Food For Thought: Kuasa doa

Kuasa Doa

Ada seorang sahabat yang siang ini mengirim kutipan perkataan St. Theresia dari Kalkuta kepadaku. Ia mengatakan sangat berbahagia setiap kali menemukan ungkapan-ungkapan dari orang kudus ini. Adapun bunyi kutipan yang dimaksud adalah: “Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai.” Saya mengingat kembali banyak tahun yang lalu juga pernah mendapat pembatas buku dengan kutipan kata-kata yang sama dari Muder Theresia dari Kalkuta. Namun kali ini saya merasa sangat terinspirasi sebab kita semua sedang berada dalam masa Adven. Kata-kata kunci yang disebutkan St. Theresia adalah keheningan, doa, iman, cinta, pelayanan dan damai. Semua kata ini meneguhkan serta menguatkan kita semua selama masa Adven ini.

Saya lebih tertarik pada kata doa. Doa berarti kita mengangkat hati dan pikiran kita hanya tertuju kepada Tuhan Allah saja. Ini berarti dalam situasi apa saja kita tetap bisa berdoa. Maka tidak ada alasan apapun untuk membenarkan diri supaya tidak berdoa atau mengatakan bahwa tidak ada waktu dan tempat yang baik untuk berdoa. Kalau saja kita berada di satu tempat yang ramai, kita masih dapat mengangkat hati dan pikiran kepada Tuhan. Tuhan Yesus saja berdoa pada tempat dan waktu tertentu. Kita yang mengikuti-Nya perlu berdoa tanpa henti. Kita merindukan-Nya di dalam hidup pribadi masing-masing

Saya mengingat sebuah kutipan dalam Katekismus Gereja Katolik, bunyinya: “Kerinduan akan Allah sudah terukir dalam hati manusia karena manusia diciptakan oleh Allah dan untuk Allah. Allah tidak henti-hentinya menarik dia kepada diri-Nya. Hanya dalam Allah manusia dapat menemukan kebenaran dan kebahagiaan yang dicarinya terus-menerus” (KGK, 27). Kita dapat mengangkat hati dan pikiran kepada Tuhan sebab kerinduan kepada-Nya sudah ada di dalam hati kita. Tuhan Allah senantiasa menarik kita kepada-Nya. Sebab itu orientasi hidup kita sudah jelas yakni hanya kepada Tuhan, sumber hidup kita.

Di tempat lain Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: “Biarpun manusia melupakan atau menolak Tuhan, namun Tuhan tidak berhenti memanggil kembali setiap manusia, supaya ia mencari-Nya serta hidup dan menemukan kebahagiaannya. Tetapi pencarian itu menuntut dari manusia seluruh usaha berpikir dan penyesuaian kehendak yang tepat, “hati yang tulus”, dan juga kesaksian orang lain yang mengajar kepadanya untuk mencari Tuhan.” (KGK, 30). Manusia sungguh-sungguh merindukan Allah di dalam hidupnya. Hal ini dapat diungkapkan dalam doa tanpa henti. Ada kesadaran bahwa kita membutuhkan Tuhan dalam doa dan puji-pujian kita.

Para Bapa Gereja mengajarkan bahwa kita perlu melewati tiga level doa kita kepada Tuhan. Pada mulanya kita berdoa kepada Tuhan. Rasanya Tuhan begitu jauh, sangat disegani maka kita masih berdoa kepada-Nya. Kita harus berusaha untuk keluar dari level ini untuk masuk ke level kedua yakni berdoa bersama Tuhan. Kita belajar dari para rasul yang meminta Tuhan Yesus untuk mengajar mereka berdoa Bapa Kami (Luk 11:1). Tuhan Yesus dan para murid-Nya berdoa bersama. Dari level ini kita masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk maju ke level yang lebih tinggi dalam doa yakni doa adalah kasih. Karena Allah adalah kasih maka doa adalah kasih, merupakan persekutuan antara Tuhan dan manusia dan manusia dengan Tuhan. Manusia benar-benar menyatu dalam diri Tuhan. Doa adalah kasih, berarti doa adalah kekudusan.

Figur inspiratif kita hari Senin ini adalah seorang perwira Romawi yang bukan orang Yahudi namun percaya bahwa Yesus akan menyembuhkan hambanya yang menderita sakit lumpuh. Ia meminta Yesus supaya Yesus menyembuhkannya. Yesus mengabulkan permintaannya sebab ia mengimani-Nya. Hamba perwira Romawi ini sembuh total karena kuasa doa sang perwira di hadapan Yesus.

Masa Adven bermakna ketika mutu doa kita menjadi lebih baik lagi. Doa mengubah seluruh hidup kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply