Homili 12 Januari 2017

Hari Kamis, Pekan Biasa I
Ibr 3:7-14
Mzm 95:6-7.8-9.10-11
Mrk 1:40-45

Janganlah kalian bertegar hati

Ada seorang bapa yang selalu mengulangi salah satu nasihat kepada anak-anaknya: “Janganlah kalian melawan orang tua.” Anak-anaknya selalu mendengar nasihat yang sama sampai merasa bosan. Pada suatu hari anaknya yang bungsu bertanya kepada bapanya: “Mengapa engkau selalu mengulangi nasihat yang sama kepada kami?” Bapa itu memandangnya dengan penuh kasih dan berkata: “Sekarang engkau masih anak-anak jadi engkau belum mengerti. Engkau akan bertumbuh menjadi dewasa dan akan mengerti semuanya ini pada saat yang tepat”. Lama setelah bapa itu meninggal dunia, semua anak-anaknya berkumpul bersama sambil menceritakan pengalaman kebersamaan mereka dengan orang tua dan pengalaman nyata di dalam keluarga mereka masing-masing. Mereka semua bersyukur karena orang tua terutama bapa selalu menasihati supaya jangan melawan orang tua. Hal ini telah menjadi bekal yang sangat berharga bagi mereka di dalam keluarga masing-masing. Mereka pun menasihati anak-anak mereka supaya jangan melawan orang tua.

Umat Israel dalam dunia Perjanjian Lama memiliki pengalaman indah dalam berelasi dengan Tuhan Allah. Mereka mengalami pertolongan Tuhan tanpa batas. Tuhan Allah sendiri yang membebaskan mereka dari perbudakan Mesir dan mengantar mereka ke tanah Kanaan. Dalam perjalanan selama hampir empat puluh tahun itu, umat Israel menunjukkan kelebihan dan kekurangan mereka. Ada saat di mana mereka mentaati Tuhan dan ada saat juga di mana mereka melawan Tuhan. Tuhan terus menerus berbicara kepada mereka melalui Musa sahabat-Nya namun mereka tidak mendengar dan melakukan kehendak Tuhan. Sebab itu Musa berkata kepada mereka: “Pada hari ini, kalau kamu mendengar suara-Nya, jangalah bertegar hati seperti di Meriba, seperti waktu di Masa di padang gurun, ketika nenek moyangmu mencobai dan menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku” (Mzm 95: 8-9).

Perkataan Musa ini kembali diulangi oleh penulis surat kepada umat Ibrani. Mengapa ia mengulangi nasihat ini? Kemungkinan besar penulis surat ini berangkat dari pengalaman keseharian bersama mereka yang keras hati dan menjauh dari Tuhan. Artinya, banyak di antara mereka berkeras hati melawan Tuhan Allah seperti umat Perjanjian Lama. Mereka bersungut-sungut melawan Tuhan. Sebab itu penulis surat kepada umat Ibrani mengajak kita supaya selalu waspada supaya jangan ada orang yang hatinya jahat dan tidak percaya. Seharusnya kita saling menasihati setiap hari. Melalui nasihat dan saling mengingatkan maka orang dapat dijauhkan dari tipu daya dosa. Satu hal lain yang oenting adalah kita perlu teguh dalam iman kepada Kristus.

Tuhan Yesus tampil di hadapan umum dan memberi teladan ketaatan kepada kita. Dia tidak berkeras hati tetapi lembut hati. Ia mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan semua orang sakit. Ini adalah cara Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya kepada kita. Ia mengasihi kita apa adanya, tanpa memandang siapakah diri kita di hadirat-Nya. Sebab kita adalah manusia sudah cukup bagi Tuhan untuk mengasihi sampai tuntas.

Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang Tuhan menunjukkan kasih dasn kebaikan-Nya dengan menyembuhkan seorang yang sakit kusta. Orang kusta pada zaman Yesus memang dianggap najis maka layak untuk dijauhi dan merekapun menerima keadaan mereka seperti itu. Namun orang kusta dalam injil itu unik. Dia tahu bahwa Yesus memiliki hati yang baik dan mengasihinya apa adanya. Dia berlutut di hadapan Yesus dan memohon supaya disembuhkan. Yesus tergerak hati oleh belas kasihan maka Ia pun menyembuhkan orang kusta itu.

Setelah menyembuhkannya, Yesus menyuruhnya untuk menunjukkan dirinya kepada imam dan mempersembahkan persembahan tertentu sesuai hukum Taurat. Yesus juga meminta supaya ia jangan menceritakan peristiwa penyembuhan ini. Namun sayang sekali, orang ini menceritakan penyembuhan dirinya yang dilakukan oleh Yesus sehingga Yesus pun menjadi hati-hati untuk tampil di depan umum.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengundang kita untuk memiliki hati yang baik di hadapan Tuhan dan sesama. Hati yang tegar hanya menyesatkan dan menghalangi kita untuk bertemu dengan Tuhan dan sesama. Hati yang baik mendekatkan kita dengan Tuhan dan sesama. Hati yang berbelas kasih membuat kita serupa dengan hati Tuhan Allah. Maka, milikilah hati yang lemah lembut dan rendah hati seperti hati Tuhan Yesus sendiri.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply