Homili Hari Minggu Biasa ke-II/B – 2018

Hari Minggu Biasa ke-II/B
1Sam. 3:3b-10,19
Mzm. 40:2,4ab,7-8a,8b-9,10
1Kor. 6:13c-15a,17-20
Yoh. 1:35-42

Merenungkan Panggilan Hidup Kita

Pada hari ini kita memasuki hari Minggu kedua dalam masa Biasa tahun B. Kita memulai perayaan syukur dengan sebuah Antifon Pembuka, bunyinya: “Seluruh bumi hendaknya sujud menyembah Dikau, ya Allah, dan bermazmur bagi-Mu, meluhurkan nama-Mu, ya Allah yang Mahatinggi.” (Mzm 66:4). Antifon Pembuka ini membuka pikiran kita untuk mengerti rencana Tuhan bagi kita semua secara pribadi maupun bersama sebagai Gereja. Kita semua diajak untuk sujud menyembah Tuhan sebab Dia adalah Pencipta kita, kita adalah umat kesayangan-Nya. Kita adalah anak-anak Tuhan yang perlu dan harus bersyukur dengan bermazmur dan meluhurkan nama-Nya yang kudus. Kita semua bersyukur dan bermazmur sebab Ia telah memanggil kita dengan sebuah panggilan istimewa yang sudah sedang kita hayati secara pribadi.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu ini berbicara tentang sejarah panggilan figur tertentu di dalam Kitab Suci. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah panggilan Samuel untuk menjadi nabi. Kita mengingat kembali kisah hidup Samuel. Ibunya bernama Hanna dan ayahnya Elkana. Ketika sudah mengalami usia senja, Hana datang ke rumah Tuhan di Silo untuk berdoa. Ia memohin supaya Tuhan yang mahabaik memberikan sebuah hadiah kepada keluarganya yakni seorang anak laki-laki. Sambil berdoa, ia sempat dimarahi imam Eli karena dikira ia sedang mabuk dan berbicara sembarangan di rumah Tuhan. Hanna menjelaskan kepada imam Eli bahwa ia berdoa seraya meminta tolong supaya Tuhan memberikannya seorang anak laki-laki. Anak itu akan langsung dipersembahkan kepada Tuhan. Apa yang terjadi? Sekembalinya dari Rumah Tuhan di Silo, Hanna hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamainya Samuel. Nama Samuel sendiri memiliki dua arti penting yakni Samuel artinya “namanya adalah Allah” dan arti kedua adalah “mendengar Allah”. Nama anak laki-laki Hanna ini sangat mencerminkan pribadi Samuel di masa depan sebagai nabi.

Sejak kecil Samuel dipersembahkan kepada Tuhan. Sebab itu siang dan malam ia tinggal di dalam Rumah Tuhan. Ia tidur di dekat Tabut Perjanjian atau Tabut Allah. Pada waktu itu Samuel masih kecil tetapi ia sudah mendapat panggilan dari Tuhan. Sebanyak tiga kali namanya dipanggil, dan imam Eli membantunya untuk mengerti bahwa yang memanggilnya adalah Tuhan. Ia diajari imam Eli untuk menjawabi panggilan Tuhan dengan berkata: “Bersabdalah, ya Tuhan, hamba-Mu mendengarkan”. Perikop kita menambahkan bahwa Samuel yang dipanggil Tuhan ini bertambah besar dan Tuhan menyertai Dia. Tidak ada satu pun dari Firman Tuhan yang dibiarkannya gugur.

Apa yang indah dari panggilan Samuel ini? Samuel dipanggil sejak usia dini untuk mengabdi Tuhan. Ciri khas panggilan kenabian dari Tuhan adalah kesediaan sang manusia untuk taat kepada Tuhan yang memanggilnya secara istimewa. Ia memiliki semangat kemiskinan bathin, mampu membuka hatinya supaya dapat menerima Tuhan yang memanggilnya, ia setia melakukan perutusan yang Tuhan berikan kepadanya. Untuk menjadi seorang nabi maka Sabda Tuhan menjadi dasar sekaligus kekuatan baginya. Semua hal yang saya singgung ini dimiliki oleh Samuel. Ia datang untuk melakukan kehendak Tuhan.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah panggilan dari para murid perdana. Penginjil Yohanes mengisahkan bahwa pada suatu kesempatan Yohanes Pembabtis sedang berdiri bersama para muridnya di tepi sungai Yordan. Ketika itu Yesus yang datang untuk dibaptis Yohanes lewat di depan mereka. Ia berkata kepada murid-muridnya: “Lihatlah Anak Domba Allah”. Hal ini tentu mengagetkan para muridnya. Namun para murid mendengar dan mengambil sikap dengan meninggalkannya dan mengikuti Yesus sang Anak Domba Allah. Yesus bertanya kepada mereka: “Apakah yang kamu cari?” Mereka menjawab: “Rabi, di manakah Engkau tinggal.” Yesus menjawab mereka: “Mari dan kamu akan melihatnya” Kedua murid Yohanes yakni Andreas dan Yohanes mengikuti Yesus, melihat di mana Ia tinggal dan merekapun tinggal bersama-Nya. Waktu setempat menunjukkan pukul 4 sore. Tinggal bersama Yesus dalam Injil Yohanes berarti mengalami kehidupan Yesus, berbagi dengan hidup Yesus. Para murid yang sudah mengalami Yesus dengan sendirinya pergi dan memanggil saudara-saudaranga seperti Andreas yang menagatakan kepada Simon: “Kami telah melihat Mesias”. Simon datang kepada Yesus dan mengalami pembaharuan diri. Namanya bukan lagi Simon melainkan Cefas artinya artinya Petrus.

Dalam Bacaan kedua, St. Paulus memberikan kriteria yang tepat bagaimana menjawabi panggilan dan mengikuti Tuhan Yesus. Pada saat itu umat di Korintus sedang mengalami kemerosotan moral. Mereka dikuasai oleh nafsu-nafsu duniawi. Paulus menasihati mereka supaya sadar diri bahwa tubuh mereka bukanlah untuk percabulan melainkan untuk Tuhan dan Tuhan untuk tubuh. Tubuh manusiawi adalah kudus karena merupakan bagian dari Kristus (Gereja) dan menjadi tempat tinggal Roh Kudus. Sebab itu setiap orang mesti sadar diri bahwa melalui sakramen pembaptisan kita semua mengalami pengudusan. Kita menjadi kudus dan tak bercacat di hadirat Tuhan. Lagiu pula tubuh yang fana ini telah ditebus oleh Tuhan dengan darah-Nya yang mahal. Maka Paulus mengharapkan supaya setiap orang perlu memuliakan tubuh-Nya.

Apa yang Tuhan hendak katakan kepada kita?

Pertama, kita semua diajak untuk bersyukur atas panggilan kita masing-masing. Tuhan memanggil kita untuk melakukan karya perutusan-Nya. Saya sebagai imam menghayati panggilan saya dengan setia melayani Tuhan dan sesama sampai tuntas. Para suami dan istri bersyukur untuk panggilannya sebagai satu pasangan, satu daging yang tidak dapat dipisahkan oleh siapapun.

Kedua, kita dipanggil untuk menghargai nilai-nilai kehidupan khususnya nilai-nilai tubuh kita. Kalau kita menghargai nilai tubuh kita maka dengan sendirinya kita juga akan menghargai nilai tubuh sesama yang lain.

Mari kita bersyukur kepada Tuhan karena Sabda-Nya hari ini mampu mentransformasi hidup kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply