Food For Thought: Bahagia itu…

Bahagia dengan dirimu!

Pada hari ini saya diundang untuk memimpin misa syukur 18 tahun berdirinya Yayasaan Ahi-Saun di Kota Dili, Timor Leste. Yayasan Ahi-Saun didirikan oleh RD. Adrianus Ola Duli, seorang imam Diosesan dari Keuskupan Dili. Yayasan ini memiliki fokus perhatian untuk memberdayakan anak-anak muda pria dan wanita yang cacat fisik. Di tempat ini mereka dilatih untuk menjadi pribadi yang mandiri, secara manusiawi dan secara rohani. Berbagai kursus dan upaya pemberdayaan diberikan kepada mereka. Hampir semuanya diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan formal dan nonformal. Di samping itu ada beberapa orang anggota Yayasan ini membentuk sebuah persekutuan Doa Transfigurasi. Persekutuan doa ini juga melakukan advokasi bagi anak-anak cacat yang tidak mendapat perhatian maksimal dari keluarganya.

Hal yang menarik perhatian saya pada hari ini adalah semua penghuni Yayasan Ahi-Saun kelihatan sangat bahagia dengan diri mereka. Ada di antara mereka yang cacat kakinya sehingga tidak dapat berjalan, ada yang buta dan tuli. Mereka semua dengan ketidaksempurnaan fisik tetapi masih menampakkan wajah ceriah, menerima hidup ini dengan rasa syukur yang tinggi. Mereka menyanyi dengan alunan suara penuh syukur. Kata-kata yang menakjubkan: “Kami boleh cacat fisik di mata manusia tetapi di mata-Mu, kami sempurna adanya. Kami tidak melihat di mata manusia tetapi di mata-Mu kami melihat. Kami tidak mendengar di depan sesama kami tetapi di hadirat-Mu kami mendengar dan Engkau mendengar kami. Kami lumpuh di hadapan manusia, tetapi di hadapan-Mu, Engkau siap menyembuhkan kami. Kami cacat fisik tetapi Engkau menyembuhkan cacat jiwa kami supaya tetap serupa dengan-Mu. Engkau kudus, Engkau menguduskan kami.” Kata-kata ini adalah ungkapan hati, ungkapan bahagia mereka.

Saya membayangkan diri saya di hadirat Tuhan. Saya sangatlah bersyukur sebab Tuhan memberikan hidupku ini unik, tidak sama dengan sesama yang lain. Saya yakin bahwa banyak pembaca juga merasa bersyukur karena secara fisik masih sempurna adanya. Namun, betapa berdosanya kalau kita tidak bersyukur dan berbahagia dengan keadaan kita yang ada. Orang cacat saja bersyukur dan menerima keadaan fisiknya. Mengapa orang lain hanya duduk, melihat dan menertawakan orang-orang yang cacat fisik dan mental? Mengapa orang masih tertawa di atas penderitaan orang lain. Orang-orang yang menertawakan penderitaan orang lain adalah orang-orang yang tidak bahagia. Anda bahagia kalau anda menebarkan kebaikan kepada semua orang tanpa memandang siapakah orang itu.   

Saya mengingat Mahatma Gandhi. Ia pernah berkata: “Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.” Kata-kata ini sangat sederhana tetapi memiliki makna yang sangat mendalam. Kita semua mengalami saat lahir orang lain tertawa dan bahagia, kita menangis. Ketika meninggal dunia orang lain menangis, sedangkan kita tersenyum di dalam peti jenasah dan kubur sebagai tempat peristirahatan abadi. 

Saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip perkataan St. Theresia dari Kalkuta. Ia berkata: “Jangan biarkan setiap orang yang datang pada anda, pergi tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah ungkapan hidup dari kebaikan Tuhan. Kebaikan dalam wajah anda, kebaikan dalam mata anda, kebaikan dalam senyum anda.” Kita patut bersyukur karena kata-kata Bunda Theresa yang menginspirasi ini. 

Apakah anda bahagia dalam hidup? Apakah anda belum merasa bahagia? Bahagia itu sederhana yakni ketika kita dapat menerima diri kita apa adanya dan tidak menerima orang lain ada apanya melainkan menerima mereka apa adanya. Mari berubah!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply