Food For Thought: Komunikasi yang mandek

Komunikasinya mandek!

Saya pernah mengunjungi sebuah keluarga. Sudah lama mereka merindukan kunjungan keluarga yang routine dilakukan oleh pastor paroki. Keluarga ini juga tergolong setia dalam hidup menggereja. Dalam arti mereka selalu setia melakukan pelayanan-pelayanan bersama dalam hidup menggereja. Kehadiran saya untuk pertama kali ini di dalam keluarga ini menjadi kesempatan untuk mengenal lebih jauh aktivis gereja.

Pada kesempatan berbincang-berbincang satu sama lain, pasutri ini terbuka untuk saling mengoreksi satu sama lain. Mereka bertekad supaya kunjungan pastoral ini membuahkan sebuah relasi yang lebih baik lagi di dalam keluarga, baik bagi suami dan istri mau pun dengan anak-anak mereka. Sang istri mengaku sering membentak kedua anak mereka dan sering membadingkan anak sulung dan bungsu. Sang suami juga tidak ketinggalan bersaksi bahwa ia sering berteriak-teriak kalau kedua anak mereka malas atau tidak patuh. Saya mengingat bahwa kedua anak mereka baru berusia 5 dan 8 tahun. Bagaimana wajah kedua anak ini ketika ibu dan ayahnya represif? Sikap represif hanya membunuh karakter anak usia dini. Mereka kelihatan patuh tetapi sebenarnya bukan demikian. Mereka patuh karena takut!

Saya mendengar sharing pasutri ini dengan penuh perhatian. Pada akhirnya saya memberikan petunjuk-petunjuk praktis bagaimana mendidik anak-anak usia dini, tanpa harus membanding-bandingkan sulung dan bungsu dan berteriak dengan suara keras kepada mereka. Suasana kebersamaan di rumah itu diakhiri dengan doa dan makan bersama. Mereka berjanji untuk membaharui relasi mereka dengan kedua anak mereka.

Banyak kali kita lupa dan merasa biasa-biasa saja saja saat membandingkan anak-anak di rumah. Orang tua berteriak kepada anak-anak sama seperti mereka meneriaki orang dewasa. Anak-anak seharusnya bertumbuh dalam suasana penuh keharmonisan. Dengan demikian mereka belajar untuk bertumbuh menjadi pribadi yang sempurna. Ketika keluarga cenderung menjadi represif maka anak-anak juga akan belajar menjadi represif bagi orang lain. Mereka dapat melakukan kekerasan fisik dan verbal kepada semua orang.

Saya mengingat Paulo Coelho. Ia pernah berkata begini: “Jangan melawan orang yang tidak layak menjadi musuhmu”.

Bagi saya perkataan Coelho ini sangat menguatkan hati banyak orang. Para suami atau para bapa sering melawan istri dan anak-anak yang sebanarnya tidak layak menjadi musuh. Teman saya pernah mengatakan bahwa kalau para laki mau melawan orang lain maka silakan lawanlah para laki-laki, jangan melawan perempuan dan anak-anak sebab martabat laki-lakimu akan menurun. Saya kira bukan hanya orang tua di rumah, para guru sebagai pendidik dan pembina di sekolah juga demikian. Berapa kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang dilakukan di sekolah bagi anak-anak setiap hari? Para aparatur pemerintahan juga tidak malu-malu bersikap represif terhadap masyarakat. Kadang sesama ibu saling membentak satu sama lain di hadapan umum. Ini semua adalah contoh-contoh jenis komunikasi yang mandek.

Mari kita mengoreksi diri. Apakah kita sering bersikap frontal di dalam keluarga dan lingkungan kerja kita? Selidikilah batinmu dan transformasikan dirimu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply