Homili 3 Desember 2016

Pesta St. Fransiskus Xaverius, Pelindung Misi
1Kor 9:16-19.22-23
Mzm 117:1.2
Mrk 16:15-20

Aku mewartakan Injil dengan hidupku

imageSaya pernah mengikuti misa syukur atas pelayanan seorang imam misionaris di sebuah negara miskin. Ia mendapat perutusan dari tarekatnya untuk melayani gereja lokal di sana selama tiga puluh sembilan tahun terakhir ini. Semakin lama tinggal di tanah misi maka perilaku, kebiasaan tertentu bahkan warna kulitnya juga mulai gelap mengikuti orang-orang yang sedang ia layani di sana. Usai perayaan Ekaristi sederhana di rumah keluarganya, beliau diminta untuk memberi kesaksian tentang pelayanannya di tanah misi. Mula-mula ia mengatakan rasa syukurnya kepada Tuhan karena panggilan yang Tuhan anugerahkan kepadanya. Ia bersyukur atas kepercayaan tarekat untuk mengutusnya sebagai misionaris dan dukungan seluruh keluarganya. Umat Gereja lokal juga menerimanya apa adanya, sehingga membuatnya merasa bahagia sebagai abdi Tuhan di tanah misi. Ia juga membuka pikiran kami semua dengan pernyataannya yang sederhana tetapi sangat bermakna: “Menjadi misionaris di tanah misi itu memiliki kebahagiaan tersendiri. Saya merasa berbahagia karena ikut mewartakan Kristus dan injil-Nya, bukan hanya dengan kata-kata melainkan dengah hidupku apa adanya. Saya hanya pastor biasa-biasa saja, tidak memiliki spesialisasi apapun, bukan limited edition. Saya bersyukur karena Tuhan memberikan talenta sesuai kemampuan saya untuk mewartakan Injil-Nya. Sebab itu saya akan tetap berbahagia dan berkomitmen untuk mewartakan Injil dengan hidupku”. Saya merekam kesaksiannya ini. Bagi saya, kesaksiannya ini membuka pikiran kami untuk merenung tentang hidup sebagai misionaris di malam penuh syukur itu.

Pada hari ini kita memperingati sekaligus mengenang St. Fransiskus Xaverius sebagai imam dan pelindung misi. Fransiskus lahir kelahiran Navarra, Spanyol, 7 April 1506 dalam sebuah keluarga bangsawan yang kaya raya. Ia juga mendapat pendidikan yang bagus di Navarra sampai ke Paris, Prancis. Perjumpaan dengan Ignasius Loyola sangat mempengaruhi seluruh hidupnya. Ada sebuah pertanyaan baginya dari Injil yang juga ikut mengubah seluruh hidupnya: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, namun kehilangan jiwanya?” Ia kemudian bergabung dalam Serikat Yesus bersama Ignasius Loyola dan dan rekan-rekannya. Semangat misionaris membara dalam hatinya.Ia mula-mula memenuhi undangan raja Yohanes III di Portugal untuk menjadi pewarta Injil di daerah-daerah jajahan portugis. Tempat pertama yang menjadi tujuan mereka adlah Goa di India, Srilangka, Malaka, Maluku, Jepang, Cina dan akhirnya sang pewarta agama salib ini meninggal di Sanchian, 3 Desember 1552. Perjalanan misioner Fransiskus Xaverius penuh dengan resiko, apalagi di negeri-negeri baru di benua Asia. Namun ia memiliki keberanian untuk mewartakan Injil tanpa kenal lelah. Ia percaya bahwa Tuhan adalah kekuatannya dalam hidup misioner.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini menggambarkan Yesus yang sudah mengalami paskah (sengsara, wafat dan bangkit dengan mulia) menampakan diri-Nya kepada kesebelas murid. Selamam hidup bersama, Ia sudah menjadikan mereka sebagai Rasul dan mengutus mereka pergi berdua-dua (Mrk 6:7; Luk 10:1). Kini Ia yang sudah bangkit dengan mulia memberikan perutusan baru untuk mewartakan Injil. Ia berkata: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15). Tuhan Yesus menghendaki agar Injil sebagai khabar sukacita diwartakan kepada segala makhluk. Semua yang diciptakan oleh Allah Bapa perlu mendapat Kabar Gembira atau Injil.

Selanjutnya Yesus berbicara lebih khusus kepada manusia sebagai makhluk ciptaan yang mulia. Ia berkata: “Siapa yang percaya akan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mrk 16:16). Kabar sukacita itu menghidupkan semua orang sebagai anak-anak dari Allah Bapa yang satu dan sama. Kita percaya akan pembaptisan sebagai saat pertama kali kita mengalami kekudusan karena dibaptis dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Hingga saat ini kita bangga sebagai orang yang dibaptis dan membaharuinya dengan bangga. Sakramen Pembaptisan adalah pintu masuk untuk bersatu dengan Tuhan.

Tuhan juga melengkapi para murid-Nya dengan tanda-tanda yang menunjukkan jati diri mereka sebagai orang percaya, yakni: mereka akan mengusir setan-setan demi nama Yesus, mereka akan berbicara dengan bahasa-bahasa baru, mereka akan memegang ular, sekalipun meminum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka, mereka akan meletakkan tangan atas orang-orang sakit dan orang itu akan sembuh. Tanda-tanda ini merupakan pekerjaan-pekerjaan Yesus sendiri. Para murid akan melakukan pekerjaan Yesus bukan pekerjaan mereka sendiri. Tanda-tanda yang sama juga dilimpahkan Yesus bagi Gereja-Nya hingga saat ini. Gereja melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus! Hal yang sama terjadi juga bagi para misionaris. Mereka juga melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus sepanjang masa hidup mereka di tanah misi.

Mewartakan Injil adalah sebuah keharusan bagi orang-orang percaya. St. Paulus dalam bacaan pertama mengakui bahwa memberitakan Injil adalah sebuah keharusan. Ia berkata: “Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil” (1Kor 9:16). Ia mewartakan Injil bukan karena kehendaknya sendiri melainkan karena kehendak Tuhan. Ia juga tidak menerima upah sebagai pemberita Injil selain upahnya yakni memberitakan Injil tanpa imbalan. Ia menjadi hamba semua orang supaya dapat memenangkan hati semua orang. Injil Yesus Kristus adalah segala-galanya. Semangat misioner Paulus ini mendorong banyak orang untuk berkomitmen dalam memberitakan sabda Tuhan kepada semua makhluk.

Masa adventus menjadi bermakna ketika kita dengan sadar membaca, merenungkan, melakukan dan memberitakan Sabda kepada sesama. Yesus adalah Sabda yang menjelma menjadi daging dan tinggal bersama kita. Mari kita mengakrabkan diri dengan Sabda dan menjadi misionaris Sabda bagi sesama yang lain.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply