Homili 29 Maret 2017

Hari Rabu, Pekan Prapaskah ke-IV
Yes. 49:8-15
Mzm. 145:8-9,13cd-14,17-18
Yoh. 5:17-30

Keteladanan Seorang Ayah

Saya selalu bangga karena memiliki seorang ayah yang luar biasa. Ia menunjukkan teladannya kepadaku dalam banyak hal, salah satunya adalah semangatnya untuk bekerja. Ia senang berkebun dan memelihara ternak-ternaknya. Dari kebun dan ternak maka keluarga kami hidup baik adanya. Sebab itu pada masa kecil pernah ada kelaparan namun kami sendiri tidak pernah mengalami kelaparan atau gizi buruk. Ia selalu mengingatkan mama untuk memastikan bahwa lumbung persediaan makanan selalu mencukupi seluruh keluarga kami sepanjang tahun. Ia selalu mengulangi nasihat St. Paulus kepada saya dan adik saya begini: “Jikalau orang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2Tes 3:10). Kami menganggap perkataan ini sebagai sebuah filosofi yang diadopsi oleh ayah dan menanamkannya ke dalam diri kami. Bekerja lalu menjadi sebuah habitus dan budaya di dalam keluarga kami. Adik saya sedang berusaha untuk menanam kembali nilai-nilai luhur di dalam keluarganya. Saya sendiri berusaha untuk menanam nilai-nilai ini di dalam hidup pribadi saya di komunitas.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menghadirkan figur Tuhan Allah sebagai seorang bapa yang baik hati kepada anak-anak-Nya. Dia adalah Bapa yang mengerti kelebihan dan kekurangan anak-anak-Nya dan tidak akan melupakan mereka sekalipun anak-anak selalu melupakan-Nya. Di dalam bacaan pertama kita berjumpa dengan Allah yang baik hati sebagai seorang Bapa terhadap Sion. Tuhan Allah berkata: “Pada waktu Aku berkenan, Aku akan menjawab engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau. Aku telah membentuk dan memberi engkau, menjadi perjanjian bagi umat manusia, untuk membangun bumi kembali dan membagi-bagikan tanah pusaka yang sudah sunyi sepi.” (Yes 49: 8). Tuhan juga berjanji untuk membangun bumi kembali dan untuk membagi-bagikan tanah pusaka yang sudah sunyi dan sepi.

Nabi Yesaya juga menyerukan pertobatan kepada orang-orang sezamannya. Bagi orang-orang terkurung diminta untuk keluar, orang-orang di dalam kegelapan diminta untuk tampil. Tuhan selalu memperhatikan mereka sehingga mereka tidak mengalami kekurangan satu apa pun. Misalnya tidak ada orang yang merasa lapar atau haus, angin hangat dan terik matahari tidak akan menimpah mereka. Allah adalah Bapa yang Mahakasih. Ia selalu siap untuk menuntun anak-anak-Nya mendekat sumber-sumber mata air. Semua gunung akan menjadi jalan dan segala jalan akan menjadi rata karena kuasa Tuhan.

Tuhan adalah Allah Bapa yang mahabaik. Dia tidak akan meninggalkan Sion. Namun Sion sendiri berseru: “Tuhan telah meninggalkan aku dan Tuhanku telah melupakan daku” (Yes 49: 14). Maka Tuhan mengatakan: “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau” (Yes 49:15). Allah yang kita imani menunjukkan diri-Nya sebagai Bapa yang mahabaik. Manusia boleh saling melupakan, namun Tuhan tidak akan pernah melupakan kita.

Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus menghadirkan figur Allah Bapa. Ia mengatakan: “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” (Yoh 5:17). Yesus menegaskan diri-Nya sebagai Anak di hadapan Bapa. Bapa bertugas mencipta tanpa henti atau senantiasa mencipta. Anak bertugas untuk menebus manusia yang berdosa. Perkataan Yesus ini semakin membuat geram para ahli Taurat dan kaum Farisi dan berencana untuk membunuh Yesus. Ada dua alasan yakni Yesus tidak menghormati hari Sabat sehingga membuat mukjizat, dan kali ini Ia mengakui diri sebagai Anak Allah karena dengan terang-terangan Ia menyapa Allah sebagai Bapa.

Yesus berusaha untuk menjelaskan jati diri-Nya kepada mereka. Ia berkata: “Sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.” (Yoh 5: 19). Selanjutnya Yesus menjelaskan persekutuan-Nya dengan Bapa. Bapa yang selalu memberi teladan dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaanNya, bahkan ada pekerjaan-pekerjaan yang besar dan mengherankan mereka. Pekerjaan yang besar adalah membangkitkan orang yang sudah meninggal dunia. Yesus juga mendapat tugas untuk mengadili orang yang hidup dan mati pada akhir zaman. Hormat yang diberikan kepada Anak sama dengan hormat yang diberikan kepada Bapa.

Injil ini memang menarik perhatian kita karena menunjukkan betapa Bapa dan Anak benar-benar bersekutu dalam Roh. Ini menjadi model persekutuan bagi keluarga-keluarga manusia. Dalam masa prapaskah ini kita semua diingatkan untuk membangun semangat persaudaraan sejati di dalam keluarga dan komunitas masing-masing. Apakah ada persekutuan dan persaudaraan sejati dalam keluarga dan komunitasmu? Apakah figur ayah sebagai Bapa yang baik ada di dalam keluarga dan komunitasmu?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply