Homili Hari Minggu I Adven/B – 2017

Hari Minggu Adven I/B
Yes 63: 16b-17.64:1.3b-8
Mzm 80: 2ac + 3b.15-16.18-19
1Kor 1:3-9
Mrk 13:33-37

Sebab setialah Allah kita

Pada hari Mingu I Adventus ini kita mengawali tahun baru dalam kalender Gereja Katolik. Bacaan-bacaan Kitab Suci untuk semua hari Minggu akan diambil dari siklus tahun B, sedangkan bacaan pertama dalam Misa Harian diambil dari tahun ke-II. Banyak kali kita menemukan orang menulisnya seperti ini: lingkaran Tahun Liturgi B/II.

Apa yang menjadi ciri khas dalam masa Adventus ini? Kita melihat pastor mengenakkan kasula dan stola berwarna ungu atau violet. Pakaian ungu selalu dikenakan oleh pastor selama masa Adventus, masa Prapaskah dan juga pada saat misa arwah untuk menggantikan warna hitam. Warna ungu melambangkan pertobatan dan penitensi kita. Kita mengingat bunga violet yang bungannya selalu tunduk ke tanah. Tunduk ke tanah adalah simbol penyesalan dan kerendahan hati. Dalam masa Adventus ini kita menantikan kelahiran Yesus Kristus sang Mesias yang dijanjikan Tuhan Allah sejak zaman para nabi dengan penuh kerendahan hati dan penyesalan atas dosa-dosa kita. Warna ungu ini juga mirip dengan warna langit sebelum terbitnya matahari, artinya kita memiliki harapan yang besar untuk menanti kedatangan Yesus Kristus, sang Fajar yang menghalau kegelapan dosa. Warna ungu juga merupakan warna kerajaan karena gaun-gaun sang raja umumnya berwarna ungu. Pada zaman Yesus, ungu merupakan warna yang mahal sebab memerlukan zat warna khusus. Maka warna ungu dalam masa adventus benar-benar mengarahkan kita kepada Kristus sebagai sumber atau asal segala sesuatu.

Selain pakaian yang dikenakan oleh para pastor dan kain-kain di Gereja berwarna ungu, kita mengenal adanya lingkaran Adven. Lingkaran adven dibuat berbentuk lingkaran dengan hiasan berupa daun-daun berwarna hijau alami. Ada empat lilin yang diletakkan pada lingkaran adven. Ada tiga lilin berwarna ungu dan satu lilin berwarna merah muda yang akan dinyalakan pada hari Minggu Gaudete (Minggu ke-III). Lingkaran adven ini memiliki makna yang sangat mendalam yakni Tuhan Allah yang kita imani tidak memiliki awal dan akhir. Dia adalah Allah yang kekal, yang senantiasa memancarkan cahaya kasih, pengampunan dan kebahagiaan kepada kita.

Dengan memperhatikan warna liturgi pada pakaian pastor dan lingkaran Adven, kita semua terdorong untuk  mempersiapkan diri kita, untuk mengenang kelahiran Yesus sang Mesias. Kita mengisi masa adven ini dengan pendalaman iman di dalam keluarga dan lingkungan, melakukan pertobatan pribadi dan matiraga, menaru seluruh harapan kita kepada Tuhan sang Penyelamat, membangun sukacita dalam diri dan sesama, meningkatkan semangat doa dan melakukan perbuatan amal kasih kepada semua saudara dan saudari yang sangat membutuhkan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu pertama Adven ini mengajak kita untuk menjadi pribadi yang setia sebab Allah yang kita imani setia adanya. Pertanyaan-pertanyaan yang menuntun kita sepanjang pekan Adven pertama ini adalah: “Apakah saya setia dalam hidup saya?” “Emang kamu setia?” “Cobalah untuk setia sebab Tuhan juga setia kepadamu.”

Dalam bacaan pertama kita mendengar nabi Yesaya menghibur umat Israel yang sedang berada di Babilonia. Di sana mereka mengeluh dan mengesah. Rasanya seperti tidak ada lagu masa depan bagi mereka. Sebab itu umat Israel mengakui dosa dan salah mereka kepada Tuhan serta mengakui iman mereka. Dalam pengakuan dosa ini mereka jujur mengatakan bahwa wajarlah mereka mengalami malapetaka sebagai hukuman atas segala dosa dan salah yang sudah mereka lakukan. Penyesalan atas dosa dan salah ini membawa mereka kepada semangat bertobat kepada Tuhan sebab Tuhan adalah Bapa yang setia adanya. Hanya Allah Bapa saja yang sanggup memulihkan hidup mereka dan melepaskan mereka dari noda dosa. Harapan bangsa Israel ini juga menjadi harapan kita dalam menantikan kedatangan Tuhan. Dialah yang akan memulihkan kita semua dari kemalangan akibat dosa.

Dalam menantikan kedatangan Tuhan, kita perlu menantikan-Nya dengan sikap batin berjaga-jaga, bersiap sedia selalu sambil berdoa sebab kita sendiri tidak tahu kapan Tuhan datang dan menghampiri hidup kita. Tuhan Yesus membangun kesadaran para murid-Nya dengan berkata: “Hati-hati dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamana saatnya tiba”. Ia juga memberi contoh, seorang tuan rumah bepergian dan meninggalkan rumahnya dalam waktu yang lama. Ia memberikan tanggung jawab kepada para hambanya dan meminta mereka untuk berjaga-jaga di depan pintu. Para hamba tentu memiliki hati yang senantiasa berjaga-jaga sebab mereka tidak tahu persis kapan tuan rumah akan datang.

Apa yang mereka lakukan selama berjaga-jaga? Mereka pasti memiliki keyakinan bahwa tuan rumahnya itu setia. Sebab itu mereka terpanggil untuk menunjukkan kesetiannya dengan berjaga-jaga sambil menjaga rumahnya. Dalam berjaga-jaga mereka saling menolong satu sama lain, saling menjaga satu sama lain sampai tuan rumah datang. Hal yang sama hendaknya kita alami juga selama masa adventus ini. Kita berjaga-jaga sambil berdoa dan melakukan perbuatan amal kasih. Kita berjaga-jaga sambil membangun semangat untuk bertobat.

Mengapa kita memiliki sikap batin berjaga-jaga dalam menanti kedatangan Tuhan? St. Paulus mengatakan bahwa Tuhan yang kita nantikan itu setia adanya. Ia menganugerahkan kasih karunia dan damai sejahtera-Nya kepada kita. Hanya di dalam Kristus saja kita semua menjadi kaya secara rohani, dalam segala perkataan dan pengetahuan sesuai dengan kesaksian tentang Kristus. Dengan demikian kita semua yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus tidak mengalami suatu kekurangan apa pun dalam hidup ini. Tuhan sendiri akan meneguhkan kita sampai kesudahan sebab Ia setia adanya. Dia juga menghendaki kita untuk hidup kudus di hadirat-Nya. Semua ini adalah rencana Allah yang setia memanggil kita kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan dan juru selamat kita.

Mari kita belajar untuk setia karena Tuhan sendiri setia adanya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply