Homili 22 Juni 2018

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XI
2Raj 11:1-4.9-18.20
Mzm 132:11-12.13-14. 17-18
Mat 6:19-23

Gara-gara Harta dan Kuasa!

Pada pagi hari ini saya membaca beberapa catatan saya beberapa tahun silam. Saya menemukan sebuah kutipan inspiratif dari Pimpinan Spiritual Tibet, Dalai Lama XIV. Ia mengatakan: “Kesenangan fisik tidak dapat menghilangkan penderitaan mental, dan jika kita lihat dengan seksama, kita akan melihat bahwa mereka yang memiliki banyak harta tidak selalu bahagia. Nyatanya, orang yang menjadi kaya justru memiliki banyak kecemasan.” Saya tersenyum membayangkan opa Dalai Lama dan kata-kata bijaksananya yang sangat inspiratif ini. Saya sendiri bukan berasal dari keluarga orang kaya dan belum pernah menjadi orang kaya maka perkataan Dalai Lama ini belum teruji validitasnya. Namun demikian kita dapat mengobservasi orang-orang yang kita anggap orang kaya lama dan orang kaya baru di sekitar kita. Mereka mungkin saja memiliki banyak harta namun tidak merasakan kebahagiaan. Maka sebenarnya harta itu bukan segala-galanya.

Tuhan Yesus dalam kotbah-Nya di bukit, mengingatkan orang banyak yang datang kepada-Nya supaya mereka jangan mengumpulkan harta di bumi sebab ngengat dan karat akan merusaknya, pencuri pun akan membongkar dan mencurinya. Perkataan Tuhan Yesus ini memang sesuai dengan pengalaman kebanyakan orang saat itu. Banyak di antara mereka yang senang mengumpulkan harta benda dan lupa harta surga. Ada orang yang memiliki keinginan yang tidak teratur (avarice) untuk memiliki harta kekayaan dan melupakan Tuhan yang menciptakannya. Padahal semua yang dimiliki di dunia ini hanya bersifat sementara saja. Ketika sang maut memisahkan kita maka kita pun tidak akan membawa semuanya ke liang kubur. Semua yang kita miliki akan kembali menjadi tanah.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Tuhan Yesus mengajak kita untuk mengumpulkan harta di surga. Alasan yang Tuhan Yesus berikan kepada kita adalah bahwa di surga ngengat dan karat tidak akan merusakkannya. Tidak ada pencuri di surga yang akan membongkar serta mencurinya. Harta surgawi adalah semua perbuatan baik yang kita lakukan kepada sesama kita. Cinta kasih, damai dan sukacita yang dapat kita bagikan gratis kepada mereka. Harta surgawi adalah kasih Allah yang tiad batasnya bagi kita. Tugas kita adalah melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah yang Tuhan Yesus sendiri ajarkan dan tunjukkan kepada kita. Kita tidak dapat menghindar dari kecenderungan manusiawi kita yakni melekat pada harta duniawi yang kita miliki. Tentang hal ini Yesus berkata: “Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat 6:20). Harta dan hati memang mudah menyatu dan membuat orang cepat melupakan sang Penciptanya.

Persoalannya sekarang adalah kita sering tidak mampu mengontrol mata kita. Mata kita dapat melihat hal yang baik dan tidak baik dalam hidup kita. Maka Tuhan Yesus benar, ketika Ia mengatakan bahwa mata adalah pelita tubuh kita. Kalau mata kita baik maka seluruh tubuh kita menjadi terang karena kita selalu berfokus pada kebaikan. Kalau mata kita jahat maka seluruh tubuh menjadi gelap. Semua pikiran dan perilaku kita pun kadang penuh dengan kegelapan, kejahatan. Kita menggunakan mata bukan untuk melihat dan mengalami kejahatan. Kita memiliki mata untuk melihat kebaikan-kebaikan dalam ciptaan Tuhan yang ada. Sikap bathin yang perlu kita miliki adalah sikap lepas bebas. Artinya kita berusaha supaya tidak melekat pada harta kekayaan yang ada dan supaya hati kita juga tidak tetap menghuni dunia harta yang ada. Saya sudah mengatakan sebelum ya bahwa semua harta hanyalah sementara saja.

Mari kita melihat hidup pribadi kita masing-masing: Bagaimana kita bersikap terhadap apa yang sedang kita miliki saat ini. Mungkin satu contoh nyata adalah fenomena Phubbing. Phubbing atau Phone Snubbing sedang merasuki hati banyak orang sehingga mereka seperti ini: “Di mana Smartphonemu berada, di situ hatimu juga berada.” Orang-orang yang sudah kecanduan Smartphone tidak akan membuka dirinya bagi sesama yang lain. Tidak ada ruang kebersamaan dengan orang lain. Fokusnya hanya pada layar Smartphonenya saja. Anak-anak meminta kepada orang tuanya supaya lebih baik mengubah namanya dan bentuknya menjadi smartphone. Ini benar-benar kelemahan besar di mata kita.

Selain fenomena orang kebanyakan yang gila harta, ternyata ada juga yang gila kuasa. Orang yang sudah berkuasa tidak mau mengalihkan kuasanya, mendelegasikan kuasanya kepada orang lain atau mengundurkan diri karena alasan-alasan tertentu. Orang yang mencari kuasa akan berusaha untuk menjatuhkan orang yang berkuasa dengan black mail dan cara-cara yang tidak manusiawi lainnya. Pokoknya crab mentality atau mentalitas kepiting selalu ada dalam diri orang yang mencari kekuasaan. Ada juga yang haus kuasa sampai mengorbankan orang-orang lain.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok ratu Atalya, ibunda raja Ahazia di Yehuda. Ratu Atalya memiliki niat yang jahat untuk membunuh seluruh keturunan raja. Namun Yoseba, saudari Ahazia berusaha untuk menyelamatkan Yoas, putera Ahazia. Yoas disembunyikan oleh inang penyusunya di dalam gudang sehingga tidak dibunuh oleh Atalya. Pada waktu itu Yoyada, seorang kepala imam di Yerusalem berusaha untuk memurnikan rumah Tuhan. Ia mula-mula mengurapi Yoas sebagai raja. Atalya sang ratu yang jahat juga dibunuh, demikian rumah Tuhan disucikan. Mezbah dan patung-patung dihancurkan dan imam baal juga dibunuh. Setelah semuanya terjadi maka kekuasaan kembali ke tangan Tuhan.

Ratu Atalya mungkin masih berada di sekitar kita. Banyak orang yang gila kuasa selalu mencari jalan untuk berkuasa, dengan segala kelicikan dan kotoran. Pikirkanlah pada zaman doeloe banyak orang diculik, dibunuh demi mempertahankan kekuasaan. Pada zaman ini issue agama, PKI dan lain sebagainya menjadi sarana untuk kekuasaan. Media-media sosial ikut bertanggung jawab dalam ujaran kebencian dan lainnya demi tujuan kekuasaan semata.

Pada hari ini kita perlu berubah. Mungkin anda dan saya sedang gila harta dan kuasa. Mari kita sadar diri bahwa baik harta dan kuasa hanyalah bersifat sementara. Semua akan lenyap pada saat saudara maut memisahkan kita. Hiduplah sebagai anak-anak Allah yang memiliki mata yang melihat terang dan kebaikan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply