Food For Thought: Berpuasa

Berpuasa yang benar

Apakah anda juga berpuasa? Ini adalah pertanyaan dari seorang sahabat beragama Islam kepada saya. Saya mengatakan kepadanya bahwa sebagai orang katolik saya juga berpuasa dan berpantang. Dia mengangguk dan dengan polos mengatakan: “Saya kira orang katolik tidak berpuasa”. Yah, banyak yang mungkin berpikir seperti sahabat saya yang satu ini. Padahal hampir semua agama memiliki semacam praktek kesalehan seperti ini. Berpuasa dan berpantang bagi kita sebagai orang Katolik adalah sebuah tanda pertobatan, tanda penyangkalan diri, dan tanda kita mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa kita dan demi mendoakan keselamatan dunia. Setiap kali kita mengatakan tentang puasa dan juga pantang, kita juga memikirkan tentang kehidupan doa kita. Melalui puasa dan pantang, Tuhan mengundang kita untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan dunia. Kita semua berusaha untuk menyatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib.

Saya tertarik dengan kisah Injil pada hari ini. Pada zaman Tuhan Yesus, puasa juga merupakan issue yang penting. Dalam Agama Yahudi, Puasa berarti menahan diri keseluruhannya dari makanan dan minuman, termasuk air. Gosok gigi saja diharamkan pada puasa hari besar seperti Yom Kippur dan Tisha B’Av, tetapi dibenarkan pada puasa hari kecil. Umat Yahudi mengamalkan berpuasa sampai enam hari dalam satu tahun. Maka puasa kadang-kadang dijalankan dengan radikal oleh orang-orang Yahudi. Itulah sebabnya para murid Yohanes datang kepada Yesus dan meminta alasan mengapa murid Yohanes berpuasa dan murid Yesus tidak berpuasa. Tentu saja Yohanes Pembaptis dan Yesus memiliki pertimbangan tertentu. Yohanes membuka jalan bagi kedatangan Yesus maka pertobatan merupakan inti ajarannya. Jalan pertobatan dapat dilakukan dengan berpuasa. Yesus juga menjalankan puasa sebagai orang Yahudi.

Apa yang membedakan di sini? Ketika kaum Yahudi meminta penjelasan Yesus, Ia malah membuka pikiran mereka untuk mengenalnya lebih dalam sebagai mempelai yang akan memberikan kebahagiaan abadi bagi sahabat-sahabatnya. Yesus menamakan diri-Nya mempelai sedangkan para murid-Nya adalah sahabat mempelai. Maka Ia berkata: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” Artinya selagi Yesus masih bersama dengan para murid-Nya maka tidak ada puasa. Hanya ada sukacita yang besar. Para murid akan berpuasa saat mereka berduka karena Yesus sang mempelai memasuki paskah-Nya.

Berpuasa yang benar adalah masuk dalam misteri Kristus dan hidup serupa dengan Yesus Kristus sendiri. Yesus membawa sukacita maka sukacita itu hendaknya menjadi milik kita. Yesus memasuki paskah-Nya maka kita menjadi bagian dari Paskah Kristus. Pada hari ini kita masuk dalam hidup Kristus dan merasakan sukacita-Nya. Ini adalah puasa bagi kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply