Homili 24 Januari 2017

Hari Selasa, Pekan Biasa III
St. Fransiskus dari Sales
Ibr 10:1-10
Mzm 40:2.4ab.7-8a.10.11
Mrk 3:31-35

Aku siap melakukan kehendak-Mu

Pada hari ini kita merayakan pesta St. Fransiskus dari Sales. Beliau lahir pada tanggal 21 Agustus 1567. Ia meminati bidang Filsafat dan kesusateraan. Sebab itu ia menekuni bidang yang diminatinya ini di Universitas Paris dan memperoleh hasil yang gemilang. Ia juga belajar hukum di Universitas Padua hingga meraih gelar doktor. Usai studinya yang gemilang ini, ia mendapat panggilan Tuhan. Meskipun orang tuanya tidak menyetujui namun ia tetap pada niatnya untuk melayani Tuhan. Orang tuanya akhirnya merelakannya untuk menjadi seorang imam. Fransiskus dikenal sebagai gembala yang mempertahankan iman katolik dari serangan para Calvinis. Ajaran yang benar diberikannya kepada mereka sehingga banyak orang yang kembali ke jalan Tuhan. Cinta kasih sebagai seorang gembala mampu mengembalikan 25.000 orang dari 30.000 yang sudah berada di jalan sesat.

Fransiskus dari Sales menjadi uskup. Ia dikenal ramah, bijaksana dan sangat menyayangi umatnya. Fransiskus pernah berkata: “Jika ada sesuatu yang lebih mulia dari pada kelemahlembutan dan kerendahan hati, tentu Tuhan sudah mengajarkannya kepada kita. Tuhan justru mengajarkan kepada kita kelembutan hati dan kerendahan hati.” St. Yohanes Bosco sangat mengagumi St. Fransiskus dari Sales karena benar-benar seorang gembala yang rendah hati dan lembut hati. Sebab itu ia mendirikan kongregasi Santu Fransiskus dari Sales atau Salesian Don Bosco (SDB).

St. Fransiskus de Sales menginsipirasikan kita pada hari ini untuk bersikap lemah lembut dan rendah hati, serupa dengan hati Tuhan Yesus sendiri. Kelembutan hati itu sangat tergantung kepada kemampuan kita untuk mendengar, mengikuti dan mengasihi. Kita mendengar dengan baik sebab kita sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Ketika kita memiliki kemampuan untuk mendengar dengan baik maka dengan sendirinya kita taat di hadirat Tuhan. Kita mentaati karena kita mengasihi bukan terpaksa mengasihi. Hidup kita dapatlah menjadi suatu persembahan yang sempurna.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menyapa sekaligus menyadarkan kita untuk mengingat segala kebaikan Tuhan yang pernah kita rasakan bersama. Kebaikan yang dirasakan adalah buah dari ketaatan kepada kehendak Allah. Para nabi dalam perjanjian lama mempersembahkan kurban bakaran kepada Tuhan pertama-tama sebagai pepulih atas dosa-dosanya kemudian baru dosa kaum beriman. Hal ini tentu dilakukan berulang kali. Hal ini berbeda dengan Tuhan Yesus. Ia datang untuk melakukan kehendak Bapa bukan kehendak-Nya sendiri. Ketaatan Yesus merupakan sebuah bentuk persembahan yang total kepada Tuhan. Pemazmur juga berani berkata: “Ya Tuhan, aku datang untuk melakukan kehendak Allah” (Mzm 40: 8a).

Tuhan Yesus berani menderita demi kebaikan semua orang. Semua ini adalah pilihan dan pilihan yang radikal adalah mengikuti Yesus tanpa syarat. Menerima Yesus berarti siap untuk mentaati kehendak Allah. Kesiapan untuk melakukan kehendak Allah ditandai dengan menyiapkan pendengaran yang terbaik. Kita diharapkan untuk menggunakan dua telinga untuk mendengar bukan satu telinga saja. Dari semua orang yang mendengar dan melakukan kehendak Tuhan, mereka akan merasakan kebahagiaan yang kekal karena relasi dengan Kristus adalah relasi yang baru. Dikisahkan bahwa pada suatu kesempatan, ibu dan saudara-saudara Yesus datang ke rumah di Kapernaum. Mula-mula mereka meminta para murid untuk menyampaikan Yesus bahwa mereka hendak bertemu. Yesus menegaskan bahwa barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki. Dialah saudaraku perempuan, dialah ibu-Ku.

Mari kita memeriksa batin kita masing-masing, sambil bertanya: “Apakah saya benar-benar melakukan kehendak Allah.” Ingatlah bahwa Tuhan masih memberi kesempatan kepada kita untuk berubah. Kita memohon kepada Tuhan melalui perantaraan St. Fransiskus dari Sales untuk menjadi lemah lembut dan rendah hati.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply