberanian yang positif di hadapan sesamanya. Ia merasa bahwa dengan keberanian untuk berbicara dan menyapa setiap pribadi maka ia dapat memenangkan jiwa setiap pribadi yang dijumpainya. Dari sharing pemuda ini, saya membayangkan betapa mudahnya orang menjadi takut dalam situasi hidupnya. Sebenarnya orang harus berani untuk menghalau segala ketakutan di dalam diri manusia. Bukankah kita lebih dari pemenang?

Tuhan Yesus selalu menguatkan para murid-Nya dengan berkata: “Tenanglah, Aku ini, jangan takut” (Mrk 6:50). Kata-kata yang sama dipakai oleh St. Yohanes Paulus II, ketika meneguhkan gereja terutama kaum muda supaya jangan takut. Ia berkata: “Non abbiate paura” (Janganlah kalian takut). Sebuah uapan St. Yohanes Paulus II bagi gereja sepanjang masa.

Lalu apa nilai positif ketakutan?

Paulo Coelho berkata: “Marilah kita menggunakan rasa takut sebagai pendorong, bukan sebagai rem”.

Banyak kali orang merasa takut sehingga tidak mau berkembang. Ia menjadikan rasa takut sebagai rem. Bagaimana dengan anda?Apakah rasa takut masih menguasaimu?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply