Homili 30 September 2017

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXV

Peringatan Wajib St. Hieronimus

Za. 2:1-5,10-11a

MT (Yer) 31:10,11-12ab,13

Luk. 9:43b-45

Tuhan adalah gembalaku

Apa yang anda pikirkan tenang seorang gembala? Seorang gembala itu selalu hadir di tengah-tengah ternaknya dan melayani mereka. Semua ternaknya mengenal dan mengikuti kemauannya sebagai gembala. Saya pernah memperhatikan seorang yang menggembalakan kambing dalam jumlah yang besar di padang. Ketika dia berdiri di atas bukit dan menirukan suara kambing yang mengembik maka dalam waktu singkat kambing-kambing gembalaannya itu mendekatinya. Kambing-kambing mengerti bahasa isyarat dari gembalanya. Saya pernah memperhatikan seorang yang beternak babi. Setiap hari dialah yang memberi makan dan minum, memandikan babi-babinya dan membersihkan kandangnya maka kehadirannya selalu memberi warna tersendiri bagi ternak-ternaknya. Demikian juga peternak ayam. Ayam-ayam juga mengenal siapa yang memberinya makan setiap hari.

Pengalaman manusiawi ini akan mudah dimengerti kalau ditempatkan dalam konteks relasi manusia dengan Tuhan. Di dalam Kitab Suci Tuhan selalu menunjukkan kasih sayang-Nya kepada manusia laksana gembala yang baik yang memperhatikan domba-dombanya. Nabi Yeremia misalnya mengatakan bahwa Tuhan Allah itu menjaga kita seperti gembala menjaga kawanan dombanya (Yer 31: 10d). Dalam situasi yang sulit Tuhan pasti menunjukkan diri-Nya sebagai gembala yang baik bagi manusia. Jauh sebelumnya, pekerjaan sebagai gembala sangat dihargai Tuhan di dalam Kitab Suci. Habel bekerja sebagai gembala dan persembahannya diterima oleh Tuhan. Abram memiliki banyak ternak sebagai tanda berkat dari Tuhan. Daud bermazmur bagi Tuhan dengan berkata: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mzm 23:1). Para gembala menggembalakan ternaknya dengan ketulusan hatinya dan menuntun mereka dengan kecakapan tangannya (Mzm 78:72). Tuhan Yesus sendiri menamakan diri sebagai Gembala yang baik, yang mengenal domba-dombanya (Yoh 10:14). Ia juga mengatakan kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya (Yoh 21: 15-17). Relasi gembala dan domba begitu akrab secara manusiawi dan ilahi.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk memandang Tuhan Allah sebagai Gembala yang baik bagi kita semua. Dari bacaan pertama, kita mendengar nubuat Zakaria. Dalam penglihatannya, ia melihat seorang yang hendak pergi ke Yerusalem untuk mengukur panjang dan lebar kota suci ini. Zakaria mendengar perkataan malaikat bahwa Yerusalem akan tetap tinggal terbuka seperti padang terbuka oleh karena banyaknya manusia dan hewan di dalamnya. Tuhan sendiri berjanji untuk menjadi tembok berapi di sekelilingnya dan Tuhan akan menjadi kemuliaan di dalamnya.

Tuhan Allah menyatakan diri laksana seorang gembala yang selalu hadir di tengah-tengah domba gembalaannya. Tuhan juga berjanji untuk tinggal ditengah-tengah umat Allah. Dengan demikian pada saat yang tepat banyak bangsa akan bergabung dan mereka ini akan menjadi umat bagi Tuhan dan Tuhan Allah menjadi Tuhan bagi mereka. Hal ini menjadi alasan bagi mereka untuk bersukacita di dalam Tuhan.

Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai gembala sejati. Seorang gembala yang siap untuk menderita, memberikan diri untuk keselamatan banyak orang. Ia mengatakan tentang penderitaan-Nya: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.” (Luk  9:44). Para murid Yesus diharapkan untuk mendengar dan mencamkan semua perkataan Yesus ini. Ia sadar akan segala penderitaan yang akan dialami-Nya. Ia tetap tegar untuk memberi diri-Nya demi keselamatan manusia. Gembala yang baik, siap untuk menderita bahkan menyerahkan nyawanya bagi domba-dombanya. Reaksi para murid adalah mereka tidak mengerti perkataan-Nya ini. Mereka tidak berani bertanya kepada Yesus maksud semua perkataan-Nya ini.

Pada hari terakhir bulan Kitab Suci Nasional ini pikiran kita diarahkan kepada Tuhan sebagai gembala yang baik, yang siap menderita untuk keselamatan umat manusia. St. Hironimus pernah berkata: “Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus”. Apakah kita sudah mengenal Kitab Suci? Apakah sharing-sharing selama bulan Kitab Suci Nasional telah mengubah kehidupan pribadi kita untuk mendengar, merenungkan dan melakukan Sabda Tuhan? Sabda Tuhan haruslah mengubah hidup kita untuk menjadi gembala dalam segala hal, mulai dari dalam diri kita, keluarga dan lingkungan hidup kita masing-masing.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply