Homili Hari Kamis Putih 2018 – Tahun A-B-C

Hari Kamis Putih – Mengenangkan Perjamuan Tuhan
Kel. 12:1-8,11-14
Mzm. 116:12-13,15-16bc,17-18
1Kor. 11:23-26
Yoh. 13:1-15

Saatnya sudah tiba!

Mari kita mengingat sebuah kisah dalam Injil Yohanes, tentang Tuhan Yesus membuat mukjizat pertama yakni mengubah air menjadi anggur di Kana, untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Pada saat itu, Bunda Maria menyampaikan Yesus bahwa tuan pesta kekurangan anggur. Tuhan Yesus menjawabnya: “Mau apakah engkau daripada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” (Yoh 2:4). Meskipun mukjizat pertama di Kana ini menjadi kesempatan pertama bagi Yesus untuk menyatakan kemuliaan-Nya, namun Ia sendiri mengatakan bahwa saat diri-Nya dimuliakan belum tiba. Ia harus melewati segala penderitaan dan kemalangan, bahkan sampai saatnya tiba yaitu kematian-Nya di atas kayu salib untuk menyatakan kemuliaan bagi Allah sampai selamanya. Bacaan Injil pada malam hari ini mengisahkan bahwa sebelum Hari Raya Paskah dimulai, Tuhan Yesus sudah tahu bahwa “saatnya sudah tiba” untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Ini adalah saatnya bagi Yesus untuk mengatakan kasih kepada para murid-Nya sampai tuntas. Kasih yang penuh dengan pengurbanan dan penyerahan nyawa sang Anak Manusia.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada malam Perjamuan Tuhan ini mengantar kita untuk mengerti rencana Tuhan Allah untuk menyelamatkan manusia dan kini saatnya sudah tiba. Dalam bacaan pertama misalnya, dikisahkan tentang kenangan akan paskah dalam dunia perjanjian lama. Saatnya sudah tiba ditandai dengan perkataan Tuhan kepada Musa dan Harun untuk mengingatkan bangsa Israel seperti ini: “Bulan inilah akan menjadi permulaan segala bulan bagimu; itu akan menjadi bulan pertama bagimu tiap-tiap tahun.” (Kel 12:2). Apa yang akan mereka lakukan secara turun temurun pada saat yang sudah tiba ini? Setiap keluarga atau bersama tetangga mempersembahkan seekor anak domba jantan, tak bercacat dan umurnya satu tahun kepada Tuhan. Cara mempersembahkannya adalah anak domba atau kambing dikurung selama empat belas bulan, disembeli pada senja hari. Darahnya diambil lalu dioleskan pada tiang pintu dan pada ambang atas rumah tempat keluarga berkumpul untuk makan daging anak domba atau kambing.

Daging anak domba dipanggang dan setiap anggota keluarga memakannya dengan roti tak beragi dan sayuran pahit. Sikap tubuh mereka adalah pinggang mereka berikat, memakai alas kaki, dan memegang tongkat di tangan. Dengan posisi tubuh seperti ini maka mereka pun makan dengan cepat-cepat. Tuhan juga mengajarkan mereka bahwa ini adalah cara mereka untuk merayakan Paskah bagi Tuhan. Ini adalah malam istimewa dalam kehidupan umat Yahudi, di mana Tuhan memurnikan segala sesuatu bagi mereka. Ini adalah kesempatan di mana Tuhan membunuh anak-anak sulung dan ternak mereka. Semua dewa-dewi Mesir akan mendapat hukuman juga. Ini benar-benar menjadi saat pemurnian hidup di hadapan Tuhan dan sesama manusia.

Dalam bacaan kedua, St. Paulus mengingatkan kita semua bahwa saatnya sudah tiba untuk membangun sebuah kenangan abadi akan Yesus Kristus dalam Ekaristi kudus. Ia mengatakan: “Apa yang telah kuteruskan kepadamu ini telah aku terima dari Tuhan”. Ia menerima sendiri kenangan Ekaristi Yesus Kristus. Tuhan Yesus tidak lagi mempersembahkan kepada Bapa di surga berbagai hewan persembahan, sebagaimana dilakukan para imam dalam zaman perjanjian lama, tetapi Ia mengorbankan diri-Nya sendiri sebagai kurban tebusan bagi banyak orang. Inilah yang selalu kita kenang dalam Ekaristi Kudus.

Apa yang dilakukan Tuhan Yesus pada malam perjamuan terakhir? Ia mengambil roti, mengucap syukur atas roti sebagai santapan mereka, memecah-mecahkan roti itu sambil berkata: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu; perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku!” Ia juga mengambil cawan dan berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan dalam darah-Ku. Setiap kali kamu meminumnya, perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku.” Paulus menambahkan: “Sebab setiap kali kamu kakan roti ini dan minum dari cawan ini, kamu mewartakan wafat Tuhan sampai Ia datang kembali.” Perkataan Paulus ini menjadi bagian dari tradisi Gereja yang berlangsung hingga saat ini. Perayaan Ekaristi harian dan mingguan yang kita rayakan bersama membantu kita untuk turut serta mewartakan wafat Tuhan sampai Ia datang kembali. Ini juga menjadi bagian dari misteri iman kita.

Dalam bacaan Injil kita mendengar bahwa saatnya sudah tiba bagi Tuhan Yesus untuk menunjukkan kasih-Nya sampai tuntas kepada para murid-Nya. Apa yang dilakukan Yesus pada malam terakhir sebagai tanda kasih-Nya ini? Pertama, mereka duduk dan makan bersama. Mereka bersantap roti dan anggur. Roti yang nantinya menjadi tubuh Kristu dan anggur menjadi Darah Kristus. Makan bersama menjadi kesempatan istimewa untuk bersatu. Yesus Anak Allah bersatu dengan manusia yang berdosa dan manusia berdosa bersatu dengan Tuhan dalam satu perjamuan. Ini adalah saatnya yang tepat! Kedua, Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai seorang pelayan sejati. Ia datang bujan untuk dilayani melainkan untuk melayani, bahkan memberi diri-Nya untuk menyelamatkan manusia berdosa. Bentuk pelayanan dilakukan dengan memecah roti dan membagikannya kepada para murid. Dari piala yang satu dan sama Ia membagikannya kepada para murid. Ketiga, Semangat pelayanan Yesus adalah semangat Tuhan yang rela menjadi hamba bagi kaum pendosa. Ia membasuh kaki para murid-Nya, laksana seorang hamba yang menghamba kepada tuannya.

Semua yang dilakukan Yesus ini menunjukkan bahwa Ia mengubah kehidupan manusia untuk melakukan hukum cinta kasih. Cinta kasih yang benar adalah dengan memberikan diri secara total bagi manusia. Ia tidak melakukan suatu perhitungan apapun. Sebab itu pada akhir bacaan Injil, Tuhan Yesus mengatakan: “Aku telah memberikan suatu teladan kepadamu, supaya kamu juga berbuat seperti yang telah Kuperbuat kepadamu”. Tuhan Yesus tidak hanya berkata tentang cinta kasih dan pelayanan yang tulus tetapi menunjukkannya dengan teladan hidupnya.

Malam hari ini adalah saat yang tepat bagi kita untuk membaharui diri kita supaya berani berkurban, berani melayani dengan tulus hati dan mengasihi sampai tuntas. Saatnya sudah tiba untuk menjadi serupa dengan Yesus, Tuhan kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply