Homili 8 Agustus 2018

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XVIII
Peringatan Wajib St. Dominikus, Pendiri Ordo Pengkotbah
Yer. 31:1-7
MT Yer. 31:10,11-12ab,13
Mat. 15:21-28

Mengasihi dengan kasih abadi

Saya selalu mengenang sepasang suami istri di sebuah paroki. Ketika itu saya merayakan misa untuk mengenang hari perkawinan mereka yang ke dua puluh lima. Perayaan misa berlangsung meriah, dihadiri para sanak keluarga, kerabat dan sahabat. Hal yang mengesankan saya adalah ketika pasutri ini berdiri berhadapan, mengulangi janji perkawinannya. Janji perkawinan ditutup dengan mengucapkan perkataan Tuhan di dalam Kitab Suci ini: “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu.” Semua hadirin bertepuk tangan untuk pasutri ini. Saya merasa bahagia mendengar janji perkawinan dan meminjam kata-kata peneguhan dari Tuhan kepada umat Israel melalui nabi Yeremia. Tuhan mengasihi manusia dengan kasih abadi dan kasih yang abadi ini tetap berlangsung selamanya. Cinta kasih Tuhan ini hendaknya menjadi bagian dari cinta kasih kita kepada-Nya dan kepada sesama manusia. Dari mana kita menemukan dan mengalami kasih Tuhan? St. Dominikus yang kita rayakan pestanya pada hari ini pernah berkata: “Satu-satunya buku yang kupergunakan untuk mempersiapkan khotbah adalah buku cinta, yakni Injil Yesus Kristus.” Cinta kasih sejati dari Tuhan kita temukan dalam sosok Tuhan Yesus dari Injil. Ia mengasihi tanpa membedakan atau memandang siapakah diri kita di hadapan-Nya.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan kerasulan nabi Yeremia. Tuhan berbicara kepada Bangsa Israel melalui Yeremia seperti ini: “Aku akan menjadi Allah segala kaum keluarga Israel dan mereka akan menjadi umat-Ku.” Perkataan Tuhan ini sekaligus menjadi janji Tuhan bagi bangsa Israel. Ia telah membebaskan mereka dari perbudakan Mesir. Ia mendampingi mereka selama peziarahan mereka di padang Gurun bersama Musa dan Harun. Ini adalah kasih karunia Allah yang besar bagi mereka. Meskipun mereka selalu jatuh ke dalam dosa atau mengulangi dosa yang sama yakni menggerutu melawan Tuhan dan menyembah berhala, namun Tuhan tetapi berbelas kasih kepada mereka. Tuhan sendiri berkata: “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu.” (Yer 31:3). Belas kasih Tuhan itu abadi. Ia setia mengasihi manusia berdosa dan menyelamatkan mereka.

Tuhan berjanji untuk membangun kembali Israel dan menganugerahkan sukacita kepada mereka. Bangsa Israel akan mendapat anugerah kesejahteraan, terutama ketika mereka dapat menanam anggur di gunung-gunung Samaria. Hanya dengan demikian mereka akan sepakat untuk datang ke Yerusalem untuk menyembah Allah yang benar. Perkataan Tuhan ini sekaligus merupakan gambaran-Nya sebagai seorang gembala yang baik. Ia setia menjaga kawanan domba-Nya. Sang gembala yang bekerja keras, menunutun domba-dombanya ke padang berumput hijau. Seorang gembala mengenal domba-dombanya.

Sikap kegembalaan Yesus ditunjukkan dalam bacaan Injil hari ini. Ia datang ke dunia untuk menyelamatkan semua orang, tanpa memandang hidup kita yang sebenarnya. Dikisahkan bahwa pada waktu itu Yesus menyingkir ke Tirus dan Sidon. Seorang wanita Kanaan datang kepada Yesus dan berkata: “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” (Mat 15:22). Lihatlah bahwa wanita Kanaan ini bukanlah orang Yahudi, di anggap kafir, seolah tidak ada keselamatan baginya. Ia tidak malu-malu mendekati Yesus, berdoa dan memohon pertolongan.

Tuhan Yesus sendiri sempat berbuat seolah-olah tidak mau mengenal wanita ini. Ia berkata: “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Mat 15:24). Namun wanita ini tetap berusaha untuk memperoleh keselamatan bagi anaknya. Wanita itu semakin mendekati kaki Yesus, dan berkata: “Tuhan, tolonglah aku.” (Mat 15:25). Ini adalah ungkapan iman wanita bukan Yahudi kepada Yesus. Pada saat itu Yesus berkata: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” (Mat 15:26). Wanita asing itu berkata: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.” (Mat 15:27). Tuhan Yesus menjawabnya: “Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.” (Mat 15:28). Mukjizat dapat terjadi karena iman dari sang ibu. Ibu tanpa nama ini menjadi model pendoa yang setia bagi kita semua. Maka kalau berdoa jangan cepat lelah. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Mintalah maka akan diberikan kepadamu, carilah maka kamu akan mendapat, ketoklah maka pintu akan dibukakan.” (Mat 7:7; Luk 11:9).

Pada hari ini kita belajar dari Yesus yang tidak mementingkan golongan-Nya. Ia tidak berkurban untuk diri-Nya tetapi untuk semua orang yang percaya kepada-Nya. Ia mengasihi semua orang sampai tuntas. Hal ini ditunjukan-Nya dengan menyembuhkan anak perempuan seorang dari daerah asing yakni Tirus dan Sidon. Kita belajar dari Yesus yang peka dengan situasi dan siap untuk menolong. Kita berusaha untuk kembali kepada Tuhan Yesus dan Injil-Nya. Dialah yang mengasihi kita dengan kasih abadi.

Apa yang harus kita lakukan? Kita berani berdoa seperti dilakukan oleh wanita dari Tirus dan Sidon. Ia berdoa: “Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.” Ia mengenal Yesus begitu mendalam sebagai Tuhan (keilahian), anak Daud (kemanusiaan) Yesus. Yesus menunjukkan kuasa dan wibawa-Nya dalam kata dan karya. Bagaimana dengan kita?

Santo Dominikus, doakanlah kami.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply