Homili 10 Februari 2018

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-V
1Raj. 12:26-32; 13:33-34
Mzm. 106:6-7a,19-20,21-22
Mrk. 8:1-10

Merenungkan Belas Kasih Allah

St. Yohanes Paulus II dalam Ensikliknya Dives Misericordia (Karya dalam kerahiman), mengatakan bahwa belas kasih Allah itu dapat dilihat secara nyata di dalam Kristus dan melalui Kristus. Dalam Kristus, kerahiman Allah terjelma dan terpersonifikasi. Yesus Kristus adalah sang kerahiman itu sendiri. (DM,2). Paus Fransiskus dalam Bulla Misericordiae Vultus menegaskan hal yang sama: “Yesus Kristus adalah wajah kerahiman Bapa” (MV,1). Lebih lanjut Paus Fransiskus mengatakan bahwa kita perlu senantiasa merenungkan misteri kerahiman sebab ini adalah sumber sukacita, ketenangan dan kedamaian (MV,2). Fokus perhatian kita pada hari ini adalah pada sosok Yesus sebagai wajah kerahiman kerahiman Allah bagi kita. Di dalam diri Tuhan Yesus, semua ajaran dan perintah-perintah-Nya kita dapat mengenal betapa Bapa mengasihi manusia.

Bacaan Injil hari ini membantu kita untuk merenung lebih dalam lagi tentang kerahiman Allah di dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Ia senantiasa berkeliling dan berbuat baik. Ia melakukan perjalanan jauh ke Tirus dan Sidon, dengan menyembuhkan seorang anak yang kerasukan roh jahat dan menyembuhkan seorang yang gagap dan tuli, kini Ia sudah berada kembali di pantai danau Galilea. Banyak orang mendengar dan mengagumi-Nya. Merekapun mengikuti-Nya dari dekat untuk mendengar pengajaran-pengajaran-Nya dan memperoleh penyembuhan secara ajaib. Semua yang dilakukan Yesus ini bertujuan untuk menunjukkan wajah kerahiman Allah di hadapan manusia. Allah yang Maharahim kepada semua orang, orang berdosa supaya bertobat, orang sakit supaya sembuh, orang yang kerasukan setan supaya bebas dari kuasa setan, orang lumpuh supaya dapat berjalan. Di pihak manusia saat itu, mereka merasakan tanda heran dari Yesus sebagai hal yang mengagumkan sehingga mereka mengagumi kuasa Allah di dalam diri Yesus. Namun demikian masih ada orang yang mempertanyakan kuasa Yesus dan meragukannya.

Bagi Penginjil Markus, ketertarikan orang pada kuasa Yesus memang luar biasa. Dikisahkan bahwa selama tiga hari orang-orang berdatangan dari kota dan desa sekitar Galilea kepada Yesus untuk mengalami-Nya. Mereka adalah orang-orang miskin yang datang ke hadapan Yesus untuk menjadi kaya karena kerahiman Allah Bapa. Yesus mengungkapkan kasih-Nya kepada para murid-Nya: “Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka Kusuruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh.” (Mrk 8:2-3). Tuhan Yesus sangat peka dengan kebutuhan manusia. Mereka datang untuk mendengar-Nya dan mengalami mukjizat-mukjizat tetapi kalau perut mereka kosong maka secara manusiawi semua yang dilakukan Yesus tidak berarti banyak bagi mereka.

Di sini kita melihat perbedaan Tuhan dan manusia. Tuhan begitu peka dan peduli dengan kebutuhan manusia, sedangkan manusia sulit untuk peka dan peduli terhadap sesamanya. Tuhan memikirkan bagaimana orang-orang yang datang kepada-Nya, penuh dengan keletihan dan beban berat dapat memperoleh kelegaan, sedangkan manusia yang diwakili para murid masih belum peka dan peduli sehingga sulit untuk berbagi. Inilah ungkapan para murid-Nya: “Bagaimana di tempat yang sunyi ini orang dapat memberi mereka roti sampai kenyang?” (Mrk 8:4). Manusia sungguh tidak kreatif! Takut menjadi berbagi, takut menjadi miskin. Mungkin anda dan saya juga sealiran dengan para murid. Sungguh menyedihkan hati Tuhan.

Tuhan Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengajar para murid-Nya supaya memiliki belas kasih dan kerahiman Allah bagi sesama yang sangat membutuhkan. Ia tidak menciptakan sesuatu yang baru. Ia meminta kepada para murid apa yang mereka miliki untuk dapat dibagikan kepada sesama yang lain. Tuhan Yesus berkehendak agar sedikit yang mereka miliki dapat dibagikan kepada banyak orang. Maka dengan hanya memiliki tujuh buat roti dan beberapa ikan kecil, Tuhan Yesus mengucap syukur, memecah-mecahkan roti dan memberikannya kepada para murid untuk belajar berbagi yang mereka miliki ini kepada banyak orang. Dengan hanya memiliki sedikit mereka berbagi kepada empat ribu orang dan masih ada sisa tujuh bakul. Berbagi dengan sesama dalam Tuhan selalu membuahkan kelimpahan dalam hidup.

Bacaan Injil hari ini mengajar kita satu sisi kehidupan Yesus yang sangat kuat dalam menghadirkan kasih dan kerahiman Allah yaitu Ekaristi. Ekaristi adalah kesempatan untuk berbagi. Tuhan Yesus mengambil tujuh buah roti (makanan yang sempurna karena menjadi lambang tubuh Ekaristi-Nya sendiri), mengucap syukur kepada Bapa, memecah-mecahkan, memberikan kepada para murid dan para murid membagikannya. Tuhan Yesus berekaristi dengan membagi diri-Nya dan dikenang turun-temurun dalam Gereja dalam perayaan Ekaristi. Gereja bertugas untuk membagi harta Gereja ini, yaitu Ekaristi untuk memuaskan semua orang. Ekaristi adalah Yesus Kristus, membuat orang mengalami hidup dalam kelimpahan. Tuhan Yesus juga memperbanyak ikan. Dalam masa penderitaan, gereja perdana menggunakan ikan sebagai simbol penting untuk mewartakan kerahiman Allah dalam diri Yesus Kristus. Ikan dalan bahasa Yunani disebut IXΘYΣ (ichthus), kepanjangannya: Iesous CHristos, Theou Uios, Soter yang berarti Yesus Kristus, Putra Allah, Sang Penyelamat. Hidup dalam Kristus selalu ada kelimpahan rahmat.

Kita juga tidak dapat menutup mata terhadap orang tertentu yang tidak menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan. Dalam bacaan pertama kita mendapat gambaran suasana Kerajaan Israel pasca raja Salomo. Tampilnya Yerobeam sebagai raja benar-benar menjauhkan umat Allah dari Tuhan sendiri. Yerobeam tidak menghendaki supaya kerajaan yang dipimpinnya kembali kepada keluarga Daud. Obat paling mujarab adalah membawa bangsa itu untuk menyembah berhala sehingga perlahan namun pasti mereka akan semakin menjauh dari Tuhan dan juga Rehabeam raja Yehuda. Usahanya membuat patung dan kuil-kuil penyembahan berhasil dengan baik. Para imam diangkatnya bukan dari keluarga Levi. Semua perbuatan Yerobeam menjadi dosa bagi keluarganya sehingga mereka dilenyapkan dan dipunahkan dari muka bumi (1Raj 13:34).

Ada dua hal penting di sini. Di satu pihak, Tuhan menunjukkan kerahiman-Nya bagi manusia, di pihak manusia, dosa dan penyembahan berhala tetap diagung-agungkan. Manusia modern memiliki berhala-berhala yang menjauhkannya dari Tuhan. Harta, kuasa, gengsi semuanya telah menghalangi manusia untuk merasakan kerahiman Tuhan. Perasaan berdosa sudah tidak ada lagi. Orang tidak malu-malu untuk berbuat dosa. Yerobeam masih hidup saat ini dalam diri anda dan saya. Mari kita kembali kepada Tuhan, sumber kasih dan kerahiman.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply