Homili Pesta Keluarga Kudus/B- 2017

Pesta keluarga Kudus/B
Kej 15:1-6;21:1-3
Mzm 105:1b-2.3-4.5-6.8-9
Ibr 11:8.11-12.17-19
Luk 2:22-40

Keluargaku adalah surgaku

Banyak di antara kita pasti masih mengingat judul lagu ini: “Keluarga adalah Surgaku” yang dinyanyikan oleh Chella Lumoindong. Ada satu lirik lagu ini yang menarik perhatianku sebab sangat menginspirasikanku, bunyinya: “Bila Tuhan menjadi Kepala rumah ini. Maka berkat kehidupan, tercurah selalu. Datanglah krajaanMu, jadilah kehendakMu. Kualami setiap waktu. Keluargaku adalah sorgaku.” Setiap rumah atau keluarga memiliki kepala rumah atau kepala keluarga. Biasanya seorang ayah didaulat sebagai kepala rumah. Kalau ayah sudah tidak ada maka ibu dengan sendirinya menjadi ibu rumah. Namun sebenarnya yang paling tepat adalah Tuhan sebagai kepala rumah. Dengan demikian semua berkatnya akan mengalir, tercurah di dalam hidup setiap pribadi. Tuhan akan meraja dan semua orang patuh kepada kehendak-Nya. Keluarga sungguh-sungguh menjadi keluarga bagi setiap keluarga.

Semua orang mendambakan supaya keluarganya dapat menjadi sebuah surga di dunia ini. Namun demikian orang itu harus berani berjuang untuk mewujudkan keluarganya menjadi surga yang nyata. Perjuangan yang dapat dilakukan menyata dalam semangat untuk mengasihi sampai tuntas. Semangat untuk mengampuni tanpa batas. Semangat untuk rela berkorban demi kebaikan bersama dalam keluarga. Sebab itu masing-masing anggota keluarga perlu memberi dirinya secara total dalam keluarga untuk membangun surga di atas dunia ini. Apakah keluarga dapat menjadi surga di atas dunia? Jawabannya adalah ya. Keluarga haruslah menjadi surga sementara di dunia ini, sambil menunggu surga abadi.

Meskipun setiap keluarga mendambakan surga di dunia ini, namun selalu saja ada kesulitan yang menghalangi setiap pribadi untuk membentuk sebuah keluarga yang kudus, suci laksana surga di atas dunia ini. Kesulitan yang dialami setiap keluarga adalah kemampuan setiap pribadi yang masih sangat terbatas untuk membentuk sebuah keluarga kudus di dunia ini, egois atau rasa ungat diri yang masih tinggi. Masing-masing pribadi haruslah berusaha untuk menjadikan keluarganya sebagai keluarga kudus seperti keluarga kudus di Nazaret, dalam hal ini Yesus, Maria dan Yusuf.

Paus Fransiskus pernah berkata: “Tidak ada keluarga yang sempurna. Kita tidak punya orang tua yang sempurna, kita tidak sempurna, tidak menikah dgn orang yg sempurna, kita juga tidak memiliki anak yang sempurna. Kita memiliki keluhan tentang satu sama lain. Kita kecewa dengan satu sama lain. Oleh karena itu, tidak ada pernikahan yang sehat atau keluarga yang sehat tanpa olah pengampunan.” Perkataan Paus Fransiskus memang sangatlah tepat. Kita mendambakan sebuah keluarga yang sempurna namun kesempurnaan itu harus dicari, ditemukan dan dipelihara sampai tuntas. Sebab itu tidak ada satu pun keluarga di dunia ini yang sempurna. Setiap pribadi masing-masing menunjukkan ketidaksempurnaannya dan berusaha untuk menjadi sempurna, kudus atau menjadi sebuah surga di dunia ini. Tidak ada satu pun pernikahan yang sehat, tak ada anak dan orang tua yang sempurna. Ada keluhan dan kekecewaan namun semuanya ini mewarnai dan membuat keluarga menjadi lebih indah.

Saya mengingat James J. Jones. Beliau adalah seorang penulis berkebangsaan Amerika. Ia pernah berkata: “Kebahagiaan sejati dan kesempurnaan kebahagiaan hanya dapat ditemukan dalam kelembutan dan keintiman hubu­ngan keluarga. Seberapa pun giatnya kita mencari kesuksesan dan kebahagiaan di luar rumah, kita tidak akan pernah terpuaskan secara emosional sebelum kita menjalin hubungan keluarga yang dalam dan penuh kasih.” Apakah di dalam keluarga-keluarga katolik masa kini, masih menunjukkan hubungan kekeluargaan yang baik? Apakah di dalam keluarga dan komunitas masing-masing juga mewujudkan sebuah keluarga dan komunitas yang penuh kasih. Tidak ada kepalsuan dalam kebersamaan yang membuat kasih menjadi lebih berkualitas dari saat-ke saat.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengorientasikan kita semua untuk semakin percaya bahwa Tuhan Yesus sungguh-sungguh Anak Allah yang lahir di dalam sebuah keluarga manusia. Dia akan menjadi pemimpin Israel kelak. Dalam bacaan pertama, kita mendengar perjanjian antara Allah dengan Abraham. Ia meminta supaya Abraham jangan merasa takut sebab Tuhan sendiri menjadi perisai atau pelindungnya. Ketika itu Abraham dan Sara sedang mengalami kesulitan, sebab hingga usia senja, mereka belum memiliki anak. Abraham sudah ketakutan, dan berpikir bahwa ahliwarisnya adalah Eliezer orang Damsyik. Tuhan menguatkan Abraham dengan menjanjikan kepadanya bahwa dari keturunannya, akan muncul seorang anak kandungnya yang akan menjadi ahli waris. Ahli waris adalah Dia yang berhak atas segala sesuatu yang ditinggalkan Abraham dan Sara. Tuhan bahkan menjanjikan keturunan yang banyak kepada Abraham, seperti bintang di langit. Keturunannya tidak akan terhitung berapa banyaknya.

Janji Tuhan terpenuhi dan tepat pada waktunya. Sara mengandung dan melahirkan Ishak yang nantinya menjadi ahli waris Abraham. Tuhan tidak pernah ingkar janji. Hanya manusia yang suka ingkar janji. Kita semua belajar dari Tuhan yang tidak ingkar janji supaya keluarga-keluarga di dunia ini bertumbuh dalam kesetiaan satu sama lain. Keluarga-keluarga benar-benar menjadi surga. Raja Daud pernah berkata: “Tuhan adalah kasih setia bagi orang yang berpegang pada perjanjian-Nya” (Mzm 105:7a.8a).

Dalam bacaan kedua kita berjumpa dengan sosok Abraham, Sara dan Ishak. Figur Abraham ditunjukkan sebagai orang beriman yang taat kepada Allah. Ia digambarkan sebagai figur yang berani bereksodus, ke sebuah negeri baru. Iman Abraham dan Sara membuahkan kelahiran Ishak, anak mereka. Bahkan karena imannya yang kuat, ia siap untuk mempersembahkan anaknya yang tunggal kepada Allah. Abraham percaya kepada Tuhan Allah, bahwa Dialah Allah yang berkuasa untuk membangkitkan orang dari kematiannya. Sebuah keluarga yang mengalami kesulitan tertentu akan merasakan surga di dunia kalau setiap anggota keluarga itu percaya kepada Tuhan. Iman itu mengubah segala sesuatu.

Dalam bacaan Injil, kita berjumpa dengan keluarga kudus dari Nazaret. Keluarga kudus ini membuka pikiran dan hati kita pada: Maria dan Yusuf yang menunjukkan dirinya sebagai ortang tua yang bertanggung jawab terhadap Yesus, Anak mereka. Mereka patuh kepada hukum Taurat sehingga mereka mempersembahkan Yesus kepada Allah. Maria juga siap untuk menderita bagi Yesus. Ia menyimpan perkara ini di dalam hatinya. Tuhan Yesus lahir dalam keluarga kudus ini. Ia sudah ditentukan Allah untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang Israel dan menjadi tanda yang menimbulkan perbantahan. Yesus juga bertumbuh menjadi dewasa dalam keluarga manusia.

Keluarga Kudus dari Nazaret menginspirasikan semua keluarga katolik untuk menjadi surga di atas dunia ini. Setiap anggota keluarga dipanggil untuk membentuk keluarga kudus, menjadi surga yang mengalirkan rahmat-rahmat kepada setiap pribadi dan masyarakat di dunia ini.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply