Homili 7 Juli 2018

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XIII
Bacaan 1 : Am 9:11-15
Mazmur : Mzm 85:9.11-12.13-14
Injil : Mat 9:14-17

Sahabat mempelai

Saya pernah diundang untuk memberkati pernikahan sepasang suami dan istri. Kami memang sudah saling mengenal cukup lama, dan ini menjadi alasan bagi mereka untuk mengundang saya supaya memberkati pernikahan mereka. Perayaan Ekaristinya sangat meriah. Setiap orang yang menghadiri perayaan ini merasa senang. Pestanya juga sangat memuaskan. Orang-orang bersukacita ketika menghadiri perayaan ini. Saya sendiri terpesona dengan pasangan ini karena mereka memperkenalkan kepada saya banyak sahabat mereka dari TK sampai Perguruan Tinggi. Ada juga sahabat di tempat kerja. Saya menyebut mereka semua sebagai para sahabat mempelai pria dan pengantin wanita. Kami semua yang hadir adalah sahabat mereka berdua.

Pada hari kita mendengar sebuah kisah Tuhan Yesus yang luar biasa. Dikisahkan bahwa pada suatu ketika para murid Yohanes Pembaptis mendekati Yesus dan bertanya: “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” (Mat 9:14). Orang-orang Yahudi memiliki kebiasaan yang baik untuk berpuasa dan pantang pada setiap hari Senin dan Kamis. Pantang dan puasa membuat mereka bertumbuh secara rohani. Namun terkadang, puasa dan pantang yang mereka lakukan hanya untuk mencari pujian dari orang lain. Ini adalah kemunafikan, dan sangat manusiawi. Tentu saja ini bukanlah dunia kita, dengan berkata. Tuhan Yesus mengetahui gelagat manusiawi mereka. Sebab itu Ia menyadarkan mereka tentang nilai rohani dari puasa, dengan berkata: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (Mat 9:15).

Berpuasa bukan untuk mencari popularitas melainkan sebagai jalan untuk mencapai kekudusan. Para murid Yesus adalah sahabat-sahabat Yesus sang mempelai sejati. Mereka tidak berpuasa selagi bersama Yesus karena Yesus adalah sukacita dari Tuhan Allah bagi mereka. Yesus adalah damai dan sukacita mereka. Maka Yesus mengatakan bahwa selagi masih bersama-Nya, maka ada sukacita. Akan tiba saatnya para murid sebagai sahabat Yesus juga berpuasa, artinya mereka ikut menderita bersama Yesus yang menderita. Para murid juga masuk dalam penderitaan Kristus.

Hidup bersama Yesus tidak hanya membawa sukacita, tetapi juga membawa kebaruan (newness) dalam hidup para rasul. Yesus membaharui hidup pribadi setiap orang, supaya mereka layak di hadirat-Nya. Mereka menjadi kudus dan tak bercela di hadirat-Nya. Ini tentu membutuhkan komitmen yang besar bagi mereka sebagai orang beriman. Hal yang sama kiranya terjadi juga di dalam diri kita saat ini. Apakah ada suka cita di dalam hidupmu?

Apa yang ada di dalam pikiran Tuhan Yesus? Simaklah perkataannya berikut ini: “Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya. Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya.” (Mat 9:16-17).

Pertanyaan bagi kita tentang kebaruan (newness) adalah apakah kita adalah kita adalah kain yang baru dan kantong yang baru atau kain lama dan kantong lama yang berjuang untuk menjadi kain dan kantong yang baru? Banyak di antara kita masih terbiasa hidup sebagai kain dan kantong yang lama. Sebab itu mereka tidak dapat bertumbuh dalam kasih Tuhan. Kalau saja kita menjadi baru maka kita akan lebih setia dan hidup lebih sesuai lagi dengan Tuhan Yesus.

Apa yang harus kita lakukan? Kita tetap membutuhkan Tuhan untuk membaharui hidup kita. Hanya dengan demikian panjanglah umur kita. Kitab Amsal membuka wawasan kIta: “Karena oleh aku umurmu diperpanjang, dan tahun-tahun hidupmu ditambah.” (Ams 9:11). Di sini kita mengerti bahwa Tuhan membaharui hidup kita dengan berkat-berkat seperti umur panjang, menjadi orang bijak dan pandai.

Nabi Amos dalam bacaan pertama mengingatkan kita akan nubuat Tuhan bahwa Ia sendiri akan membangun kembali pondok Daud yang sudah roboh. Tembok yang pecah akan diperbaiki, dan sungguh pondok Daud akan menjadi baru. Sesuatu yang baru memang amat menyenangkan. Tuhan sendiri berjanji untuk membaharui Israel selama-lamanya.

Pada hari ini Tuhan Allah membaharui kita untuk benar-benar menjadi sahabat mempelai yang terbaik. Kita adalah sahabat bukan sebagai hamba. Yesus berkata: “Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.” (Yoh 15:15). Yesus menyapa kita sebagai sahabat maka marilah kita bersahabat. Hari ini jadilah sahabat Krstus yang terbaik.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply