Homili 12 Februari 2018

Hari Senin, Pekan Biasa ke-VI
Yak. 1:1-11
Mzm. 119:67,68,71,72,75,76
Mrk. 8:11-13

Jangan mencobai Tuhan!

Kita semua mengenal sebuah cerita tentang Jemaah Israel di dalam Kitab Keluaran (Kel 17:1-7). Dikisahkan bahwa pada saat itu Jemaah Israel dari padang gurun Sin berjalan menuju tempat persinggahan tertentu sesuai dengan pesan Tuhan melalui Musa. Ketika itu mereka merasa haus sehingga memberontak melawan Tuhan melalui Musa. Musa sendiri heran dengan perilaku mereka dan bertanya kepada mereka: “Mengapa kalian bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai Tuhan?” (Kel 17: 2). Sebab itu, Musa berseru dan memohon kepada Tuhan supaya Tuhan memberi air kepada mereka. Tuhan pun memerintahkan Musa untuk memukul tongkatnya ke atas gunung batu hingga keluar air sehingga Jemaah Israel dapat meminumnya. Tempat itu disebut Masa dan Meriba sebab orang-orang Israel telah bertengkar dan mencobai Tuhan dengan berkata: “Adakah Tuhan di tengah-tengah kita atau tidak?” (Kel 17:7). Manusia mudah sekali mencobai Tuhan Allah yang telah menciptakannya. Semuanya berawal dari rasa ragu yang menguasai manusia.

Pada hari ini kita mendengar kisah Yesus. Ia berkeliling dan berbuat baik. Ia membuat banyak tanda heran, misalnya dengan menyembuhkan orang yang memiliki penyakit dan aneka kelemahan, Ia mengajar dengan kuasa dan wibawa melebihi para nabi. Ia bahkan membangkitkan orang yang sudah meninggal dunia. Semua tanda dan karya serta perkataan Yesus ini tetap tidak membuat orang-orang Farisi mengakui kemampuan Yesus. Mereka bahkan mempertanyaan kuasa Yesus dan meminta bukti kuasa ilahi Yesus. Ini berarti mereka sangat meragukan kemampuan Yesus padahal mereka sendiri sedang menyaksikan kuasa ilahi Yesus yang luar biasa.

Kaum Farisi pandai bersoal jawab dengan Yesus. Kali ini mereka tidak segan-segan mengulangi dosa lama dalam Kitab Keluaran yang saya kutip di atas yakni mencoba Tuhan Yesus sekaligus mereka meminta tanda yang membuktikan bahwa Yesus memang memiliki kuasa untuk melakukan mukjizat dan pengajaran yang penuh kuasa dan wibawa. Yesus dengan tegas mengatakan “tidak akan memberi tanda kepada angkatan ini.” Yesus meninggalkan orang-orang Faris dan bertolak ke seberang danau Galilea. Yesus pasti kecewa karena kedegilan hati kaum Farisi yang meminta tanda, padahal mereka sedang melihat tanda yaitu Yesus sendiri.

Kita adalah Farisi dan Farisi adalah kita! Berapa kali kita juga mencobai Tuhan dengan meminta tanda atau bukti-bukti tertentu untuk mempertegas jati diri-Nya sebagai Tuhan? Berapa kali kita mengatakan kecewa dengan Tuhan sebab doa dan permohonan kita tidak dikabulkan-Nya. Kita memang lupa bahwa Tuhan selalu memberi apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita sukai. Kita mungkin suka akan benda dan hal tertentu, namun belum tentu kita membutuhkannya dalam hidup ini. Sikap avarice banyak kali menghalangi kita dalam berelasi dengan Tuhan.  Kekecewaan demi kekecewaan juga menghalangi kita untuk bersatu dengan Tuhan. Kita selalu mengadili Tuhan bahwa Dia adalah Allah pelupa. Dia melupakan kita, melupakan permohonan kita dan lain sebagainya. Kita mungkin sedang tersesat. Kita harus berusaha untuk rendah hati dan kembali kepada Tuhan.

Pada hari ini kita mulai mendengar bacaan pertama dari tulisan St. Yakobus. Yakobus memulai tulisannya dengan mengatakan “Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada kedua belas suku di perantauan” (Yak 1:1). Kita yang membaca perikop ini akan merasa senang karena sapaan dan salam dari Yakobus. Dia juga mengakui dirinya sebagai hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus. Selanjutnya ia menasihati kita dengan mengatakan: “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” (Yak 1:2-3). Kita menjadi sadar bahwa kita mencobai Tuhan Allah dalam hidup kita berkali-kali. Namun kita juga mengalami berbagai pencobaan dalam hidup. Pencobaan yang dapat mendekatkan kita kepada Tuhan karena iman, tetapi ada juga pencobaan yang menjauhkan kita dari Tuhan. Semua pencobaan dapat diatasi kalau kita sungguh bersatu dengan Tuhan. Yakobus mengatakan ini adalah ujian yang dapat menghasilkan ketekunan. Ketekunan membawa kita kepada kematangan hidup sehingga kita bertumbuh sebagai pribadi yang sempurna.

Yakobus juga mengingatkan kita untuk meminta hikmat dari Tuhan. Hikmat yang akan menguatkan iman kita dan membuat kita bertahan dalam berbagai pencobaan hidup. Hikmat yang membuat kita benar-benar mengandalkan Tuhan bukan mengandalkan diri sendiri. Orang yang mengandalkan diri sendiri akan mencobai Tuhan dalam hidupnya. Orang yang mengandalkan Tuhan akan terus mencari dan menemukan hikmat-Nya. Apakah kita masih sempat mengandalkan Tuhan? Atau kita masih tetap mencobai Tuhan dalam hidup?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply