Homili 6 Juli 2018

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XIII
Am. 8:4-6,9-12
Mzm. 119:2,10,20,30,40,131
Mat. 9:9-13

Tuhan, aku membutuhkan Engkau

Saya pernah mengunjungi sebuah keluarga. Salah satu hal yang belum saya lupakan hingga saat ini adalah adanya tulisan pada sebuah bingkai yang dipajang di dinding ruang tamu, bunyinya: “Tuhan. Aku membutuhkan Engkau”. Saya sempat bertanya kepada keluarga mengenai tulisan tersebut. Mereka menjawab: “Ini adalah doa harian keluarga kami”. Saya merasa bahagia mendengar jawaban ini. Masing-masing orang dapat mengungkapkan relasinya dengan Tuhan melalui doa-doa tertentu. Doa “Tuhan, aku membutuhkan Engkau” ini memang sangatlah sederhana tetapi memberikan pesan yang baik bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan. Doa sederhana ini menegaskan bahwa kita semua membutuhkan Tuhan sepanjang hidup. Terpisah dari Tuhan sendiri kita tidak dapat berbuat apa-apa.

Siapakah yang membutuhkan Tuhan? Tentu saja ini adalah sebuah pertanyaan yang menarik. Orang-orang yang membutuhkan Tuhan adalah mereka yang sungguh-sungguh percaya bahwa Tuhan ada dan bahwa Tuhan sendirilah yang melakukan segala sesuatu baginya. Ini adalah pemahaman kita secara umum. Namun Tuhan Yesus sendiri dalam bacaan Injil hari ini mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh membutuhkan Tuhan adalah orang-orang berdosa.

Sebagaimana dikisahkan di dalam bacaan Injil hari ini bahwa Tuhan Yesus setelah menyembuhkan seorang lumpuh, Ia melihat Matius duduk di rumah cukai. Bagi orang-orang zaman itu, para pemungut cukai seperti Matius dikategorikan sebagai orang berdosa sebab mereka bekerja bagi orang-orang Romawi. Pada saat bekerja, mereka mungkin menyalahgunakan kekuasaan dengan mengambil lebih dari orang lain yang membayar pajak, merampas dan memiliki barang yang tidak harus dimiliki. Semua ini menjadi label bagi mereka sebagai orang yang berdosa. Salah satunya adalah Matius atau Lewi.

Tuhan Yesus melihat Matius sedang bekerja secara professional. Tuhan melihatnya dan memanggilnya: “Ikutlah Aku”. Panggilan ini memang sangat tegas namun penuh kasih dan kebaikan. Sebab itu Matius segera berdiri dan mengikuti Yesus dari dekat. Matius dan banyak rekan-rekan seprofesinya juga kaum pendosa makan bersama Yesus di rumahnya. Ini seperti sebuah ungkapan rasa syukur karena Tuhan Yesus menyapa mereka. Tuhan Yesus care dengan mereka yang dijuluki orang berdosa. Tuhan Yesus mengasihi orang berdosa, tetapi Ia sendiri tidak berdosa. Ia justru mengalahkan dosa yang menyebabkan maut.

Relasi antar pribadi yang begitu akrab ini menjadi tantangan bagi kaum Farisi yang selalu merasa diri benar, kudus dan tak bercacat. Mereka secara emosional mengatakan kekecewaan mereka kepada Yesus melalui para murid-Nya seperti ini: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Orang Farisi melihat Yesus sebagai Guru maka sepatutnya Ia mengenal kaum pendosa dan menjauhkan mereka. Tetapi nyatanya Yesus justru menjadi sahabat-sahabat kaum pendosa.

Reaksi Yesus memang beda. Ia mengungkapkannya dalam kata-kata berikut ini: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, melainkan orang sakit.” Tuhan Yesus menambahkan dari Kitab Perjanjian Lama: “Aku mengindahkan belas kasihan bukan persembahan.” Pada akhirnya dengan tegas Ia mengatakan: “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa”. Saya merasa yakin bahwa jawaban Yesus atas reaksi orang-orang Farisi ini turut membuat mereka berefleksi untuk menghargai sesama manusia.

Bacaan Injil hari ini mengatakan hal-hal yang sangat berguna bagi hidup kita sebagai pengikut Kristus:

Pertama, Tuhan Yesus mengasihi orang berdosa tetapi Ia sendiri tidak jatuh ke dalam dosa. Ia justru menghancurkan dosa-dosa manusia. Kita juga dipanggil untuk mengasihi orang-orang berdosa dan membantu mereka untuk keluar dari kebiasaan dosa mereka.

Kedua, orang-orang selalu jatuh dalam dosa yang sama sebab tidak ada yang care dengan mereka. Tidak ada orang yang berani mendekati dan mengoreksi karena ada semacam phobia yakni “jangan-jangan” kita juga jatuh dalam dosa yang sama dengan dia. Hari ini kita diingatkan untuk berani mendekati kaum pendosa dan membawanya ke jalan yang benar. Tuhan Yesus mendekati Matius dan mambawanya ke jalan yang benar.

Ketiga, Kita perlu mengenal diri kita sebagai orang yang berdosa. Kita semua adalah orang sakit yang membutuhkan tabib. Singkatnya, kita membutuhkan Tuhan untuk menguduskan hidup kita. Doa sederhana, “Tuhan, aku membutuhkan Engkau” menginspirasikan kita untuk selalu dekat dengan Tuhan dalam setiap waktu kehidupan kita.

Doa: Tuhan, semoga hari ini kami boleh menyadari diri kami sebagai orang berdosa dan berani memohon pengampunan yang berlimpah dari pada-Mu. Bunda Maria, doakanlah kami yang berdosa ini hingga ajal menjemput kami. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply