Homili 28 Juni 2017

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XII
St. Ireneus
Kej 15: 1-12.17-18
Mzm 105:1-2.3-4.6-7.8-9
Mat 7:15-20

Merajut persahabatan sejati dengan Tuhan

Saya merasa kagum dengan dua orang yang bersahabat lebih dari tiga puluh tahun. Perasaan kagumku ini berawal dari kesaksian salah seorang di antara mereka pada kesempatan mengenang dua puluh lima tahun pernikahan sahabatnya itu. Mereka memang tinggal berjauhan namun selalu berusaha untuk mempertahankan relasi persahabatan mereka dengan saling meng-update keadaan pribadi dan keluarga mereka masing-masing. Kadang-kadang mereka saling berbagi pengalaman hidup dalam suasana untung dan malang. Sikap empati satu sama lain mewarnai kehidupan mereka. Mereka benar-benar berusaha hari demi hari untuk menjadi sahabat sejati. Sahabat sejati itu selalu hadir dalam seriap saat kehidupan.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan pengalaman akan Allah dalam diri Abram. Abram mengalami penglihatan di mana Tuhan datang dan berbicara dengannya. Inilah perkataan Tuhan: “Janganlah takut Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar”. Tuhan menunjukkan dirinya sebagai seorang sahabat yang hadir dalam kehidupan Abram. Dia tahu bahwa Abram sedang pusing memiliki masa depannya. Ia memiliki banyak harta kekayaan namun siapa yang kiranya akan menjadi ahli warisnya nanti karena ia belum mempunyai anak. Sebab itu Abram dengan polos mengungkapkannya kepada Tuhan: “Ya Tuhan Allah, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku? Aku akan meninggal tanpa mempunyai anak, dan yang mewarisi rumahku adalah Eliezer, orang Damsyik itu. Engkau sendiri tidak memberi aku keturunan, sehingga seorang hambakulah yang nanti menjadi ahli warisku”

Tuhan memahami kebutuhan Abram. Ia bersama Sarai istrinya berharap supaya Tuhan boleh menganugerahkan seorang anak kepada mereka yang nantinya dapat menjadi ahli warisnya. Tuhan mengatakan kepadanya dalam penglihatan itu bahwa Ia sendiri akan mengaruniakan kepada Abraham seorang anak kandung yang nantinya dapat menjadi ahli warisnya. Untuk lebih meyakinkan Abraham maka Tuhan membawanya keluar dari kemah untuk memandang bintang-bintang di langit. Tuhan mengatakan kepadanya bahwa sama seperti bintang-bintang di langit yang tidak terhitung banyaknya demikian pula keturunan Abraham nanti. Abraham mendengarnya dan percaya kepada Tuhan dan semua rencana-Nya. Tuhan sendiri memperhitungkan hal ini sebagai kebenaran. Iman Abraham kepada Tuhan diperhitungkan sebagai sebuah kebenaran.

Selanjutnya Tuhan membuka wawasan Abram dengan mengingat semua peristiwa yang terjadi di masa lalu, terutama semua yang telah Tuhan lakukan bagi Abram. Tuhan akan tetap melakukan yang terbaik bagi keturunannya seperti debu tanah dan bintang dilangit yang tidak terhitung banyaknya. Sekali lagi Tuhan membaharui janji-Nya kepada Abram dan tentu akan menepati janji-Nya ini. Seluruh tanah Kanaan diperuntukkan bagi Abram dan keturunannya. Tepatlah apa yang dikatakan Pemazmur: “Selamanya Tuhan ingat akan perjanjian-Nya” (Mzm 105:8a).

St. Yakobus dalam suratnya membantu kita untuk memahami relasi antara Abram dengan Tuhan dan Tuhan dengan Abram. Menurut Yakobus, Abram memiliki iman yang teguh kepada Allah sehingga Allah memperhitungkannya sebagai sebuah kebenaran. Maka Abram disebut Sahabat Allah (Yak 2:23). Tuhan sendiri mengatakan bahwa Abram dan keturunannya dikasih-Nya (Yes 41:8). Maka kita mendapat sebuah gambaran yang terang benderang bahwa Abram memiliki iman yang besar kepada Tuhan Allah, dan Tuhan meberikan kasih-Nya tanpa batas kepadanya. Tuhan memberikan tanah Kanaan dan juga keturunan yang tak terhitung banyaknya seperti debu tanah dan bintang di langit.

Apa yang dapat kita pelajari dari Abram?

Pertama, Abram adalah sahabat Allah. Ia percaya kepada Allah dan mengatakan apa adanya, menunjukkan kepolosan hatinya kepada Tuhan. Tuhan menjawabi iman dan kepercayaan Abram sebagai kebenaran yang diperhitungkan-Nya. Maka persahabatan dengan Allah menjadi semakin nyata kalau kita sungguh-sungguh mengimani Allah. Apakah anda sunggu mengimani Allah dalam hidupmu?

Kedua, Abram adalah gambaran pohon yang baik yang menghasilkan buah yang baik. Hal ini sesuai dengan perkataan Yesus: “Setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik akan menghasilkan buah yang tidak baik” (Mat 7:17). Abram adalah pohon yang baik yang menghasilkan buah yang baik dan dikenang sepanjang masa, terutama dalam tradisi agama-agama monoteistik.

Pada hari ini kita belajar untuk memiliki iman yang besar seperti Abram. Kita juga dapat menjadi pohon yang baik yang menghasilkan buah yang baik bagi semua orang. Hal ini akan nampak dalam berbagai kebajikan kristiani sepanjang zaman. Kita dapat merajut persahabatan sejati dengan Tuhan sendiri.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply