Food For Thought: Apakah aku sudah merdeka?

Aku sudah merdeka?

Kita kembali merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Ini merupakan perayaan rutin setiap tahun. Bendera merah putih berkibar di mana-mana. Ketika melihat bendera negeriku yang berkibar di mana-mana ini, saya mengingat sebuah lagu yang diciptakan Gombloh. Sebagian liriknya berbunyi begini: “Berkibarlah bendera negeriku, Berkibarlah engkau di dadaku, Tunjukkanlah kepada dunia, Semangatmu yang panas mambara. Daku ingin jiwa raga ini, Selaraskan keanggunan, Daku ingin jemariku ini, Menuliskan karismamu.” Bendera Merah Putih berkibar di dada, tidak hanya garuda di dadaku. Ini lambang negara yang benar-benar menginspirasi kesucian dan keberanian sebuah perjuangan. Jariku saat ini sedang menuliskan kharisma kesucian dan keberanian.

Sebuah seruan kemerdekaan zaman now adalah: “Kita Bhineka, kita Indonesia”. Seruan ini memang bukan tanpa dasar. Tindakan devide et impera gaya baru sedang berkembang dalam segala bidang kehidupan manusia Indonesia dan dilancarkan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kekuasaan. Politik tanpa hati nurani sedang menjadi terdepan. Jualan-jualan agama, suku, ras bukan hanya sekedar basa-basi. Ini sebuah kenyataan yang rasanya pahit di masa kemerdekaan ini. Sumpah Pemuda Indonesia tahun 28 Oktober 1928 sangat mulia di mana para pemuda harapan bangsa Indonesia sudah berjanji seperti ini: “Pertama, Kami putra dan putri Indonesia, mengakui bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua : Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Isi sumpah pemuda ini sedang luntur karena mental pemuda zaman now terjangkit radikalisme. Kampus tertentu sudah menjadi basis radikalisme. Ini sangat menyedihkan.

Orang-orang yang menyukai radikalisme mungkin lupa atau tidak sempat membaca seruan Bung Karno ini: “Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!” Bhineka Tunggal Ika menjadi pedoman persekutuan seluruh nusantara. Maka kemerdekaan yang benar adalah semangat persekutuan di antara semua orang menjadi “saudara sebangsa dan setanah air”. Perkataan Bung Karno diterjemahkan secara baru oleh Gus Dur ketika mengatakan begini: “Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.”

Presiden Joko Widodo mengatakan: “Kehormatan hidup bukanlah ditentukan seberapa tinggi pendidikan, seberapa banyak ijazah akademismu, seberapa banyak bintang-bintang jasa bertaburan di dadamu, tapi kehormatan hidup itu ada ketika namamu melekat di hati orang-orang sekitarmu, kerjamu bermanfaat untuk rakyat banyak, dan doamu tiap bangun tidur memohon agar hari ini lebih baik dari hari kemarin.” Di kesempatan lain beliau mengatakan: “Hidup adalah tantangan, jangan dengarkan omongan orang, yang penting kerja, kerja, dan kerja. Kerja akan menghasilkan sesuatu, sementara omongan hanya menghasilkan alasan.”

Di hari kemerdekaan ini kita perlu berbangga dengan seruan yang sama: “Kita Bhineka, kita Indonesia”. Jayalah negeriku, sejahteralah bangsaku. Maka refleksi selanjutnya adalah apakah aku sudah merdeka?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply