Homili 13 Agustus 2018

Hari Senin, Pekan Biasa ke- XIX
Yeh. 1:2-5,24-2:1a
Mzm. 148:1-2,11-12ab,12c-14a,14bcd
Mat. 17:22-27

Sabda Tuhan mengubahku

Saya selalu mengingat sharing pengalaman seorang pemuda dalam sebuah acara camping rohani. Ketika itu fokus perhatian semua peserta adalah pada kuasa Sabda Tuhan. Pemuda ini mengaku pernah begitu jauh dari Sabda Tuhan. Ia malas membaca Kitab Suci. Ia selalu hadir dalam perayaan Ekaristi tetapi tidak suka mendengar bacaan-bacaan liturgy karena baginya panjang dan membosankan. Ia juga tidak begitu tertarik untuk mendengar Homili dari para pelayan Sabda. Sebab itu ia merasa menghadiri perayaan Ekaristi hanya untuk bersenang-senang saja, sekalian temu kangen dengan rekan-rekan muda yang lain. Namun pada suatu kesempatan ia merasa bahwa menghadiri Ekaristi seperti ini tidak membuatnya bertumbuh secara rohani. Ia merasa semakin mundur dalam hidup rohaninya. Ia membicarakan pengalaman ini kepada seorang rekannya dan ini jawaban yang mengubah hidupnya: “Anda butuh Sabda Tuhan untuk mengubah hidupmu menjadi baru dalam Tuhan”. Jawaban sederhana ini mengubah hidupnya. Ia membeli Alkitab Deuterokanonika, mengikuti kursus pendalaman Kitab Suci, rajin membaca bacaan liturgy dari buku Ruah dan mendengar homily para Pastor. Ia sungguh-sungguh menjadi baru dalam Tuhan. Ini juga yang menjadi alasan mengapa ia mengikuti camping rohani.

Pengalaman pemuda ini memang luar biasa. Bayak kali Tuhan mengubah kehidupan orang melalui pengalaman-pengalaman hidup yang sederhana. Hati orang boleh keras melebihi batu tetapi Sabda Tuhan akan mengubah seluruh hidupnya. Hati sekeras batu menjadi hati manusia yang mampu mengasihi Tuhan dan sesama. Hati yang terbuka pada Sabda sehingga hidup berubah menjadi baru dalam Tuhan Yesus. Pemazmur mengatakan: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku, dan terang bagi jalanku.” (Mzm 119:105). Firman atau Sabda Tuhan menuntun kita ke jalan yang benar supaya dapat mengenal kemuliaan Tuhan.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok Yehezkiel dalam bacaan pertama. Dia adalah seorang imam yang melayani Tuhan siang dan malam, anak dari Busi di negeri orang Kasdim di tepi Sungai Kebar. Dikatakan bahwa selama melayani sebagai iman, kuasa Tuhan meliputinya. Fenomena alam yang menunjukkan kuasa Tuhan adalah adanya angin badai yang bertiup dari bagian utara, ada segumpal awan yang besar, ada api yang berkilat, ada cahaya yang mengitari awan. Ada penglihatan tertentu seperti suasa mengkilat dan empat makhluk yang menyerupai manusia. Yehezkiel membagikan pengalaman rohaninya dengan melihat kemuliaan Tuhan. Ia mendengar suara-suara dari atas cakrawala, ada takhta yang diduduki manusia. Ada api yang tetap mengelilingi takhta itu. Sinar itu serupa dengan busur pelangi yang terlihat pada musim hujan. Ini adalah gambaran kemuliaan Tuhan. Pada saat yang bersamaan Yehezkiel mendengar perkataan ini: “Hai anak manusia, bangun dan berdirilah! Aku hendak berbicara dengan dikau!” (Yeh 2:1).

Kita mendengar kisah Yehezkiel melihat kemuliaan Tuhan dalam tanda-tanda alam (teofani). Tanda-tanda kehadiran Allah berupa lambang-lambang penting yakni: angin badai, awan, api, cahaya. Semua ini merupakan lambang-lambang kemuliaan Allah dalam Kitab Perjanjian Lama, lebih lagi ketika ada pribadi-pribadi ilahi yang tidak dikenal dengan mata manusiawi Yehezkiel. Hal terpenting bagi Yehezkiel adalah suara yang memanggilnya untuk bangun, berdiri dan siap untuk mendengar perkataan Tuhan. Perkataan Tuhan ini mengubah seluruh hidup Yehezkiel dan menjadi nabi.

Dalam bacaan Injil kita mendengar perkataan Yesus tentang kemuliaan-Nya. Ia berkata: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” (Mat 17:22-23). Ternyata kemuliaan Tuhan Yesus memang berbeda dengan apa yang masuk dalam alam pikir kita sebagai manusia. Kemuliaan-Nya nyata dalam paskah: menderita, wafat dan bangkit pada hari yang ketiga. Semua ini tentu mengubah cara pikir para murid-Nya. Mereka sangat sedih karena pikiran mereka tentang kemuliaan memang berbeda dengan pikiran Tuhan. Tuhan melewati penderitaan hingga mencapai kemuliaan. Manusia hanya berpikir tentang kemuliaan tanpa berpikir tentang penderitaan. Kemuliaan Tuhan juga menjadi nyata dalam diri Yesus Kristus yang meskipun Anak Allah rela menjadi manusia. Sebagai manusia Ia melakukan tugas dan kewajiban-Nya sebagai warga negara dengan membayar pajak. Yesus tidak hanya berbicara tetapi Ia menunjukkan teladan baik-Nya.

Kita bersyukur karena Tuhan selalu memberi kesempatan kepada kita untuk merasakan kemuliaan-Nya melalui Sabda-Nya. Sabda Tuhan mengubah hidup kita semua.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply