Homili 20 April 2018

Hari Jumat, Pekan Paskah III

Kis 9:1-20

Mzm 117: 1.2

Yoh 6: 52-59

Ekaristi yang menghidupkan

Ada seorang sahabat yang mengakui imannya kepada Tuhan Yesus. Ia mengaku sebelumnya sempat mengalami krisis iman. Ia memang rajin mengikuti perayaan Ekaristi namun dalam hati kecilnya selalu ada pertanyaan: “Apakah yang saya terima benar-benar Tubuh Kristus?” Seringkali ia mengaku tidak menerima komuni kudus dalam perayaan Ekaristi sebab ia benar-benar meragukannya. Ia hanya melihat hosti saja bukan tubuh Kristus. Keraguan ini membuatnya hadir dalam perayaan Ekaristi tetapi tidak menerima komuni kudus. Namun pada suatu hari Minggu ia merasa sungguh-sungguh diperbaharui. Romo yang merayakan Ekaristi mengajak mereka semua untuk memandang Hosti Kudus yang dikuduskannya, selanjutnya ia mengajak mereka untuk percaya bahwa yang mereka terima bukan hosti kudus melainkan Tubuh Kristus. Ia pun ikut berbaris untuk menerima Tubuh Kristus. Ia merasa begitu terharu ketika Romo yang membagi komuni kudus mengatakan kepadanya: “Tubuh Kristus” dan ia menjawab “Amen”. Ia percaya bahwa yang sedang diterimanya bukan hanya hosti tetapi benar-benar Tubuh Kristus. Ini adalah awal pertobatannya. Ia kembali kepada Tuhan Yesus Kristus.

Saya yakin bahwa sahabat saya ini tidak sendirian. Banyak di antara kita pernah meragukan Tuhan Yesus yang hadir dalam Ekaristi. Mereka merasa hanya menerima hosti saja bukan menerima Tubuh Kristus padahal imam atau pelayan komuni kudus mengatakan “Tubuh Kristus” tetapi orang memilih diam. Mungkin ia sedang ragu, kurang iman atau tidak mengerti. Tetapi apakah selamanya kita berada dalam posisi meragukan Ekaristi yang merupakan puncak iman kita? Tidak! Kita harus mengubah kiblat hidup kita hanya kepada Tuhan supaya dapat mengubah hidup sesama lain. Kita berusaha untuk menjadi pribadi Ekaristis.

Pada hari ini kita mendengar kisah Injil yang sangat menarik perhatian. Di rumah ibadat di Kapernaum terjadi pertengkaran di antara orang-orang Yahudi. Mereka meragukan semua perkataan Yesus tentang Roti Hidup yang turun dari Surga. Pertanyaan yang muncul adalah: “Bagaimana mungkin Yesus yang sedang berdiri di hadapan mereka memberikan daging tubuh-Nya untuk dimakan”. Pikiran orang-orang saat itu terarah pada kehidupan para canibalis yang memakan daging manusia dan meminum darahnya. Yesus mengetahui pikiran mereka maka dengan tegas Ia mengatakan: “Sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” (Yoh 6: 54). Perkataan Yesus ini memiliki kekuatan untuk mengubah hidup pribadi orang di masa lalu hingga masa kini. Hanya orang beriman yang dapat menerima Yesus sebagai santapan Ekaristi atau santapan rohani sepanjang zaman.

Yesus berusaha membuka pikiran mereka dengan menunjukkan jati diri-Nya. Ia mengatakan bahwa daging tubuh-Nya benar-benar makanan dan darah-Nya benar-benar minuman. Yesus menunjukkan diri-Nya sabagai santapan yang mempersatukan mereka semua. Setiap orang yang menyantap tubuh dan darah-Nya akan bersatu dengan-Nya. Ia akan masuk dan tinggal di dalam Yesus, demikian pula Yesus sendiri akan masuk dan tinggal di dalam dirinya. Persekutuan semacam ini dapat terjadi karena Yesus sendiri bersatu dengan Bapa dalam Roh Kudus. Ekaristi membantu kita untuk hidup oleh Yesus sama seperti Yesus sendiri hidup oleh Bapa. Ekaristi membawa kita kepada kehidupan kekal. Ekaristi memiliki kekuatan untuk mengubah hidup menjadi semakin serupa dengan Yesus Kristus.

Bacaan Injil hari ini sangat membantu kita untuk hidup sebagai pengikut Kristus yang benar-benar berkualitas. Pertama, kita sungguh-sungguh Kristiani kalau kita benar-benar bersatu dalam Kristus. Persekutuan ini terwujud secara sempurna dalam Ekaristi kudus. Di dalam Ekaristi kudus kita mendengar Tuhan menyapa kita melalui Sabda-Nya. Sabda Tuhan adalah surat cinta yang tiada bandingnya dari Tuhan bagi kita. Tuhan Yesus juga merelakan tubuh dan darah-Nya sebagai santapan rohani bagi kita. Kedua, iman kita dikuatkan. Kita percaya bahwa Tuhan Yesus dalam Ekaristi Kudus sungguh-sungguh menyelamatkan kita. Ia mengurbankan diri-Nya sabagai makanan dan minuman rohani bagi kita semua. Sebab itu kita harus mengimani-Nya. Ketiga, Yesus sungguh-sungguh hadir dalam Ekaristi. Dialah yang layak kita sembah dan muliakan sebab Ekaristi adalah kasih. Tuhan benar-benar mengasihi kita.

Apa yang harus kita lakukan?

Kita perlu kembali kepada Tuhan dengan segenap hati. Masing-masing kita tidak jauh berbeda dengan Saulus yang selalu menganiaya Yesus dan pengikut-pengikut-Nya. Mungkin kita lebih jelek dan jahat daripada Saulus. Hanya saja kita membenarkan diri sebagai orang-orang yang dibaptis padahal hidup kita jauh dari pembaptisan kita. Pembaptisan itu menguduskan, kita justru mengotori pembaptisan kita. Kita buta hati, buta mata terhadap sesama di sekitar kita. Pikirkanlah berapa kali kita menganiaya saudari dan saudara kita dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita? Betapa rapuhnya kehidupan bersama dalam keluarga dan komunitas karena kesombongan, unjuk kekuatan dan kehebatan meskipun semua ini tidak akan melampaui kuasa Tuhan sendiri.

Pada hari ini secara pribadi kita perlu berkata jujur kepada Tuhan: “Tuhan aku membutuhkan-Mu dalam hidup ini. Aku tidak dapat berjalan sendiri. Engkaulah andalan dan harapan untuk mendampingi perjalanan hidupku. Ubahlah hidupku supaya selalu sesuai dengan kehendak-Mu.”

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply