Food For Thought: Kekerasan masih bersahabat

Ketika kekerasan masih bersahabat

Pada pagi hari ini, Indonesia kembali berduka untuk kesekian kalinya. Setelah peristiwa Mako Brimob Kelapa Dua beberapa hari yang lalu, kini “giliran” bom bunuh diri di tiga Gereja yang berbeda di kota Surabaya, hingga menewaskan beberapa jemaat yang tidak bersalah. Media sosial di hari Minggu Komunikasi Sosial ini menulis “Pray for Surabaya”, “Kami tidak takut!” “Indonesia Rumahku” dan lain sebagainya. Semua slogan ini menunjukkan bahwa masih ada banyak orang yang memiliki hati nurani untu melakukan yang terbaik bagi sesama, bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia ini. Hanya sedikit orang, terutama para pelaku kekerasan dan pendukungnya yang tidak berhati nurani, sehingga menghilangkan nyawanya sendiri dan nyawa sesama yang lain.

Sebenarnya tidak ada seorang Allah manapun yang mengijinkan kekerasan sebab Allah adalah Bapa yang Mahabaik, Allah adalah kasih. Tidak ada agama manapun di atas muka bumi ini yang mencintai kekerasan terhadap sesama manusia dan mengajarkannya kepada para pengikutnya. Hal yang terjadi saat ini adalah ada orang-orang tertentu yang otaknya dicuci untuk membenci, mulai dari hal-hal yang kecil, mulai dari dirinya sendiri hingga hal-hal yang besar dan orang-orang yang ada di sekitarnya sebagai sesama manusia. Kekerasan terjadi karena pengalaman pribadi pelaku kekerasan yang tidak sempat diolah secara sempurna.

Saya mengingat Pastor Henry Nouwen. Ia pernah berkata: “Mayoritas kekerasan terjadi berdasarkan ilusi bahwa hidup itu adalah hak milik yang harus dipertahankan, bukan untuk dibagi.” Perkataan ini cocok dengan apa yang sedang diimpikan oleh para pelaku kekerasan. Mereka berilusi bahwa hidup adalah hak milik yang dipertahankan bukan untuk dibagi-bagi. Padahal kita semua adalah makhluk sosial, makhluk yang masih membutuhkan kehadiran dan pertolongan sesama lainnya.

Martin Luther King, seorang pejuang sejati HAM dari Amerika Serikat berkata: “Kekerasan dalam hal mencapai keadilan ras merupakan hal yang tidak berguna dan tidak bermoral. Aku tahu bahwa seringkali kekerasan memberikan hasil sementara. Bangsa-bangsa sudah sering kali memenangkan kemerdekaan mereka melalui perang. Tetapi itu hanyalah kemenangan yang sementara, kekerasan tidak pernah memberikan perdamaian abadi.” Kekerasan terhadap sesama adalah bukti bahwa masih ada orang yang belum menjadi manusia yang utuh.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Ada nasihat-nasihat yang bagus untuk kita renungkan. Dalai Lama pernah berkata: “Perdamaian bukan hanya sekedar tidak adanya kekerasan. 
Perdamaian adalah, perwujudan kasih sayang manusia.” Untuk membangun rasa damai, bukan berarti tidak ada lagi kekerasan di atas bumi. Kekerasan masih bersahabat dengan manusia. Hal yang paling penting di sini adalah perlu usaha untuk membangun kasih sayang dan perdamaian. Semua agama mengajarkan hal yang mirip untuk mengasihi, dan membangun rasa damai dalam hati dan hidup setiap orang. Mahatma Gandhi berkata: “Saya tidak menyukai kekerasan, karena ketika kekerasan digunakan untuk melakukan kebaikan, kebaikan itu hanyalah sementara; kejahatan yang dilakukannya permanen.” Perkataan ini sangat super. Sifat dan daya transformatifnya luar biasa.

Kita belajar dari Tuhan Yesus Kristus. Ia pernah berkata: “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?” (Mat 5: 43-46). Pesan Yesus menjadi ujian bagi kita pada hari ini. Apakah kita berselogan “kami tidak takut” berarti kita siap untuk melakukan kejahatan yang sama, membalas dendam dan melupakan kasih? Apakah kita berani untuk mengontrol diri supaya tidak membalas ujaran kebencian dengan ujaran kebencian tetapi membalasnya dengan kasih dan kebaikan?

Kekerasan memang masih bersahabat dalam diri manusia. Namun kekerasan itu dapat dihilangkan kalau kita sungguh-sungguh hidup dalam kasih. Kita memiliki seorang Allah yang jauh lebih Agung yang dapat mengubah hati yang keras menjadi hati yang lembut. Kita menenangkan diri bukan berarti kita minoritas yang tidak berdaya. Kita menenangkan diri karena kita percaya bahwa Tuhan dapat mengubah orang jahat menjadi orang baik. Tuhan mengampuni orang jahat dan membuat mereka menjadi orang kudus-Nya.

Kita melakukan hal-hal berikut secara nyata: biasakanlah dirimu berpikir positif terhadap sesama manusia. Orang melakukan kejahatan karena sulit berpikir positif terhadap sesamanya. Kita membiasakan diri untuk tidak mudah membenci dan mengingat-ingat kesalahan orang lain. Kita membiasakan diri untuk peka terhadap kehidupan sesama. Kekerasan memang masih bersahabat tetapi kita memiliki hati nurani untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Dunia akan menjadi satu komunitas, satu keluarga meski terdapat banyak perbedaan. Perbedaan sungguh sangat menyatukan.

Kita Indonesia! Kita tidak takut!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply