Bacaan Rohani: Kehadiran Tuhan dalam Keluarga

Merenung Kehadiran Tuhan dalam keluarga

Pada malam hari ini saya membaca kembali salah satu bagian penting dari Seruan Apostolik Paus Fransiskus Pascasinode “Amoris Laetitia” atau “Sukacita kasih” di dalam sebuah keluarga.

Paus Fransiskus memulai seruan Apostolik ini dengan mengatakan bahwa sukacita kasih yang dialami para keluarga juga merupakan sukacita Gereja. Sebab itu, meskipun ada banyak tanda krisis dalam lembaga perkawinan, namun para Bapa uskup melihat bahwa keinginan untuk menikah dan membangun sebuah keluarga tetap kuat, terutama di kalangan orang muda, dan merupakan inspirasi bagi Gereja.

Ketika membicarakan tentang spiritualitas perkawinan dan keluarga, Paus Fransiskus menulis: “Kehadiran Tuhan bersemayam di dalam keluarga yang nyata dan konkret, dengan semua penderitaan, perjuangan, kegembiraan dan daya upaya sehari-hari. Ketika kita tinggal di dalam keluarga, sulit bagi kita untuk berpura-pura atau berbohong; kita tidak dapat bersembunyi di balik topeng. Bila cinta kasih menjiwai kesejatian ini, maka Tuhan bertakhta di atasnya, dengan sukacita-Nya dan damai-Nya. Spiritualitas cinta kasih keluarga terbentuk dari ribuan sikap dan tindakan konkret dan riil…” (Amoris Laetitia, 314).

Apa yang terlintas di dalam pikiran saya saat ini?

Bagi saya, sebuah keluarga itu terbentuk karena campur tangan Tuhan. Dialah kasih yang mempersatukan pribadi-pribadi untuk saling mengasihi atau hidup dalam kasih. Maka kasih dalam keluarga adalah kasih di dalam Gereja. Maka setiap pribadi di dalam keluarga harus sadar diri bahwa Tuhan senantiasa hadir dan menumbuhkan kasih-Nya di dalam diri mereka. Hal yang terbaik dalam spiritualitas keluarga adalah tinggalkanlah kebohongan, dan sikap suka berpura-pura atau bertopeng. Ini bukan kasih sejati! Itu bukan kasih kristiani.

Saya mengakhiri bacaan rohani malam ini dengan mengutip perkataan penulis Amerika bernama James J. Jones: “Kebahagiaan sejati dan kesempurnaan kebahagiaan hanya dapat ditemukan dalam kelembutan dan keintiman hubu­ngan keluarga. Seberapa pun giatnya kita mencari kesuksesan dan kebahagiaan di luar rumah, kita tidak akan pernah terpuaskan secara emosional sebelum kita menjalin hubungan keluarga yang dalam dan penuh kasih.”

Ingatlah, nomor satu: keluarga, nomor dua: keluarga, nomor tiga: keluarga. Semuanya dari, oleh dan untuk keluarga.

Tuhan memberkati keluarga-keluarga semuanya.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply